Rumah Juni,
Setelah Juli membawa Juni ke ruang UKS sekolah, ia hanya menutupi luka yang tersobek di kening Juni dengan kapas. Setelah itu, Juli langsung membawa Juni pulang kerumahnya. Ia tak bisa diam kalau Juni sudah seperti ini, ia langsung bertindak tegas terhadap Juni. Abangnya Juni, Arkan, ia langsung menelpon Dokter yang biasa memeriksa Juni, teman dekat Papahnya. Arkan juga terlihat cemas dengan kedatangan Juli yang membawa Juni sudah tidak sadarkan diri. Arkan sempat emosi terhadap Juli yang tak bisa menjagai Adik perempuan kesayangannya. Juli yang terkena omelan dari sang Kakak, ia hanya bisa menerima dengan lapang dada saja. Bagaimanapun juga, benar kata Arkan, ia tidak bisa menjagai teman kecilnya, belahan jiwanya.
Juli termenung menunggu Juni untuk sadar dari tidurnya. Setelah Dokter langganan orang tua Juni telah memeriksanya, kepala Juni diperban menggunakan kain kassa yang dibubui oleh obat merah. Juli melihat wajah Juni yang begitu pucat, ia mulai mengepal tangannya. Rupanya ada yang mulai membangunkan singa jantan kali ini, mereka akan berhadapan dengan seseorang yang selalu terjaga untuk teman kecilnya. Mereka akan mendapatkan ganjaran dengan apa yang mereka telah perbuat. Juli sendiri sudah mempunyai rencana yang bagus untuk memberi mereka balasan, ia harus menutupinya dari Juni dan merembukan dengan teman - teman sejalannya.
Uhuk uhuk uhuk
Tiba - tiba lamunannya buyar dengan Juni yang terbatuk. Juli langsung mengambil gelas yang sudah diisi oleh air sebelumnya. Ia berpindah duduk ke tepi ranjang, mengambil kepala Juni dan mengarahkam gelas tersebut ke mulut Juni. Juli yang sangat telaten mengurusi Juni seperti saat ini, dengan sabar ia tetap selalu ada disamping Juni.
"Minumnya pelan - pelan." Ucap Juli mengintrupsi Juni
Juni meneguknya sampai setengah tandas. Mungkin saja dengan lamanya ia tidur, ia sangat kehausan. Ia pun menyudahi minumnya dan Juli mengembalikan gelas tersebut ke atas nakas. Juli membantu kembali untuk merebahkan Juni.
Mengelus rambut Juni, "Siapa yang berani ngelakuin ini sama lo si Jun?, orang yang sama lagi?." Tanyanya bingung
Juni yang setengah sadar, ia tidak menjawab Juni, melainkan ia hanya menatap lurus ke depan.
Ia beranjak, "Masih kurang ya tidur ya?, yaudah lanjutin aja tidurnya, gue mau pulang dulu kalo gitu." Pamitnya
Belum sempat ia melangkahkan kaki, tangannya dicekal oleh Juni. Juli menoleh ke arah Juni yang sudah full sadar dengan menatapnya. Juli pun kembali menduduki tubuhnya disamping Juni.
"Kenapa?." Tanyanya
"Disini aja, gue takut dia balik lagi gituin gue Jul." Rengeknya ketakutan
Juli sedikit terkekeh, "Yaampun Juni Juni, ini di rumah lo, di kamar lo. Ya, mana mungkin itu orang balik lagi Ni." Balasnya memberitahu Juni
Juni memanyunkan bibirnya, ia meninju perut Juli "Rese ah, yakan gue nggak tau Juliano." Pekiknya sinis
Juli membantu Juni untuk duduk, kemudian ia menangkup wajah Juni "Ibu negera, dengerin Abang gorengan nih ya, gue bakal buat perhitungan sama orang yang bikin lo celaka. Jangan merasa takut ataupun gue nggak ada, mau itu orang tua yang buat lo celaka sekali pun, gue yang jadi taruhannya."
Juni masih tidak bisa menyerna ucapan Juli, ia masih dilanda ketakutan "Gimana kalo lo nggak ada disisi gue." Tanyanya gemetar
Juli menghela nafasnya, "Juniatha Revano, ngadepin orang yang masih makan dengan karbohidrat, lo nggak perlu takut. Kalo perlu, besok kita belajar bela diri lagi buat mantepin pukulan lo." Cercanya yang terus menyakini Juni
"Karna lo nggak selalu ada sama gue, gue justru semakin takut Juliano yang terhormat!." Jawabnya ketus
"Ko Ibu negaranya jadi sewot sih. Makanya itu, lo harus mantepin lagi bela diri lo. Buat jaga - jaga nggak selalu salah Ni." Sambungnya menekan suaranya
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA JUNI & JULI [END]
Fiksi Remaja(mohon maaf jika penulisan nama JUNI / JULI, masih suka ketuker ya)... Semua telah usai. Dari awal hingga akhir, perjalan kisah cinta ini memang tidak untuk disatukan. Bila kalian ingin mengingat, jangan dipersamakan dengan pembuka kata, untuk peman...