"Serius, hati gue bener - bener nggak enak banget. Ada apa sih ya? Ini juga, kenapa gue dipaksa buat pake gaun segala..." Juni yang menggendong Arjuna sangat berhati - hati, kedua matanya terus memperhatikan gaun yang ia kenakan saat ini
Awalnya, Juni sudah menghubungi Kakak ipar untuk menjemput Arjuna di rumahnya ini. Tetapi entah mengapa, Abangnya dan juga Kakak iparnya tidak ada yang menjawab hubungan telepon—selama berkali - kali. Juni pun pasrah. Belum lagi dirinya yang benar - benar tidak mengerti untuk mengurus seorang bayi, seperti umur Arjuna yang belum lama dilahirkan oleh Agatha.
"Kalo Kenzo nggak marah sama gue, gue yang sekarang harus marahin dia mati - matian nih. Bodoamat!" Gerutu Juni kesekian kalinya lagi. Hingga pada akhrinya, Juni mendengarkan suara Arjuna menangis. Walaupun hanya merengek kecil, semakin kesini—semakin kencang dan semakin membuat Juni kalang kabut sendirian
"Arjuna, sayang... Jangan nangis dulu ya, susu kamu dikamar. Ante lupa bawa, cup cup cup..."
Arjuna semakin tidak mau diam, Juni bahkan lebih semakin pasrah. Dengan pilihan besar, Juni meletakkan tubuh Arjuna di atas sofa berukuran lumayan besar—dengan sisi kanan kiri dijaga oleh bantal sofa tersebut.
Mengusap pipi Arjuna yang basah oleh air matanya, Juni pun mengelus - elus kecil, "Sebentar ya sayang, Ante ke kamar dulu ambil susu kamu..." Katanya dengan mengambil langkah besar dan sedikit berlari kembali ke kamarnya
Selang beberapa menit, Juni mengambil botol susu Arjuna, akhirnya Juni pun kembali kepada Arjuna yang masih terdengar nangis tersedu - sedu. Tidak memakan butuh waktu lama, Juni pun langsung mengarahkan arah dot kedalam mulut Arjuna.
Menggendong kembali Arjuna, sesekali tangannya menepuk - nepuk tubuh Arjuna, "Maafin Ante ya sayang... Jangan nangis lagi yaaa, Juna."
Betul - betul repot. Belum lagi Juni tidak betah dengan gaun yang ia kenakan ini. Sambil memegang botol susu dan juga menggendong Arjuna, Juni kembali menganyunkan kedua kakinya menuju halaman belakang rumahnya.
Semakin dekat, hati Juni semakin tidak enak. Bahkan, jantungnya mendadak deg - degan yang luar biasa—seperti habis melakukan kegiatan lari marathon sepanjang seribu kilometer.
Dan sesampainya Juni di pintu menuju halaman belakang, Juni melihat banyak orang yang sudah berada disana. Apalagi ia juga melihat kedua orang tuanya dan juga—kedua orang tua dari Arjuna ini.
"Emang dari awal gue udah nggak yakin nih, sama Kak Agatha yang tiba - tiba minta tolong titip Arjuna sama gue." Gumamnya kecil sambil mendorong pintu ini
Beberapa langkah sampai di halaman belakang, Juni langsung dihadiahi tatapan pasang mata dari orang - orang di sebrangnya itu. Seperti menatap seorang musuh, Juni pun semakin gemetar hebat membalas tatapan mereka.
Tiba di depan kedua orang tuanya, Juni menatap Papahnya begitu sedikit takut, "Ini, ada apa ya, Pah? Ko, rame banget gini?" Tanya Juni yang sedikit gugup
Sang Papah menatap wajah putri kesayangan dan juga cucu pertamanya, "Kamu kenapa bawa Arjuna ke rumah ini? Apa kamu sudah pintar, merawat seorang bayi sendirian—bahkan, kamu juga belum tahu, dasar - dasar merawat seorang bayi dengan baik kan?"
Hah? Mengapa Juni jadi dimarahi seperti ini oleh Papahnya? Bukannya Agatha sendiri yang meminta Juni, untuk merawat anak pertamanya ini bukan?
"Tunggu Pah, ini kenapa Papah jadi marahin Juni gini ya? Lagipula, Kak Aga sendiri yang minta Juni untuk—"
"Emang sudah Papah duga, kamu semakin kesini, emang semakin melawan. Baru kemarin kamu minta maaf sama Papah, kan? Kenapa seperti ini lagi?"

KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA JUNI & JULI [END]
Teen Fiction(mohon maaf jika penulisan nama JUNI / JULI, masih suka ketuker ya)... Semua telah usai. Dari awal hingga akhir, perjalan kisah cinta ini memang tidak untuk disatukan. Bila kalian ingin mengingat, jangan dipersamakan dengan pembuka kata, untuk peman...