Satu hari setelah Juli tidak menampakan batang hidungnya, kini Juni tengah seorang diri menunggu seseorang yang belum juga menemui dirinya menggunakan kursi roda yang sempat ia tak ingin gunakan. Ia pasrah, semenjak Kyra kembali ke Jakarta, Juli lebih sering memanfaatkan waktunya bersama perempuan teman kecilnya itu. Juni benar - benar kangen dengan seseorang yang terus berada di sampingnya setiap saat. Kali ini waktu sudah berubah, tidak ada lagi yang menjaganya, tidak ada lagi yang nyerocos seperti Ibu - ibu komplek ketika memarahi anaknya, tidak ada lagi yang mengingatkan apapun dan tidak ada lagi yang menganggu tidurnya dikala ia masih tertidur pulas. Juni kangen dengan waktu - waktu bersama Juli sekarang, ia benar - benar butuh laki - laki itu di sampingnya. Bahkan, ia rela jam makannya terlambat demi menunggu kedatangan laki - laki itu agar bisa menyuapinya beberapa sendok makan saja.
Setiap kali Mamahnya, Papahnya bahkan Kakak laki - lakinya menemui Juni yang sendirian bergelut dengan kursi roda ini, Juni terus mengulang pertanyaan sama mengenai 'Juli udah dateng?'. Pihak keluarga yang terus dipertanyaan mengenai soal Juli, mereka merasakan hal iba kepada seorang anak perempuan yang terus munggu teman kecilnya, belahan jiwanya. Bi Surti pun yang terus memantau Juni dari ruang tengah, ia merasa tidak ada perubahan juga dari Juni, Juni terus menunggunya dan melihat kearah luar jendela. Ia yang terus melihat ke arah jalan depan, tidak ada orang yang ingin mengunjungi rumahnya atau sekedar melihat dirinya dengan kondisi sudah dikatakan sembilan puluh persen pulih.
"Non..." Panggil Bi Surti
Juni menoleh, "Juli udah dateng Bi?." Tanyanya dengan sedikit bergugah
Bi Surti menggeleng pelan, "Belum Non."
Juni menjatuhkan senyumannya lagi, "Mungkin Juli belum pulang sekolah kali ya Bi, atau mungkin Juli memang ada keperluan lain diluar sana. Kalo gitu, Juni tunggu disini aja deh sampe Juli dateng." Sambungnya seperti selalu semangat menunggu seseorang
"Tapi Non, ini sudah jam makan siang Non lho. Makan dulu yu Non, Bibi takut maagh Non kambuh lagi." Balasnya terus mengajak Juni untuk makan siang
Juni menggeleng, "Juni kuat ko Bi, Juni nggak mau ninggalin Juli makan. Nanti kalo misalkan Juni udah makan tapi Juli belum gimana Bi, kan kasian Juli nggak ada temennya."
"Kalau misalkan Aden sudah makan diluar sana gimana Non, mendingan sekarang Non makan yuk biar Bibi suapin." Ujar Bi Surti yang terus membujuk Juni agar mau ikut dengan ajakannya
Juni tetap menggeleng, "Nggak Bi, Juni yakin kalo Juli belum makan. Bibi makan duluan aja sana, nanti kalo misalkan Bibi sakit, Juni sedih lho Bi." Katanya membalikan perintah kepada Bi Surti
"Tapi Non..."
Juni menghela nafas, "Nggak apa Bi, udah ah sana Bibi makan dulu, nanti Juni marah nih sama Bibi kalo Bibi nggak dengerin apa kata Juni." Ancamnya
Bi Surti mengangguk pasrah, "Iya Non iya, Bibi ke belakang dulu kalo gitu." Pamitnya
Setelah Juni berhasil membujuk Bi Surti untuk makan terlebih dahulu walau sedikit mengancamnya, kini ia kembali melihat jalan depan yang begitu sepi. Sampai kapan ia harus menatap jalan depan sedangkan jalan itu tidak ada seseorang yang mengarahkan pijakannya untuk kesini menemuinya. Apa ia pergi saja menemui Juli ke rumahnya?, daripada ia hanya membuang - buang waktunya demi melihat jalan depan kosong, lebih baik ia pergi ke rumah Juli sekarang. Tak mau berlama - lama, Juni pun menekan kunci kursi roda ini dan mendorong rodanya pelan - pelan. Sebelum ia melanjutkan dorongan kepada rodanya, ia menutup pintu rumahnya terlebih dahulu. Sekiranya sudah, ia melanjutkan lagi dengan ekstra pelan - pelan agar tidak terjatuh. Dan sesampainya ia di depan gerbang, ia mengetuk gembok gerbang ini agar menimbulkan suara untuk segera membukainya.

KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA JUNI & JULI [END]
Teen Fiction(mohon maaf jika penulisan nama JUNI / JULI, masih suka ketuker ya)... Semua telah usai. Dari awal hingga akhir, perjalan kisah cinta ini memang tidak untuk disatukan. Bila kalian ingin mengingat, jangan dipersamakan dengan pembuka kata, untuk peman...