Dua hari telah berlalu, keadaan pun masih sama seperti biasanya. Seorang teman kecil yang masih setia menemaninya. Ia meninggalkannya hanya untuk membersihkan dirinya, dan kembali lagi ke Rumah Sakit dimana teman kecilnya dirawat. Sebenarnya Juni sudah merengek meminta pulang, tetapi Juli menolak ajakan Juni karena ia tidak mau Juni kenapa - kenapa. Bukan hal yang sepele, melainkan ini penyakit yang menurut Juli sangat berbahaya bagi kesehatan Juni. Juli sangat paham dengan kondisi Juni saat ini. Bila ia menurutinya untuk kembali ke rumah, pasti Juni lupa dengan segalanya. Karena ketika ia sudah berada di rumah, ia akan menghabiskan waktunya dengan bermain bersama Abangnya. Bahkan ia bisa melupakan kesehatannya. Sudah beberapa kali orang tuanya berpesan kepadanya bahwa Juni tidak boleh telat makan ataupun tidak mau makan, pola makannya benar - benar harus teratur. Juni sendiri telah membahayakan dirinya dengan tidak menuruti pesan orang tuanya untuk menjaga pola makannya, akhirnya ia pun suka keluar masuk Rumah Sakit seperti sekarang ini.Saat ini kondisinya sudah diluar dugaan. Keadaan yang sangat luar biasa membaik, membuat semangat Juli terus menjaga teman kecilnya. Juli pun juga tak lupa dengan jam makan Juni, ia terus mengingatkan Juni untuk sarapan, makan siang, dan makan malam. Ia juga selalu memperhatikan dengan obat yang harus Juni konsumsi setelah makan, ia ingin teman kecilnya kembali seperti sedia kala. Ia ingin mengajaknya jalan - jalan mengelilingi Ibu Kota. Ia sudah berjanji kepada Juni ketika Juni belum sadarkan diri, dan dirinya pun harus menepati omongannya. Kalau pun ia melanggar omongannya sendiri, entah bagaimana reaksi Juni nantinya kepada Juli.
Setelah Juli sudah siap menyuapi Juni makan dan minum obat, Juli menggenggam jari - jari Juni. Juni pun mendapat reaksi yang sangat senang ketika Juli masih sama seperti sekarang. Juni pun tak luput dari doa yang ia terus ucapkan agar sosok yang terpenting dihidupnya tetap seperti saat ini. Ia tidak mau Tuhan memisahkan mereka, benar - benar tidak ingin.
"Juniantha Revano Lewis." Panggilnya seperti anak kecil
Juni tersenyum ketika Juni memanggil namanya lengkap seperti itu, "Iya Aldebarannya Lewis?."
"Mau istirahat tau, badan pada pegel." Ada apa ini? Mengapa ia mengadu seperti ini, ah benar - benar saja Juli ini
Juni memutar bola matanya malas, "Yaudah tidur gih, tuh sofa lebar." Katanya datar
"Jahat banget sih sang Aldebaran disuruh tidur disofa terus." Balasnya sendu
"Udah sana." Juni mengusirnya
Juli memanyunkan bibirnya, ia pun beranjak dan pergi menuju sofa. Juni yang melihatnya, ia sedikit tertawa. Pasalnya, Juli tengah ngambek kepadanya saat ini. Kekanak - kanakan bukan, padahal ia sudah menginjak kelas tiga SMA. Memang ada - ada saja tingkah laku yang mereka berdua lakukan.
Juli menghempaskan tubuhnya kasar, sehingga menimbulkan suara dari sofa tersebut. Juni yang mendengarnya sedikit bergetar.
"Jul." Panggil Juni
Juli tidak menjawabnya, ia membalikkan wajahnya menghadap punggung sofa.
"JULIII." Teriaknya
Tetap tidak ada sahutan dari sana.
"Ngambek ngambek. Udah gede juga." Ledeknya
Ia pun gemas dengan tingkah laku teman kecilnya itu, akhirnya ia turun dari brankar membawa tiang infusannya. Berjalan menghampiri teman kecilnya, ia pun menepuk lengan Juli.
"Heh tukang ngambek, liat sini." Pintanya
Juli tidak menggubrisnya
Menurunkan tubuhnya, Juni mengambil posisi berjongkok "Heh tukang ngambek, liat sini nggak." Pintanya lagi dengan menepuk lengan Juli sedikit kencang

KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA JUNI & JULI [END]
Teen Fiction(mohon maaf jika penulisan nama JUNI / JULI, masih suka ketuker ya)... Semua telah usai. Dari awal hingga akhir, perjalan kisah cinta ini memang tidak untuk disatukan. Bila kalian ingin mengingat, jangan dipersamakan dengan pembuka kata, untuk peman...