DELVIN 37

2.3K 72 0
                                    

Ikhlas itu ga terucap
Dan sabar itu ga terbatas

-Fidelia Zhafira👒-


Gavin mengepalkan tangannya kuat dan menghampiri lelaki yang tergolong masih duduk di Sekolah Menengah Pertama itu.

"Minta maaf kecewek gue. Se-ka-rang!" emosi Gavin mulai tersulut.

Lelaki tersebut menaikkan alisnya sebelah. "Buat apa?"

"Oh jadi lo perlu gue kasih pelajaran dulu, iya?"

Bugh!

Gedebugh!

"Gaviin!!" pekik Delia.

Sementara penonton yang lain malah sibuk mengadu domba keduanya. Tanpa fikir panjang, Delia langsung menghampiri Gavin dan menarik Gavin menjauh dari kerumunan itu.

"Vin, udah dong!" Delia menenangkan Gavin dan mereka duduk disalah satu bangku diacara festival itu.

Gavin menggeleng. "Ga aku ga bisa, dia udah sengaja nabrak kamu tapi ga minta maaf sama sekali. Dia perlu dikasih pelajaran Del." Gavin segera bangkit dari duduknya.

Delia menggeleng cepat dan segera menarik tangan Gavin. "Jangan Vin, kalo dia berbuat jahat dan kamu balas dengan kejahatan itu artinya kamu ga ada bedanya sama dia Vin."

"Tapi--"

Delia meraih tangan Gavin. "Vin dengerin aku. Ikhlas itu tidak terucap dan sabar itu tidak terbatas. Jadi kamu ga perlu kasih dia pelajaran dengan cara kek gitu"

Gavin tersenyum mendengar kata-kata Delia. "Beruntungnya aku memiliki kamu" Gavin menyanyikan salah satu lirik lagu Bukti, tetapi sedikit ia ganti dengan versinya.

"Udah-udah ga usah nyanyi, ntar gigi aku sakit dengernya"

"Waktu itu sampe terpesona liat aku. Nah ini pura-pura bilang gigi bakalan sakit, gimana sih pacar ku ini?" Ucap Gavin sembari mencubit pipi Delia gemas.

Delia nyengir kuda menunjukkan deretan gigi putihnya. "Astagaa!!"

Gavin terperanjat. "Kenapa Del?" tanya Gavin panik.

"Ini makanan belum dimakan Viin!" Delia baru ingat dengan makanan-makanan yang ia beli bersama Gavin.

"Ya allah Del, aku pikir apaan" Gavin menghela nafas panjang.

"Terus luka aku gimana?" tanya Gavin.

Delia menepuk jidat, ia hampir lupa kalau sedikit memar diwajah Gavin belum ia obati. "Bentar ya, aku cari es batunya dulu." Delia segera ngacir mencari penjual es yang menyediakan es batu.

Tak lama kemudian, Delia kembali menghampiri Gavin dengan membawa es batu.

"Maaf ya lama"

Gavin tersenyum. "Gapapa"

"Nih" Delia menyerahkan es batu yang ia beli kepada Gavin.

Gavin mengernyitkan dahi. "Obatin sendiri?"

Delia mengangguk. "Kan memarnya ga terlalu parah" jawabnya dengan tampang polosnya.

Seketika Gavin berpura-pura mengaduh kesakitan. "Aduh-aduh Del, sakit Del.. Awwh, aduuh"

Delia memasang wajah datar. "Aku tau kamu cuman pura-pura Vin."

Gavin nyengir lebar tanpa dosa membuat tingkat ketampanannya seketika bertambah. Sementara Delia hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Gavin. Ia pun memutuskan untuk membantu Gavin mengobati memarnya.

🕶🕶🕶

"Makasih ya Vin jalan-jalannya" ucap Delia ketika mobil yang dikendarai Gavin sudah sampai dihalaman rumah Delia.

Gavin mengangguk. "Iya sama-sama. Oh ya, besok pulang sekolah kita mampir kerumah  ya, sekalian main sama Acha."

Mata Delia seketika berbinar mendengar nama Acha, rasanya sudah lama sekali ia tak bertemu dengan peri kecil itu.

"Rumah? Rumah kamu?" tanya Delia.

Gavin terkekeh. "Ya bukan dong, aku kan belom punya rumah. Itu rumah Mama sama Papa."

"Gimana, mau kan?" Delia mengangguk cepat.

"Yaudah aku turun ya Vin" pamit Delia.

Gavin mengangguk dan berkata.
"Delvin akan selalu ada"

Delia tersenyum mendengar ungkapan dari Gavin dan ia pun segera turun dari mobil Gavin.

Setelah Delia turun dari mobil, Gavin menurunkan sedikit kaca mobilnya.

"Jangan lupa makan, minum, mandi, sholat, istirahat, dan--"

Delia tampak menunggu kelanjutan kalimat Gavin. "Dan?"

"Dan jangan lupa kangen sama aqiue" ucap Gavib sedikit alay nan lebay.

Delia terkekeh. "Sejak kapan sih seorang Gavin Mahardika, Ketua Osis di SMA Tunas Bangsa jadi alay gini."

"Sejak aku kenal sama adik kelas ku yg bernama Fidelia Zhafira" ucap Gavib mantap lalu dilanjutkan oleh tawa Delia.

"Lebay amat" ejek Delia.

"Yaudah sana pulang, katanya mau pulang" ucap Delia.

"Ngusir?"

"Engga.. Engga salah lagi" Delia kembali tertawa.

'Tuhan, izinkan aku untuk selalu melihat tawa ini dan izinkan aku untuk menjadi alasan ia tertawa' Gavin membatin, ia sangat menikmati senyuman dan tawa Delia.

"Yaudah, aku pulang ya" pamit Gavin dari dalam mobil dan dibalas anggukan oleh Delia. Gavin pun segera melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Delia.

🌵🌵🌵

"Gimana nih rencana kita selanjutnya?" tanya seorang lelaki kepada seorang wanita.

"Sans aja dulu, kita tunggu tanggal mainnya" jawab si wanita enteng.

"Gue yakin, cepat atau lambat hubungan mereka bakal hancur" tambah si wanita.

Tiba-tiba datang seorang lelaki remaja dengan keadaan acak-acakkan menghampiri keduanya.

"Mana upah gue?" tanya lelaki remaja itu.

"Gue ga yakin lo berhasil mancing emosi dia" jawab si wanita.

"Enak aja. Lo ga liat baju gue udah acak-acakkan gini, muka gue udah memar-memar gini, dan lo bilang ga berhasil?!"

"Sans aja dong bro, nih upah lo" si lelaki melempar sebuah amplop kepada remaja itu.

Lelaki remaja itu hanya tersenyum miring dan bergegas meninggalkan keduanya.

Sekian terima kasih 🌸

DELVIN [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang