"Mah," panggil kakak perempuan Park Jinyeol kepada sang ibu yang tengah menyiapkan makanan untuk sarapan keluarganya.
"kenapa kak?" tanya sang Ibu bersamaan dengan Jinyeol yang keluar dari kamar dan duduk di samping sang kakak.
"Semalem masa kakak digangguin," ucap sang kakak mulai bercerita.
"Digangguin? Digangguin siapa?"
"Anak kecil, dia tahu-tahu ada di ujung kasur. Duduk deket kaki aku sambil senyum lebar. Serem banget, aku sampe langsung narik selimut buat nutupin kepala terus baca-baca. Nggak berapa lama aku turunin selimut, dia pergi keluar kamar aku terus jalan ke arah kamar adek."
Jinyeol menatap sang kakak dengan mata terbeliak.
"J-jam duaan bukan sih, kak?"
"Iya bener, dek. Pas dia keluar kamar, kakak coba lihat jam dan itu sekitar jam duaan lewat."
"Kenapa, dek? Dedek juga diganggu?" tanya sang ibu pada Jinyeol.
Jinyeol menganggukan kepalanya lemah.
"Pintu kamar adek kan selalu kebuka ya, Mah. Nah pas jam duaan adek kebangun terus ngelihat ada bayangan anak kecil depan pintu ngelambaiin tangan ke arah adek. Terus sama kayak kakak, adek langsung baca-baca. Nggak lama dia pergi. Pas dia udah pergi, adek langsung tutup terus kunci pintu kamar," jelas Jinyeol yang diakhiri dengan menelan salivanya.
"Ealah, pantes tadi subuh Mamah lihat pintu kamar dedek ditutup. Biasanya kan engga."
"Ngeri, Mah. Takut dia balik lagi."
"Tapi, ya bukan cuma kalian yang diganggu. Mamah juga."
"Hah?"
"Iya, pas jam tiga anak tadi Mamah kan mau salat tahajud, nah abis wudhu tuh mamah denger ada suara anak kecil kayak lari-larian. Hentakan langkahnya kedengeran banget.
Mamah kira keponakan tetangga sebelah lagi main kan? Tapi sehabis salat, mamah pikir-pikir lagi kayaknya gak mungkin kalau sampai suara langkahnya kedengeran begitu.
Dan pas Mamah dengerin secara saksama lagi, itu suaranya dari dapur."
"T-terus mamah lihat nggak?" tanya Jinyeol.
Sang Ibu menggelengkan kepalanya. "Mamah biarinin. Terus mamah tinggal dzikir aja."
"Cerita apa sih? Kok kayaknya asik bener?"
Jinyeol, sang kakak dan sang ibu menoleh ke arah sang ayah yang baru saja datang dan duduk di salah satu kursi di ruang makan tersebut.
"Ini loh, Pah, soal anak kecil yang mamah ceritain pas subuh tadi."
"Oooh," sahut sang ayah sembari mengangguk-anggukan kepalanya. "Tenang, udah Papah balikin ke tempatnya kok."
"Maksudnya?" tanya Jinyeol tak mengerti.
"Iya, tadi pas Papah mau nganterin Mamah kalian ke pasar, dia main di depan teras rumah gelap-gelapan. Terus izin ke Papah, katanya gini 'Pakdhe aku dholan rene ya? (Pakdhe aku main di sini ya?)'
Awalnya Papah kira anak tetangga sebelah, eh pas Papah lihat lagi ternyata bukan bocah beneran.
Ya udah langsung Papah gandeng terus bilangin " Nggak usah dholan nang kene, ayo tak terno mulih (Nggak usah main di sini, ayo saja antar pulang)'
Eh bocahnya manyun, nesu karena Papah suruh pulang. Tapi nurut dia.
Papah gandeng terus anter sampe ke kuburan yang paling pojok itu," cerita sang ayah panjang lebar.
"Beberapa hari yang lalu malam keramat soalnya, jadi banyak warga desa yang kirim sesajen di pemakaman bekas punden itu," sambung ayah Jinyeol lagi.
Sang kakak dan Jinyeol sendiri kompak menelan saliva mereka. Raut wajah ketakutan jelas terpancar. Mereka bukan orang yang peka dan bisa melihat, namun semalam bisa dengan sangat jelas melihat sosok anak kecil menyeramkan tersebut.
"Tenang, nggak bakal balik lagi ke sini kok."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.