Chapter 6

36.5K 3K 6
                                    

“Ya.”

Tidak seharusnya aku mengiyakan perintahnya. Namun kedua kakiku sudah terbuka lebar selagi duduk bersandar di kepala tempat tidur.

Tatapan garang Rhys membuatku merinding dalam artian lain. Bagaimana ya mengatakannya? Seperti ... sensasi terbakar dan gatal. Hah? Gatal?

Tapi itu normal, ‘kan? Aku wanita dewasa yang bisa merasakan tatapan yang memberi makna lain. Oh, gila! Rhys itu kakakku. Kami sedarah. Apa boleh begini?

Ranjang bergoyang. Sangat terpengaruh oleh Rhys yang bertubuh tinggi saat dia ikut-ikutan naik ke tempat tidurku.

Agak tidak nyaman, meski tadi ada sensasi yang membuat gatal bagian tertentu dari diriku, kurapatkan kedua kakiku kembali, tapi Rhys menyorotiku dengan kedua matanya.

“Buka kakimu lebar-lebar, ZeeZee.”

Ih, menjijikkan. Aku tidak sudi, sungguh. Namun aku rela melakukannya karena pistolnya terus teracung di udara.

Rhys masuk ke celah di antara kedua kakiku yang terbuka. Aku masih sama. Tidak berpakaian. Cuma dengan bra dan celana dalam. Apa kata dunia jika melihat kami seperti ini?

Apa perlu kulaporkan pada ayah dan ibu tentang perilaku menyimpangnya ini? Atau kuadukan juga pada semua kakakku yang lain bahwa Rhys sepertinya sudah gila? Sanking terobsesi untuk menghukumku, dia terlihat sangat ingin membuatku trauma lalu aku akan berniat bunuh diri. Sejauh itulah pemikiranku.

“Apa yang kau lihat? Baca!” Rhys membentak. Posisinya sudah berbaring telentang di antara celah kedua kakiku yang terbuka lebar. Mendongak, mengacungkan pistol ke arahku seolah benda itu hanya mainan.

Ukh! Kepala Rhys cukup dekat dengan kewanitaanku. Rasanya ingin kututupi menggunakan buku yang kupegang ini, karena malu. Tapi ... tapi ‘kan dia tidak berbuat apa pun. Seperti ... seperti menjilati—ah, sial! Apa yang kupikirkan? Fantasiku sungguh kurang ajar dan tidak bermoral!

“ZeeZee,” geramnya terdengar.

“Y—ya. Akan kubaca sekarang.” Buru-buru kubuka lembaran pertamanya. Namun dering ponsel mengejutkanku. Buku tebal itu jatuh ke kepala Rhys. Membuatku berjengit karena takut.

Mampus kau, ZeeZee!

Tidak butuh lama sampai Rhys bangkit dari tidurnya dan melempar buku itu ke lantai. Dia langsung turun dari ranjang, berdiri dan mengarah padaku lewat sisi ranjang. Mendatangiku. Mencengkeram pergelangan tangan kananku.

“Kau—”

Dering ponselnya kembali ribut. Aku merasa berutang nyawa pada si penelepon.

”Bicaralah,” perintahnya. Bahkan dia tidak menyapa atau sekedar basa-basi. Aku tidak fokus pada apa yang dia bicarakan, tapi sepertinya itu ada kaitannya dengan Tom Jhon Parera.

“Urus semua sisanya. Jangan ada yang terlewat.” Rhys berkata sambil melirikku yang kebetulan, tertangkap basah sedang mencuri pandang ke arahnya. Cengkeraman eratnya mengendur. Aku tidak paham kenapa itu terjadi. “Sebaiknya kau tidak menghubungiku sampai nanti kuizinkan.” Dia memberi peringatan di telepon, lalu mengakhiri panggilan.

Melepas cengkeraman tangannya, dia kembali naik ke ranjangku. “Ayo mulai lagi. Gangguan sudah lewat.”

Mulai lagi?

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang