Chapter 12

23.3K 2.4K 11
                                    

Tidak sempat menarik pistol yang kusimpan di balik punggung, kusikut dia mengenakan siku kanan meski agak sulit karena cengkeramannya di lenganku itu tidak main-main.

Cengkeraman yang seolah tahu bahwa aku berniat melepaskan diri tanpa mau mendengarkan.

“Hei, gadis Oxley—hei!”

Walau sudah lepas dari cengkeramannya, aku heran kenapa dia tidak terdengar kesakitan saat kusikut kuat-kuat. Bahkan sekarang, sempat-sempatnya kulihat ke belakang untuk mengenali wajahnya.

Meski sekilas, walau cuma beberapa detik, aku tahu dia bukan salah satu bawahannya Rhys. Tapi ... selalu ada kemungkinan bahwa pria itu adalah orang baru. Perekrutan anggota selalu ada. Entah dari pihak Rhys, ayah atau ibu.

Aku sampai. Sambil berlari menjauh dan—untungnya tidak dikejar—berusaha mencari perlindungan yang sekiranya aman. Menuju sebuah rumah yang memiliki kandang besar di belakangnya. Sepertinya kandang kuda. Tidak masalah sambil menunggu pagi.

Terkunci!

Ah, ya ampun! Demi apa, sial sekali rasanya harus memanjat pagar kayu yang tidak pasti bisa bertahan menahan berat tubuhku atau tidak, ketika kunaiki. Takutnya, belum juga sampai, pagar rapuh ini patah berantakan dan menimbulkan keributan.

Pagar kayu tua begini kenapa harus dikunci? Ditendang sekali saja oleh kaki Rhys, aku yakin pasti langsung tumbang.

Mondar mandir entah berapa menit, aku akhirnya memutuskan ketika mendengar ayam berkokok mengejutkanku di seberang kandang. Ayam sialan itu bertengger nyaman di atap rumahnya sendiri. Sebentar lagi pagi.

Mungkin berat badanku sedang turun, karena rupanya pagar kayu rapuh itu tidak patah sama sekali sampai aku tiba di dalam.

Celingak celinguk, tidak kutemukan kuda satu pun di dalam sini, tapi banyak tumpukan jerami di tiap sudut kandang. Aku akan bersembunyi di sana sampai pagi.

Seingatku, dari cerita Orie padaku tentang dunia luar, daerah ini penduduknya masih sedikit bahkan rumah pun bisa dihitung menggunakan jari, mereka menafkahi diri dan keluarga dengan bertani di ladang gandum, menyewakan kuda atau berkebun.

Pagi-pagi sekali biasanya mereka mulai meninggalkan rumah untuk menuju ke ladang atau kebun. Jaraknya cukup jauh dari sini, tapi jika paham arah, akan ada jalur menuju pusat kota menggunakan jalanan pintas yang berbatu.

Sepertinya ... aku tahu. Setiap kali keluar dari kediaman Oxley, kami tidak pernah menggunakan jalan belakang, tapi sesekali, saat tertentu kami akan melewati jalan tadi. Tempat di mana aku berlari melarikan diri dari rumah.

Jika coba kuingat sedikit lebih keras, aku pasti akan tahu.

Aku tidak bisa meminta salah satu sahabat terdekatku—Yeva Harland—untuk sekedar menjemputku di stasiun.

Namun aku bisa menyelamatkannya, sebelum menjadi sasaran orang pertama yang akan dicari keberadaannya karena diriku. Kukirim dia pesan singkat.

‘Sepekan ini sebaiknya kau tidak di rumah. Pergilah berlibur. Kutransfer uang sekarang, lalu segera pesan tiket pesawat dan siapkan kopermu. Jangan banyak tanya. Lakukan saja yang kukatakan. Sementara ini, jangan mengirimiku pesan atau meneleponku. Bila terlalu mendesak, katakan lewat surel saja.’

Yeva sudah pernah mendapat pesan seperti ini sebelumnya. Jika yang lalu aku memintanya pergi jauh dari kota ini karena perkara kakak-kakakku yang menyelesaikan sengketa tanah di dekat wilayah tempat tinggal Yeva, meski bukan rumah gadis itu, tetap saja aku tidak mau membuatnya melihatku dan keluargaku membereskan masalah itu dengan cara kami yang ekstrem, maka yang kali ini sedikit berbeda.

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang