Rhys mengeratkan cengkeramannya pada leherku, meski mulai terasa sakit, tapi tidak serta merta membuatku kesulitan bernapas. Masih bisa kutahan.
“Ya, aku cemburu.” Tidak tersenyum sinis seperti biasanya, Rhys mengakui hal itu seolah-olah sengaja untuk memprovokasiku. Membalas perbuatan dan ucapanku padanya.
“Seorang Kakak yang cemburu, karena adik perempuan satu-satunya akan segera menikah dan mungkin jatuh cinta pada suaminya?” Mataku menyipit penuh curiga, sambil mempertahankan kaki yang berjinjit dan kedua tangan yang mencekik leher Rhys. Kapan lagi aku punya keberanian sebesar ini?
“Cemburu pria terhadap wanitanya.” Rhys melepas cengkeraman, mengangkat tubuhku melalui dua ketiak di mana umumnya mencekik leher, namun dia punya cara berbeda.
Oh, aku bukan bayi!
Meski begitu posisinya, punggungku tetap menempel di balik pintu.
Rhys menatapku. Menontonku yang telanjang. Dari atas sampai bawah. Mengamati vagina-ku lamat-lamat, bahkan dengan kepalanya yang dimiringkan.
Aku berada sedikit lebih tinggi melewati kepalanya, dia mendongak. Menatapku sinis layaknya iblis. Aku membencinya, tapi tidak kuasa menolak sentuhannya.
“Kau ... kau tidak boleh begitu pada adik kandungmu, Rhys.” Bisa kulihat bagaimana dia seperti mengendusi vaginaku. Menjilati pelan, mengecup-ngecup berulang kali. Geli dan nyaris mendesah, kutekan kepalanya tanpa tahu harus apa lagi selain itu.
Lalu, apa sebutan yang cocok untuk pria aneh, gila dan mengerikan ini? Apa kau sungguh manusia, Rhys? Dan apa aku pantas disebut manusia?
“Begitukah? Apa karena aku Kakakmu, aku tidak boleh memilikimu hanya untuk diriku?”
“Ada apa denganmu? Kenapa berubah begini? Dulu, kau bahkan tidak menganggapku ada!” Marah, kuhentakkan kaki agar dia berhenti membuatku basah. Saat ini dia sedang bermain-main di bagian dalam pahaku. Menghisap dan mengecup.
“Itu dulu.”
“Apa bedanya? Dulu dan sekarang, kita kakak adik—aduuh!” Aku merosot jatuh. Rhys melepas tangannya dari ketiakku, begitu saja. Terduduk kaku karena pantatku membentur lantai. Mau mengumpat pun percuma.
Rhys duduk di tepi ranjang. Hanya dengan celana dalam hitam dia mengangkang seolah menungguku datang.
Aku benar-benar akan melahapmu, Rhys!
Merangkak, aku mendekatinya dengan seringaian khas hewan buas saat mengenali mangsanya. Bokong yang kesakitan tidak lagi kurasakan, karena fokusku adalah mematahkan kepercayaan diri seorang Rhys. Agar dia tahu, aku pun bisa membuatnya klimaks bahkan cuma lewat mulut.
Menyelinap masuk di antara dua kakinya yang terbuka lebar, kupegangi pahanya yang ramping, sambil memberi pijatan lembut. Makin lama, makin mendekati kejantanannya. Kami saling tatap. Aku duduk di bawah sini dan dia menjambak rambutku secara spontan, ketika tanganku menarik celana dalamnya dari samping.
“Akh!” Yang kukeluarkan adalah erangan kesakitan sekaligus kenikmatan. Sampai sini, apa dia masih kuat bertahan?
“Kau yakin, ZeeZee?”
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑
Romance𝟐𝟏+ 𝐀𝐫𝐞𝐚 𝐝𝐞𝐰𝐚𝐬𝐚! ❝𝐌𝐞𝐦𝐚𝐢𝐧𝐤𝐚𝐧 𝐡𝐚𝐬𝐫𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐠𝐚𝐢𝐫𝐚𝐡𝐦𝐮 𝐬𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮𝐡 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐠𝐢𝐤𝐮.❞ ―𝐑𝐡𝐲𝐬 ❝𝐊𝐚𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐛𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐛𝐞𝐠𝐢𝐭𝐮 𝐩𝐚𝐝𝐚𝐤𝐮. 𝐀𝐤𝐮 𝐢𝐧𝐢 𝐀𝐝𝐢𝐤𝐦𝐮!❞ ―𝐙𝐞𝐞𝐙𝐞�...