Chapter 52

10K 1.3K 3
                                    

“Aku hamil.”

Kedua matanya fokus padaku setelah tadi terus memerhatikan bibirku. Dia tidak mengernyit seperti yang sempat kuperkirakan. Justru kedua tangannya kembali berada di tengkukku, serta ibu jari yang mengusap perlahan wajahku. Mencium keningku rupanya, lalu pipiku. Bergantian di kiri dan kanan. Berhenti tepat di depan bibirku.

“Jangan minta aku membunuhnya.” Nyaris hilang suaraku saat mengatakannya.

Ibu jari Rhys mengusap pelan bibir bagian bawahku. “Dia akan hidup. Sehat dan berumur panjang.”

Senyumku lebar, berubah jadi tawa saat dia memelukku erat. “Aku tahu kau akan membiarkannya melihatmu.”

“Aku harus jadi yang pertama,” bisiknya. Lembut, sedikit serak.

“Pasti. Kau akan ada di sana bersamaku untuk melihatnya datang ke dunia ini dan menyapa kita.”

Semakin erat pelukannya. Membuat segala keresahanku sirna seluruhnya.

“Ke mana kita selanjutnya?” tanyaku saat dia melepas pelukan dan menggenggam tanganku untuk dibawa melangkah di sisinya.

“Pulang.”

“Rumahmu?”

“Rumah Lui.” Sekilas dia melirikku.

“Kenapa bukan ke rumahmu?”

“Rumahku tidak lagi aman. David dan Tessa entah berada di mana saat ini. Para pembunuh bayaran mereka berkeliaran di sekitar kita. Berbaur bersama warga lokal, nyaris tidak dapat dikenali.”

Sungguh aku tidak takut. Rhys bersamaku, menggenggam tanganku dan berjanji akan jadi yang pertama untuk melihat bayi kami lahir. Itu sudah lebih dari cukup bagiku.

“Rumah Lui juga bisa saja tidak aman.”

“Sistem keamanan rumahnya telah diperbarui beberapa waktu lalu. Pertemuan dengan yang lain sudah aku atur untuk dilakukan di rumah Lui.”

“Dengan yang lain?”

“Mantan kakak-kakakmu.”

Kuayunkan lengan kami maju mundur tanpa melepas genggaman tangan. Dia menatap dan kutanggapi dengan senyum secerah matahari pagi. Aku tidak peduli pada apa pun, kecuali dirinya saja. Oh, tambahan. Bayi kami.

“Pulanglah bersama Lui lebih dulu. Aku harus memastikan beberapa hal. Nanti kususul.” Rhys menatap ke arah lurus di depan, pada datangnya sebuah Mercedes-Benz G-Class putih menawan yang mengarah langsung pada kami.

“Itu Lui?” Sebelum benar-benar tiba dan aku harus berpisah dari Rhys, kupastikan sesuatu karena dia sudah mengiyakan pertanyaanku. “Berjanjilah untuk kembali dalam keadaan hidup.”

Dia menarik dan memeluk pinggangku. Mencium bibirku sekilas, lalu berbisik. “Aku pasti naik ke tempat tidurmu malam ini.”

Tentu bahagialah hatiku mendengar janjinya. “Awas kalau terlambat.”

“Mengancamku?” Dia melepas pelukannya, satu alis terangkat tinggi dengan segaris senyum tipis.

“Tidak,” gelengku. “Mana aku berani.”

Aku terkejut mana kala jawabannya adalah keningnya yang sengaja diantuk pelan ke keningku. Jelas aku tertawa karena merasa dia romantis dengan caranya.

“Banyak-banyak tertawa. Penuhi nutrisimu dengan sangat dan hentikan kebiasaan mengumpat.”

Aku masih saja tertawa sampai Rhys membukakan pintu mobil untukku di belakang.

“Tidak bisakah kau biarkan dia duduk di depan bersamaku?” teriak Lui. Pasti bercanda, aku tahu.

“Cepat jalan atau kubuat penyok salah satu bagian mobil barumu ini.” Ancaman Rhys sangat serius untuk sekelas candaan Lui.

Lui terkekeh dan membuat isyarat hormat atasan, lalu mulai menjalankan mobil.

Sementara aku menurunkan kaca jendela, mengeluarkan kepala dan berteriak. “Akan kutunggu sampai tengah malam!”

Jawaban Rhys hanya anggukkan samar dan lambaian sekilas. Lalu sebelum aku bahkan kembali duduk tenang, dia sudah berbalik melangkah cepat. Kulihat juga sebuah jeep menjemputnya.

“Lehermu bisa sakit jika kau terus begitu.”

Aku baru sadar kalau kepalaku memang memutar. Diam saja dan duduk tegak lurus menatap ke depan.

“Rhys akan baik-baik saja. Membakar kediaman Oxley yang bahkan biasanya tidak dapat diserang oleh orang dalam sekalipun, dia dapat keluar dengan selamat. Apalagi ini. Dia hanya akan memeriksa seberapa banyak pembunuh bayaran yang bisa dia binasakan sebelum meminta mereka memberitahu keberadaan pasti David dan Tessa.”

Karena khawatir, aku memilih diam. Tidak bertanya, sebab aku tidak mau mendengar apa pun tentang hal-hal mengerikan yang bisa membuatku ketakutan.

“Mendadak kau bisu?”

Aku memajukan tubuh dan meninju pelan pundak belakangnya.

“Hei!”

“Kenapa sekarang kau jadi cerewet sekali, Lui?”

Terbahak, dia menangkap tanganku yang masih ingin meninjunya lagi dari belakang.

“Lui! Jangan bercanda! Kau sedang menyetir!” Kutahan diri agar tidak melawan. Sungguh khawatir akan keselamatan kami.

Dia melepas tanganku, kembali fokus dan menghindar dari sebuah sedan lawan arah. “Tumben sekali kau ketakutan begitu?”

“Ada nyawa dalam perutku, Lui. Bayi kami harus lahir dalam keadaan selamat dan sehat.” Kuusap perutku dengan lembut. Rasanya begitu menyayangi. Apa pun akan kulakukan agar bayiku dan Rhys tetap hidup.

“Oh, kau lemah sekarang.”

“Aku akan jadi ibu.”

“Jadilah ibu yang kuat, ZeeZee.”

“Aku akan begitu. Kau tidak perlu mengkhawatirkan aku.”

“Tentu aku mencemaskanmu.” Suara memelan, lembut.

“Kenapa?”

“Kau salah satu wanita yang kuinginkan melebihi rasa minatku pada Josy.”

Aku menyesal telah bertanya. “Kau tahu aku ini besar dan tumbuh bersama kalian. Di bawah tekanan David dan Tessa. Tentu saja aku tidak akan mudah mati begitu saja.”

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang