Chapter 30

15K 1.6K 5
                                    

Satu jam empat puluh menit lebih, aku tidak ingat berapa tepatnya. Sepanjang film berlangsung, aku terus terjaga, merasa ingin ke toilet. Rhys kurang ajar!

“Kakimu kebas?” Brady mengulurkan tangan selagi aku masih duduk, belum berniat untuk beranjak.

Bukan, tapi menahan keinginan untuk bergerak binal! Eeuh! “Yap. Aku perlu duduk sebentar lagi.”

“Kutemani kalau begitu.” Dia ikut duduk, lalu menoleh. “Rhys!”

Yang dipanggil mengangkat tangan, melambai tanpa melihat ke belakang, terus berjalan. “Kutunggu di mobil. Jangan lama.”

Aku juga ingin pergi! Toilet, toilet!

“Sayang, besok hari pernikahan kita.”

Tiba-tiba? “Ya, aku ingat.” Tertawa pelan, aku merasa nyaman bersama Brady saat Rhys tidak ada di antara kami.

“Untuk seorang calon mempelai wanita yang mengetahui bahwa calon mempelai prianya telah menghamili wanita lain, kau terlihat sangat santai. Seolah tidak terpengaruh sama sekali.”

Aku memilih tersenyum, daripada tertawa seperti yang disarankan oleh hatiku. “Kau ingin aku bagaimana? Marah? Mengamuk dan membunuh wanita itu?”

Brady mengusap kedua pipiku, hampir seperti menggosoknya. “Tidak. Kau tahu, bukan itu maksudku. Namun kupikir, normal jika kau marah dan menuntut penjelasan dariku.”

Huft. Aku tidak peduli, Brady tersayang. Aku cuma semakin tidak percaya padamu, walau tetap merasa nyaman saat berduaan denganmu. Aku hanya coba menjalaninya saja. “Okay. Jelaskanlah kalau begitu.”

Brady meraih tanganku kini. Tangan kanan, karena yang kiri sedang tak bersahabat. Berada di tempat seharusnya—sebelah kiri—agak berjauhan dengan gapaian Brady.

“Aku ... aku mabuk sekitar beberapa minggu lalu, setibaku di kota ini untuk keperluan pekerjaan. Sedikit stress karena beberapa sebab.” Brady bicara tidak terarah menurutku. Dia menjeda hanya untuk mengukir senyum bersalah padaku.

“Begitu saja?” Aku sungguh ingin ke toilet, Sialan!

“Oh, belum. Aku menyiapkan diriku agar penjelasanku terdengar masuk akal di telingamu.”

“Tidak perlu begitu. Katakan apa saja yang kau ingat soal kejadian itu. Aku memahaminya.” Senyumku mungkin terlihat terpaksa, tapi aku memang tidak ingin merasakan perasaan yang lebih jauh dan dalam bersama Brady. Kehamilan Audrey jadi kesalahan terbesar Brady padaku, sementara Rhys pun menjadi penghalang terbesar untukku menggapai perasaan baru yang coba ingin ketelusuri lebih jauh.

“... mabuk berat. ZeeZee? Kau sudah mengantuk?”

“Emm,” anggukku cepat. Yang kudengar cuma ‘mabuk berat’ dan yah, intinya begitu.

Dia bangun, tapi dalam posisi membungkuk karena membantuku untuk berdiri.

“Aku harus ke toilet dulu.”

“Kuantar.”

Aku sudah berdiri tegak, tidak apa. Cairan dari kewanitaanku tidak akan keluar tiba-tiba bila tidak ada rangsangan atau sentuhan dari Rhys. Jadi sekarang aku sedang sangat baik-baik saja. “Tidak apa, Brad. Tunggu aku di mobil. Aku tidak lama.”

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang