Chapter 22

17K 1.9K 4
                                    

Tidak kudengar jawaban, justru kurasakan bahwa kakinya ditarik paksa dari pelukan eratku.

“Jawab aku, Lui.”

Decak dan umpatan silih berganti keluar dari mulutnya, sebab kini dia melakukannya sambil menarik rambut di puncak kepalaku seperti tadi.

“Cari tahu sendiri. Lepaskan aku sekarang, ZeeZee.” Membungkuk sempurna, Luigi mendekatkan mulutnya yang mengancam itu ke telingaku.

Dengan pikiran tidak menentu, kugigit kakinya. Betis kurus, bukan tulang kering.

“Aakh!” Erangan marah dan kesakitan secara bersamaan menyentak kakinya hingga menendangku.

Yang terkena tendangan adalah perut, agak menyasar ke ulu hati. Kupikir, dia tidak serius melakukannya, karena rasanya yang tidak terlalu sakit. Mungkin belum.

Aku merangkak. Meski pelan, tidak ada niat untuk berhenti mau tahu sampai kudapatkan jawabannya.

“Sudah cukup. Kalian bisa saling membunuh jika dibiarkan.”

Aku menoleh, leherku terasa tercekik karena kerah belakangku diangkat sampai akhirnya pinggangku yang ditangkap kuat.

Brady!

“Pergilah sebelum ayahku melihatmu, Lui.” Brady tidak mengancam, bicara tanpa nada, biasa saja.

Luigi menurut. Oh, tentu saja. Mereka rekan. Rekanan seks. Bersama Josy Wolfe, tentunya.

Kehabisan kata-kata, kepalaku seakan berputar-putar, lalu kutepis pelukan Brady padaku untuk bersandar ke tembok.

“Rhys juga?” Malah itu yang terlontar dari bibirku, kala melihat Luigi pergi dengan mobil hitamnya. Jawaban yang harus kucari sendiri.

Sejak tadi Brady diam menontonku. Tidak bergerak setelah kutepis tangannya atau mengumpatiku atas sikapku yang tidak tahu terima kasih.

“Tidak,” gelengnya. Terlihat tanpa pikir-pikir.

“Kau tahu maksudku?”

Dia tersenyum segaris, sedetik. Memalingkan wajah dan menatap ke segala arah entah untuk memastikan apa.

“Rhys tidak ikut seks bersamaku, Josy atau Luigi.”

Tidak semudah itu aku percaya, sialan!

“Bergantian, barangkali?” Napasku sedikit sesak. Entah karena pertanyaanku atau efek dari tendangan Luigi.

Tawa Brady seperti ingin marah, tapi dia tidak kesal saat menjawab.

“Rhys tidak akan melakukan sesuatu yang menurutnya tidak menarik.”

Mustahil. “Biasanya, para pria bersedia melakukannya asal dengan sahabat sesama pria yang dekat. Josy pasti dengan senang hati melakukannya juga. Itu hal yang sangat menarik, Brady.”

Brady tetap di sana. Mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh, terlihat memaksa mengucapkan sesuatu, mungkin dengan cara terlembutnya padaku.

“Hentikan, ZeeZee. Kita akan segera menikah. Tidak perlu mendebat hal yang tidak penting.”

“Tidak penting?” Kurasa aku terlalu berlebihan, tapi tidak terima disalahkan.

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang