Tidak mengherankan. Rhys memang banyak disukai, bahkan dikagumi oleh para pria. Aku tidak cemburu. Tidak cemburu. Tidak—
“Huuek!” Mual lagi. Terus mual, sampai aku membungkuk. Tidak muntah. Hanya mual sampai rasanya pusing.
Peony terus meributkan keadaanku. Membantuku dengan menyusupkan tangan melalui kerah belakang, lalu menggosok-gosok kulit tengkukku hingga sendawa keluar lewat mulutku.
“Kau masuk angin, ya? Apa yang—”
“Diam, Py. Aku sedang berkonsentrasi memuntahkan isi perutku.”
Bisa kulihat wanita manis itu memutar bola matanya karena kesal dengan penuturanku. Padahal memang tidak ada yang perlu kulakukan sampai harus memuntahkan yang tidak bisa keluar sama sekali.
Cuma mual. Sama seperti sebelumnya. Hanya mual-mual tanpa muntah.
“Bagaimana?” Peony bertanya karena posisiku sudah kembali seperti semula. Berdiri tegak, merapikan diri.
“Tidak bisa keluar.” Aku menggeleng. Sepertinya tidak perlu kukatakan kalau rasa mualku muncul mendadak karena Peony yang tiba-tiba mengungkapkan isi hatinya mengenai bagaimana perasaan suka dan kagumnya pada Rhys.
Aaa ... mungkin calon bayi kami tidak menyukainya. Rasanya aku ingin terbahak-bahak mengetahui fakta ini jika ternyata benar.
“Kalau begitu, sebaiknya kita kembali. Tuan Bryan memintaku ....”
Tidak kupedulikan omongan Peony karena kulihat di kejauhan, sekitar dua puluh meter, ada pengendara sepeda motor melaju kencang ke arah kami. Mencurigakan. Dia mengenakan helm dengan kaca gelap. Terlihat ancang-ancang mengeluarkan sesuatu dari sakunya.
Kudorong Peony ke arah pinggir agar dia yang tidak tahu apa-apa setidaknya terhindar—oh, si pengendara sepeda motor itu mengerem mendadak. Bannya sampai berdecit dan dia berhenti sambil kudengar gerutuan Peony di belakangku.
Tidak ada yang dia keluarkan dari saku jaketnya. Padahal aku yakin tadi benar melihatnya.
“Hei, kenapa kau mendorongku, ZeeZee?” protes Peony. Kekesalan yang kemudian jadi bahan tertawaan. Helm si pengendara sepeda motor itu dilepas dari kepala, sekaligus tawanya terdengar.
Lui? Hei, kenapa dia ada di sini? Bukankah tempat ini sulit dijangkau—
“Ternyata kau lebih bahagia tinggal bersama keluarga Stoker, hmm?”
“Ti—”
“Ya, begitulah, Tuan Luigi. Seperti yang kau lihat.” Peony menyelaku dan baru kusadari bahwa itu bukan pertanyaan yang ditujukan untukku.
Lalu kini Lui menatapku. “Ayo, ikut denganku. Kita jalan-jalan sebentar.”
Tentu saja aku mau. Dicegah pun aku pasti pergi. Suasana hatiku sedang sangat tidak bagus.
“Nona ZeeZee!” Peony bergerak sesuai dugaanku. Mencegahku pergi.
“Katakan pada Brady kalau aku pergi bersama Lui. Tidak akan lama. Dia pun pasti mengerti. Atau kau boleh memberitahu Bryan sebagai ganti Brady.” Kutarik tanganku dari pegangannya. Mungkin Brady atau Bryan memang meminta Peony mengawasiku. Namun tidak kuizinkan jika harus menguntitku ke mana pun aku ingin pergi.
Lui menantiku dengan gaya angkuhnya di atas sepeda motor. Ketika aku mendekat, helm di tangannya malah berganti tempat. Menjadi masuk ke kepalaku. Mengaduh sambil meninjunya yang tertawa-tawa, aku tidak pernah menduga bahwa kami punya satu saja koneksi yang bisa membuat kami terlihat akrab dan dekat seperti sekarang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑
Romance𝟐𝟏+ 𝐀𝐫𝐞𝐚 𝐝𝐞𝐰𝐚𝐬𝐚! ❝𝐌𝐞𝐦𝐚𝐢𝐧𝐤𝐚𝐧 𝐡𝐚𝐬𝐫𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐠𝐚𝐢𝐫𝐚𝐡𝐦𝐮 𝐬𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮𝐡 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐠𝐢𝐤𝐮.❞ ―𝐑𝐡𝐲𝐬 ❝𝐊𝐚𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐛𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐛𝐞𝐠𝐢𝐭𝐮 𝐩𝐚𝐝𝐚𝐤𝐮. 𝐀𝐤𝐮 𝐢𝐧𝐢 𝐀𝐝𝐢𝐤𝐦𝐮!❞ ―𝐙𝐞𝐞𝐙𝐞�...