Chapter 3

49.5K 4.2K 3
                                    

Sialan.

Tom membantingku dengan kekuatan penuh. Menyebabkan rok pensil ketat pemberian Rhys, robek pada bagian kiri.

Seharusnya tulung belakangku terancam. Namun karena aku berantisipasi dengan hal itu, kuubah posisi ketika dia membanting tubuhku ke lantai.

Miring ke kiri. Sehingga lututku terlalu kuat menahan di lantai, sedikit menyeret agar tidak jatuh dalam posisi menyedihkan di depan Rhys. Itu sebabnya rok ketat ini jadi robek.

Tak apa. Biar saja jadi begini. Rhys tidak perlu melihat bagaimana menyedihkannya posisiku andai tadi terlihat seperti keinginan Tom. Meski pria itu tidak bisa melihat, dia pasti berharap dan yakin aku jatuh dalam keadaan menyedihkan.

Tom tidak berhasil membuatku menyerah, ketika kusadari bahwa paha sedikit di atas lututku terlihat dengan sempurna sekarang. Kali ini, aku merasa beruntung dia buta, jadi cuma Rhys yang bisa melihat kulit sepanjang pahaku yang terbuka.

Sebenarnya, untuk apa aku berpenampilan begini? Si berengsek Tom bahkan tidak bisa melihatku.

Tom Jhon Parera kini berteriak-teriak kasar dalam bahasa asing. Aku sedikit tahu artinya. Dia menginginkanku keluar dari ruangan ini. Meski begitu, dia tetap duduk di kursi berlengannya.

“Diam dan tenanglah, Tom.” Aku bangun dalam gerakan cepat dan kembali menghampirinya.

Jangan gagal. Tidak boleh gagal! Rhys akan menghukumku. Rhys bisa membunuhku! Dia Mengamati dan mengawasi setiap celah yang mungkin bisa membuatku berpotensi kalah.

“Wanita jalang sialan, keluar kau dari sini!” Tom sudah kembali pada bahasa aslinya. Menunjuk-nunjuk menggunakan telunjuknya yang tidak akan pernah tepat sasaran ke arahku. Ke sana kemari.

“Tidak, tidak. Kau tidak bisa mengusirku dulu. Ada yang harus kau lakukan untukku, Sayang,” tolakku lembut, ramah dan berusaha manis.

Kudekati dia lagi, sambil mengelus wajahnya. Namun sepertinya aku harus sangat bersabar saat mendapatkan tangan besarnya menepis dengan kasar ke arahku. Nyaris, nyaris saja mengenai wajahku.

“Setelah berani menipu, kau mencoba meminta sesuatu dariku?” Wajahnya merah padam, meraung dan menggeram.

“Sayang ... ini aku, Cika. Kenapa kau menuduhku menipumu?” Aku mengeluarkan suara wanita tertindas dan lemah. Sehingga aku sadar, aku menyadarinya, ada rasa mual yang memenuhi tenggorokan dan mulutku sekarang.

“Cika katamu? Hei, Jalang! Siapapun kau, jangan coba menipuku dengan langkah kaki lambat dan ketukan teratur seperti itu. Atau menyemprotkan parfum yang sama persis dengannya. Kau bukan Cika!” Dia berteriak lagi dengan tubuh yang sudah berdiri refleks melangkah maju. Walaupun sempat terhuyung, dia tampak baik-baik saja.

Aku mundur, berbalik dengan cepat, berjalan ke arah Rhys dengan emosi teratur di kepalaku. Ketukan kaki yang tak kupedulikan lagi nadanya, menjadi awal penyesalanku karena tak becus dalam tugas pertama yang diminta kakak tertuaku agar jangan sampai gagal.

Gagal? Kurasa begitu.

Kenapa juga aku membiarkan Rhys memilih sepatu ini sebelum datang ke hadapan Tom? Pria itu memang buta, tapi dia jelas tahu aku bukanlah kekasihnya.

Tom Jhon Parera. Dia memang gila seperti yang diberitakan, tapi tidak bodoh. Meski gampang tersulut emosi dan meledak-ledak.

Rhys menatapku dengan pandangan dingin seolah menembus sampai ke tulang-tulangku. Dia tidak bergerak sama sekali dari tempatnya dalam posisi yang masih seperti semula, tangan terlipat di depan dada.

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang