Chapter 16

20.6K 1.9K 3
                                    

“Memangnya, kekacauan apa yang telah kubuat?”

Kutanyakan itu setelah duduk di mobil bersamanya. Bahkan ini kendaraan yang nyaris tidak kukenali sebagai salah satu kendaraan koleksi milik Rhys.

“Melarikan diri dari rumah.” Konsentrasi yang tidak teralihkan sama sekali. Dia tidak menoleh saat menjawab.

Bibirku terasa kaku untuk tertawa. Terlalu banyak jejak Rhys di sini. Bahkan dalam rongga mulutku.

“Ayah dan ibu akan menganggapnya sebagai hal yang wajar.”

Rhys tidak bereaksi, apalagi memberi respon. Kupikir dia butuh alasan, tapi rupanya laju mobil yang memelan dan berhenti di pinggir jalanan sepi, membuatku sadar bahwa dia sama sekali tidak berniat menanggapi ucapanku barusan. Lengannya melewatiku, rupanya agar bisa membuka pintu di sisiku. Tidak pernah dia memperlakukanku seperti itu, membukakan pintu untukku.

“Turunlah. Temui dia.”

“Dia siapa?”

“Turun dan temui dia di penatu ujung jalan. Kau akan tahu nanti.” Rhys menggunakan dagu untuk memintaku keluar dari mobilnya.

“Rhys—”

Aku terdiam karena Rhys menghisap—bukan mencium—bibirku. Perlahan menjadi sakit dan terasa ngilu. Kuremas jaket parku-ku alih-alih menuruti keinginan hati untuk mencengkeram rambut di tengkuknya.

“Hidupmu aman, jika kau tetap diam, ZeeZee.”

Okay. Untuk sekarang aku memang diam. Sebab hisapannya di bibirku meninggalkan ingatan yang akan berkelana siang malam dalam otak kotorku, daripada tentang apa yang akan kualami.

“Kau akan membuangku?”

Rhys cuma menatapku, menepuk punggung tanganku dengan tidak sabar. “Pergilah. Waktuku tidak banyak. Aku orang sibuk, adikku.”

Sebentar. Aku tidak ingat pernah punya masa kecil bahkan remaja dengannya. Kami tidak memiliki kenangan manis bersama, layaknya sebuah keluarga. Hubungan kakak adik yang normal, tidak, aku tidak ingat sama sekali.

Rhys dan mobilnya sudah meninggalkanku di sini, tanpa ada orang-orang di sekitarku. Bukan pertokoan, lebih mirip sebuah kawasan. Seperti persimpangan.

Hujan makin deras rupanya, jadi kucari tempat berteduh dengan berlari langsung menuju penatu yang telah Rhys sebutkan. Di ujung jalan.

Bangunan tua dengan papan nama di bagian tengahnya, Apple Blossom. Kepalaku memang sedang mendongak melihat ke lantai dua, sehingga salahku ketika pintu penatu terdengar terbuka, aku tidak sempat melihat apalagi mengelak.

Rasanya, aku harus siap akan risiko kepala terbentur lantai dengan kuat.

Seperti melayang, aku merasakan udara dingin menerpa wajahku, tapi tubuhku ditarik cepat hingga rasa seolah-olah mengambang itu segera hilang.

“Mo—ZeeZee?”

Aku mengerjap. Bingung sejenak.

“Hei, duduklah dulu.” Dia berdiri di depanku, sedikit membungkuk. Dari sikapnya, dia terlihat seperti sedang memastikan keadaanku.

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang