Chapter 43

12K 1.5K 27
                                    

Brady memang mengalah ketika mendadak aku mual-mual lagi. Namun yang kali ini tidak muntah. Hanya rasa mual dan pusing.

“Kau tidak bisa mencium aroma parfumku?”

Apa? Em, kurasa ya. Penyebab mual dan pusingku karena tiba-tiba terhirup aroma Brady yang memang duduk berlutut cukup dekat denganku. Tadi di mobil pun begitu.

“Bagaimana kau bisa langsung tahu bahwa hal itu penyebabnya?” Kutanyakan itu padanya yang langsung mundur sejauh lima meter dariku, setelah dia bangun buru-buru dari posisi berlututnya tadi.

“Audrey juga begitu.”

“Padamu?” Itu terdengar mengejutkan bagiku.

“Bukan. Justru dia sangat menyukai aroma tubuhku. Dia mual-mual setiap kali mencium bau makanan.”

Sebenarnya, sebab pemicu kami tidak mirip, hanya kondisinya saja. Namun untuk sekelas Brady yang cepat peka, rasanya tidak mustahil dia langsung bisa menyimpulkan bahwa aku merasa mual karena wangi parfumnya.

“Aku hanya perlu menutup hidungku jika kau tidak tersinggung.” Bukan maksudku aku tidak mau berjauhan dengannya, tapi situasi saat ini tidak seperti ketika aku tahu arah mana yang harus kutuju.

“Tidak masalah. Ayo, bergegas.” Brady mendekat. Aku siap menutup hidung. Aroma parfumnya memang menyengat. Baru kusadari hal itu sekarang. Sebelumnya tidak pernah masalah soal aromanya. Bahkan menurutku biasanya wangi Brady sungguh menenangkan.

Kami sudah di pesawat saat kulihat langit mulai berwarna jingga kekuningan. Brady permisi ke toilet tadi, selagi kunyamankan posisi dudukku.

Belum apa-apa aku sudah merindukan Rhys. Kuusap perutku dalam keadaan sadar bahwa sesuatu yang katanya ‘hidup’ di dalam sini mungkin juga sedang merasakan hal yang sama denganku.

Aroma karamel campuran vanilla mendadak tercium di hidung. Asal aromanya—“Brady?” Pria itu yang rupanya muncul, lalu duduk di sisiku dengan pakaian baru dan wajah segar serta wangi yang memikat.

“Bagaimana?”

Aku tersenyum untuk menghargainya. “Perpaduan karamel dan vanilla benar-benar tepat. Aku jadi lapar, Brad.”

Brady tertawa, mengedipkan sebelah matanya, lalu sedikit mendekat padaku. “Aku bersedia dimakan olehmu.”

Kutinju pelan bahunya. Dia bercanda dan aku pun begitu. “Serius, aku ingin makan kentang rebus.”

“Kentang rebus?”

“Iya. Kentang rebus dengan sedikit taburan garam.” Menelan ludah, rasanya begitu ingin memakannya sekali lahap.

“Okay. Biar kuminta mereka menyiapkannya untukmu.”

Kutahan lengan Brady yang bersiap pergi. “Jangan dikupas kulitnya.”

“Tentu. Apa pun maumu, Sayang.” Brady tersenyum dengan usapan tangan di puncak kepalaku.

Aku tidak perlu menahan perasaan itu terlalu lama, sebab dalam waktu singkat, beberapa kentang rebus di dalam wadah dengan sebotol garam muncul di hadapanku.

Tapi ... kenapa perasaan itu mendadak pergi? Seketika aku tidak berminat lagi dengan kentang rebus yang masih panas, mengeluarkan asap di udara ini.

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang