Berteriak pada Rhys, ibu terlihat sangat marah. Cepat bergerak untuk berlutut di lantai dan memeriksa keadaan wanita lancang itu yang kini terbaring dalam kondisi pingsan.
“Dia tidak akan mati.” Rhys pergi meninggalkan kursinya. Melangkah ke arah di mana ayah masih duduk tenang sambil memperhatikan.
“Tidak mati, tapi bahunya berlubang,” kata ibu. Tangan kirinya berlumuran darah, kepala wanita itu berada dipangkuannya dan tangan kanan sibuk di ponselnya. Dia menelepon dokter pribadi atau mungkin membawanya ke rumah sakit yang secara khusus melayani keluarga kami.
Gio terlihat shock. Tampaknya sebentar lagi dia akan muntah. Sedang menahan mual, lalu berbalik tubuh. Ckckck! Itu yang katanya akan melamarku untuk dijadikan istri? Sepertinya, dia akan sulit beradaptasi dengan keluarga ini.
Ludwig dan Luigi menertawai Gio, mewakili diriku. Mendatangi pria itu dan menyeretnya keluar. Ayah bergeming ketika calon menantunya dibawa paksa dari hadapannya. Sepertinya, koneksi antara ayah dan Gio telah terputus.
Wajahku masih berdarah. Bau dan hangatnya begitu terasa. Selagi aku mengusap mukaku dengan serbet yang ada di depanku, kudengar Rhys berkata.
“Sekali lagi saja Ayah dan Ibu bertindak tanpa bicara padaku, aku tidak segan melubangi kepala mereka yang bersangkutan.”
Dua petugas medis masuk ke ruang makan dengan tandu. Ayah terlihat menahan diri untuk menjawab Rhys. Sementara kakak-kakakku yang tersisa semuanya sibuk sendiri.
Leon di sisiku memangku tabletnya. Memunggungi arah terbaringnya tamu kami di lantai. Lalu Hugo, dia bermain game di ponselnya. Serius, tapi sesekali melirik ke arah Rhys. Terakhir, Adorjan memilih menjawab panggilan telepon ke sudut ruangan. Menikmati waktunya di sana.
Tandu berisi tubuh mungil wanita itu dibawa pergi oleh petugas medis, tapi ibu rupanya tidak menyusul. Malah mendatangi putra pertamanya.
“Sudah saatnya kau memberi kami cucu, Rhys. Audy adalah pilihan terbaik saat ini.”
“Lima adikku masih bisa diharapkan. Minta mereka membuat dan membawakan masing-masing cucu untuk Ibu,” balas Rhys. Sengit, tapi tetap tenang.
“Aku membicarakanmu, Rhys. Adik-adikmu tidak perlu. Mereka mudah diatur. Kau, kau yang paling sulit kumengerti.” Ibu menunjuk putranya. Kesal yang mungkin sudah di puncak kepala.
“Jangan repot-repot, Bu. Aku tahu ini bukan khusus tentangku. Apa yang Ibu minta dari Audy?”
Meski semua yang tersisa di ruangan ini sibuk dengan diri masing-masing, tapi kuyakin, mereka sama sepertiku. Mendengarkan, mengamati.
“Wanita yang sedang terobsesi itu mengerikan, Rhys. Dia bahkan rela membunuh demi agar bisa memilikimu.”
Apa? Aku sungguh tidak tahu soal ini. Siapa yang terobsesi? Wanita tadi? Berarti dia—
“Aku tidak peduli. Batalkan kesepakatan kalian. Kembalikan apa yang telah Ibu ambil darinya,” perintah Rhys. Pelan, tenang, penuh kehati-hatian.
Padahal, aku mengira dia pasti akan meledak-ledak. Tapi, kapan dia pernah seperti itu? Sejauh yang kulihat, tidak pernah. Rhys setenang air di permukaan danau.
“Ibu tidak mengambil apa pun darinya. Audy hanya menawarkan pengabdian, Rhys. Dia bersedia menjadi pengikut setia keluarga kita dengan memberikan nyawanya. Loyalitas yang luar biasa sekali, bukan? Audrey Mika Dawson jelas lebih berpotensi menjadi bagian dari keluarga Oxley dibandingkan dengan Megan Laura Dawson.
Sudah seharusnya kau memiliki istri yang juga punya keahlian di bidang yang sama denganmu. Meski mustahil menyaingimu, tapi setidaknya dia terbiasa dan memahami situasi keluarga kita.”
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑
Romance𝟐𝟏+ 𝐀𝐫𝐞𝐚 𝐝𝐞𝐰𝐚𝐬𝐚! ❝𝐌𝐞𝐦𝐚𝐢𝐧𝐤𝐚𝐧 𝐡𝐚𝐬𝐫𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐠𝐚𝐢𝐫𝐚𝐡𝐦𝐮 𝐬𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮𝐡 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐠𝐢𝐤𝐮.❞ ―𝐑𝐡𝐲𝐬 ❝𝐊𝐚𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐛𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐛𝐞𝐠𝐢𝐭𝐮 𝐩𝐚𝐝𝐚𝐤𝐮. 𝐀𝐤𝐮 𝐢𝐧𝐢 𝐀𝐝𝐢𝐤𝐦𝐮!❞ ―𝐙𝐞𝐞𝐙𝐞�...