Chapter 19

19.1K 1.8K 2
                                    

Rhys!

Terbangun, terengah dan berdebar. Vaginaku basah, sebasah-basahnya. Gila kau, ZeeZee! Kenapa kau memanggilnya dalam tidurmu?

Terduduk bingung dan membiarkan selimut tebal merosot dari tubuhku selagi menjambak rambut depanku, segala pikiran kotor berkumpul dengan cepat.

Aku yakin—sebentar. Kapan kamar ini tiba-tiba jadi gelap gulita begini? Listrik padam, sepertinya.

Di mana ponselku? Bra dan celana dalam? Ah, sial!

Aku tidak yakin Brady sudah pulang. Rasanya dia baru pergi sebentar. Di dapur mungkin ada lilin.

Menurunkan kaki dari tempat tidur dengan meraba-raba sekitar, aku berjalan pelan setelah yakin bahwa yang kuinjak benar-benar lantai.

Selimut kutinggalkan. Biar saja begini. Telanjang sambil berkeliaran di dalam rumah bukan suatu tindak kejahatan. Lagipula, Brady belum pulang dan situasi gelap gulita.

Meraba lagi, aku nyaris tersandung kakiku sendiri, tapi berhasil kutangani dengan keseimbanganku yang menurut Rhys, payah.

Rhys lagi, Rhys lagi! Rhys berengsek! Bajingan! Sialan!

“Aduh!”

Keningku lebih dulu menabrak sesuatu. Oh, kayu. Ini pintu setelah kuraba. Masih bagus bukan tembok, tapi tetap sakit luar biasa.

Pandanganku dalam gelap mendadak berkunang-kunang. Terhuyung, kehilangan arah dan keseimbangan, aku pasti jatuh—

“Oh! Siapa—”

“Ssst, tenang.”

Suara detak jantungku terasa memenuhi pendengaranku kala mendengar suaranya. Kakiku lemas dan tubuhku pun merasakan hal yang sama. Kedua tanganku—secepat seseorang yang ahli melakukannya—dibawa ke belakang punggungku, seolah aku ini kriminal yang harus segera dibekuk.

Rhys! Sejak kapan dia di sini? Sudah berapa lama dia bersamaku? Aku yakin tidak ada suara yang bisa kudengar dan tidak ada aroma yang dapat kuendus di sekitarku.

Demi apa pun di dunia ini, aku tahu itu dia dan aku sangat mengenali segala bentuk sentuhannya padaku. Mudah bagiku untuk mengingat, sangat sulit jika diminta melupakan.

Aku ingat dengan jelas setiap sentuhanmu padaku, Rhys!

Dia menekan tubuhku ke pintu. Mendesak dirinya pada bagian belakangku. Menggesek lembut, tapi terasa kasar.

“Rhys,” rengekku entah terdengar manja atau mengiba. Kurasa aku mendapatkan sesuatu.

Rangsangan yang berhasil. Aku bergairah dalam sekejap!

“Akhirnya kau bebas. Ini yang kau mau, ‘kan?”

“Ya—emm, tidak.” Aku menggeleng bingung. Gelombang panas dan menginginkan lebih yang kurasakan saat ini, menyerang setiap titik sensitifku. “Rhys, jangan sentuh di sana, kumohon.” Menghindar, aku begitu khawatir sampai mengaliri tangannya lagi dengan cairanku.

Kedua tanganku yang dikunci ke belakang punggung, membuatku tidak bisa melakukan apa pun. Rhys menyentakku, tapi bukan penyatuan. Dia tidak sedang memasuki diriku.

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang