“Kau yakin bisa?”
Aku tidak akan munafik, tapi aku coba mempertahankan sedikit harga diri. “Meski tidak yakin, aku akan berusaha.”
“Itu tidak semudah ambisimu, ZeeZee.” Ejekan tanpa perlu bersusah payah memperlihatkan tampang menghina. Bisa terduga lewat tatapan mata. “Belum apa-apa kau sudah basah. Bagaimana jadinya jika kau melihat aku telanjang di depanmu?”
“Stop!” Sekarang, aku punya keberanian yang lebih dari sebelum-sebelumnya. Bodoh, jika mau terus merasa ngeri padanya yang telah mengobrak-abrik inti tersensitifku. Telapak tanganku terangkat di udara, menahan napas dan melotot.
Dan dia tertawa melihat kefrustrasianku. Menatapku lekat sebelum akhirnya berbalik dan membuka pintu tanpa mengatakan apa pun, selain tatapannya yang mengartikan ‘kau kalah’ padaku, lalu pintu tertutup setelahnya.
Aku pun sama. Berbalik, menuju—pintu terbuka lagi, membuatku terkejut karena Rhys masuk kembali dan handukku terlepas dari tubuhku. Bukan sengaja, sumpah!
Rhys mengulurkan tangan begitu cepat, membekap mulutku, ketika aku ingin bersuara alih-alih berteriak karena terkejut.
Mata kami saling bertatapan. Ketelanjanganku sama sekali—sepertinya—tidak berpengaruh untuknya yang sudah berdiri di depanku, berjarak beberapa jengkal.
Dia tidak menyentuhku sama sekali, selain hanya membekap mulutku. Kenapa? Aku tidak tahu.
“Brady berkeliaran di sekitar sini.” Dia memberitahu tanpa berbisik. Matanya seolah bicara. Aku yakin, dia menginginkanku. Namun menahan diri, entah dari apa.
Bekapannya di mulutku melonggar. Ditarik tangannya dariku, lalu berjalan lagi ke arah pintu. “Jangan pikirkan hal lain. Fokus pada pernikahanmu besok. Setelahnya, kau bebas.”
“Bebas? Maksudmu?” Jangan bilang bahwa sikap dan sifatku tidak mengalami kemajuan. Sekarang aku jauh lebih berani. Kucegah dia pergi dengan menahan lengannya.
Dia menatapku yang sudah terbalut kuat dengan handuk yang ujungnya terselip di lipatan dekat ketiak. Mata itu kemudian terpaku pada cengkeramanku di lengannya.
“Jelaskan. Aku cuma butuh itu saja sebelum kau pergi.”
Tatapan itu akhirnya hanya tertuju padaku. “Bebas dari keluarga Oxley.”
“Apa artinya itu, Rhys? Aku masih ingin paham lebih jauh lagi.” Karena sekadar lepas dari ayah dan ibu sudah kurasa sejak kemarin-kemarin.
“Ayah dan ibu tidak bisa ikut campur. Sebab sebelum hari ini, mereka berdua sempat menolak keinginan Brady menikahimu.”
“Aku tidak puas ....” Kami bertatapan, sangat intens sehingga bagiku atmosfernya menjadi berbeda hingga tidak kuasa kusambung ucapanku barusan.
“Kapan kau akan merasa puas, ZeeZee? Setelah bercinta denganku?”
Rasanya terbakar karena malu, begitu cepat merambat ke telinga dan wajahku. Berkacak sebelah pinggang, aku berbalik, buru-buru menjauhinya untuk memakai kaos.
Sempat kudengar Rhys terkekeh pelan, sebelum akhirnya benar-benar pergi. Menutup pintu dan setengah berlari kuhampiri untuk kukunci agar kejadian serupa jangan sampai terulang lagi.
Gelisah tidak menentu, kudapati pesan singkat dari Yeva setelah sekian lama rasanya.
Yeva: Kau di mana? Ayo, bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑
Romance𝟐𝟏+ 𝐀𝐫𝐞𝐚 𝐝𝐞𝐰𝐚𝐬𝐚! ❝𝐌𝐞𝐦𝐚𝐢𝐧𝐤𝐚𝐧 𝐡𝐚𝐬𝐫𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐠𝐚𝐢𝐫𝐚𝐡𝐦𝐮 𝐬𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮𝐡 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐠𝐢𝐤𝐮.❞ ―𝐑𝐡𝐲𝐬 ❝𝐊𝐚𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐛𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐛𝐞𝐠𝐢𝐭𝐮 𝐩𝐚𝐝𝐚𝐤𝐮. 𝐀𝐤𝐮 𝐢𝐧𝐢 𝐀𝐝𝐢𝐤𝐦𝐮!❞ ―𝐙𝐞𝐞𝐙𝐞�...