Hening di luar sana, saat aku sudah mengunci pintu kamar dengan gerakan pelan, berusaha tidak meninggalkan bunyi apa pun. Suara langkah pun tidak terdengar, meski telah kutempelkan telinga di balik pintu untuk menguping.
Aku gemetar ketakutan, karena Rhys jelas jauh lebih menakutkan.
Saat tadi aku melihat mobil yang biasa mengantarkan ibu ada di sekitar sini, tidak seberapa jika dibandingkan dengan yang kualami sekarang.
Aku tahu akan ada saat seperti ini terjadi. Di mana aku ketahuan, tertangkap. Namun tidak kusangka secepat ini.
Berdiriku spontan luruh ke lantai, ketika terkejut setengah mampus saat jendela kaca pecah dalam sekali lemparan.
Panik, aku berdiri cepat, lalu berniat melarikan diri dengan memutar kunci untuk—
“Tetap di situ, ZeeZee. Aku tidak sedang main-main denganmu.”
Seluruh tubuhku yang pada dasarnya sudah gemetaran sejak melihat kedatangannya, semakin lemas tidak berdaya begitu menoleh dan menemukan sosok Rhys melompat masuk lewat jendela, tanpa kesulitan sama sekali.
“Aku merindukanmu, adikku.” Tidak lembut, tapi tidak kasar juga, ungkapan perasaannya malah terasa menakutkan.
Sok berani, aku berdiri tegak menempel di pintu seperti cicak. Melawan tatapannya yang sedang mendekatiku, makin dekat.
“Aku tidak akan kembali.”
“Aku memang tidak berniat membawamu pulang,” balasnya santai. Sekarang, tubuhnya sudah merapat padaku, sambil lengan besarnya itu melingkari pinggangku, lalu menarikku lebih dekat dan menempel padanya.
Kurasakan sensasi aneh itu lagi. Membuat merinding, menaikkan hasrat, mendamba. Gila! Kenapa tubuhku begini? Reaksinya harus ya, seperti ini?
“Malah lebih bagus saat kau memutuskan lari dari rumah, ZeeZee.” Bibirnya turun, mengecup cepat telingaku dan berbisik. “Kita bebas. Bebas melakukan apa pun di luar sini.”
“Maksudmu?” Pura-pura bertanya, padahal aku tahu bahwa tujuannya sudah pasti—
“Aku bebas menyiksamu, kau bebas melawanku, bahkan aku bisa sesuka hatiku menghabisi nyawamu kapan pun aku menginginkannya, ZeeZee. Tanpa perlu mendengar larangan atau nasihat dari ayah ibu tentang apa yang sebaiknya kulakukan pada pembangkang sepertimu.”
Bukan. Pikiran kotorku melayang-layang, sampai aku merasa marah, lalu punya keberanian mendorong tubuhnya dariku.
“Aku akan lari lagi, setiap kali punya celah.”
Rhys menyeretku, benar-benar menyeretku dengan menarik kerah bajuku dan membantingku ke atas kasur.
“Lakukan, ZeeZee. Aku menantikan semuanya.” Rhys mengurungku dengan tubuh dan kedua tangan yang berada di sekitarku.
“Menjauh dariku.”
Dia tertawa, pelan, menakutkan. Tangannya menarik turun jeans ketatku. Aku diam, tidak menolak. Ini luar biasa aneh, karena aku pun mendadak terbawa oleh suasana.
“Rhys,” panggilku bukan berarti aku memintanya untuk berhenti. Aku cuma ....
“Apa? Sudah tidak tahan? Aku tahu kau tidak punya niat menolakku.” Rhys tersenyum sinis, sudah melempar jeans-ku dan kembali mendekat padaku. “Katakan. Apa yang kau mau?”
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑
Romance𝟐𝟏+ 𝐀𝐫𝐞𝐚 𝐝𝐞𝐰𝐚𝐬𝐚! ❝𝐌𝐞𝐦𝐚𝐢𝐧𝐤𝐚𝐧 𝐡𝐚𝐬𝐫𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐠𝐚𝐢𝐫𝐚𝐡𝐦𝐮 𝐬𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮𝐡 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐠𝐢𝐤𝐮.❞ ―𝐑𝐡𝐲𝐬 ❝𝐊𝐚𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐛𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐛𝐞𝐠𝐢𝐭𝐮 𝐩𝐚𝐝𝐚𝐤𝐮. 𝐀𝐤𝐮 𝐢𝐧𝐢 𝐀𝐝𝐢𝐤𝐦𝐮!❞ ―𝐙𝐞𝐞𝐙𝐞�...