Chapter 14

24K 2.2K 7
                                    

Hening di luar sana, saat aku sudah mengunci pintu kamar dengan gerakan pelan, berusaha tidak meninggalkan bunyi apa pun. Suara langkah pun tidak terdengar, meski telah kutempelkan telinga di balik pintu untuk menguping.

Aku gemetar ketakutan, karena Rhys jelas jauh lebih menakutkan.

Saat tadi aku melihat mobil yang biasa mengantarkan ibu ada di sekitar sini, tidak seberapa jika dibandingkan dengan yang kualami sekarang.

Aku tahu akan ada saat seperti ini terjadi. Di mana aku ketahuan, tertangkap. Namun tidak kusangka secepat ini.

Berdiriku spontan luruh ke lantai, ketika terkejut setengah mampus saat jendela kaca pecah dalam sekali lemparan.

Panik, aku berdiri cepat, lalu berniat melarikan diri dengan memutar kunci untuk—

“Tetap di situ, ZeeZee. Aku tidak sedang main-main denganmu.”

Seluruh tubuhku yang pada dasarnya sudah gemetaran sejak melihat kedatangannya, semakin lemas tidak berdaya begitu menoleh dan menemukan sosok Rhys melompat masuk lewat jendela, tanpa kesulitan sama sekali.

“Aku merindukanmu, adikku.” Tidak lembut, tapi tidak kasar juga, ungkapan perasaannya malah terasa menakutkan.

Sok berani, aku berdiri tegak menempel di pintu seperti cicak. Melawan tatapannya yang sedang mendekatiku, makin dekat.

“Aku tidak akan kembali.”

“Aku memang tidak berniat membawamu pulang,” balasnya santai. Sekarang, tubuhnya sudah merapat padaku, sambil lengan besarnya itu melingkari pinggangku, lalu menarikku lebih dekat dan menempel padanya.

Kurasakan sensasi aneh itu lagi. Membuat merinding, menaikkan hasrat, mendamba. Gila! Kenapa tubuhku begini? Reaksinya harus ya, seperti ini?

“Malah lebih bagus saat kau memutuskan lari dari rumah, ZeeZee.” Bibirnya turun, mengecup cepat telingaku dan berbisik. “Kita bebas. Bebas melakukan apa pun di luar sini.”

“Maksudmu?” Pura-pura bertanya, padahal aku tahu bahwa tujuannya sudah pasti—

“Aku bebas menyiksamu, kau bebas melawanku, bahkan aku bisa sesuka hatiku menghabisi nyawamu kapan pun aku menginginkannya, ZeeZee. Tanpa perlu mendengar larangan atau nasihat dari ayah ibu tentang apa yang sebaiknya kulakukan pada pembangkang sepertimu.”

Bukan. Pikiran kotorku melayang-layang, sampai aku merasa marah, lalu punya keberanian mendorong tubuhnya dariku.

“Aku akan lari lagi, setiap kali punya celah.”

Rhys menyeretku, benar-benar menyeretku dengan menarik kerah bajuku dan membantingku ke atas kasur.

“Lakukan, ZeeZee. Aku menantikan semuanya.” Rhys mengurungku dengan tubuh dan kedua tangan yang berada di sekitarku.

“Menjauh dariku.”

Dia tertawa, pelan, menakutkan. Tangannya menarik turun jeans ketatku. Aku diam, tidak menolak. Ini luar biasa aneh, karena aku pun mendadak terbawa oleh suasana.

“Rhys,” panggilku bukan berarti aku memintanya untuk berhenti. Aku cuma ....

“Apa? Sudah tidak tahan? Aku tahu kau tidak punya niat menolakku.” Rhys tersenyum sinis, sudah melempar jeans-ku dan kembali mendekat padaku. “Katakan. Apa yang kau mau?”

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang