Bryan mendekat dengan segala bentuk keriangan bahkan cuma lewat suara berdehamnya saja.
“Sudah tidak sabar, hmm?” Alis putih Bryan naik turun jahil dengan senyum lebar khas pria tua tampan—tapi tambun—yang berwibawa.
Refleks tubuhku mundur dari Brady, meski dia memindahkan posisi sebelah tangannya untuk memeluk pinggangku dari samping. Kupastikan Rhys telah melihat aksiku yang tadi.
“Begitulah.” Brady tersenyum lebar yang membuatnya terlihat semakin mirip sang ayah. Namun aku heran kenapa prinsip Bryan tidak ikut dianut oleh Brady.
‘Hanya ada satu wanita di atas ranjangku’
Memang hanya Josy wanitanya, tapi ada Luigi yang turut serta. Itu artinya sama saja bagiku.
Rhys di samping Bryan memperhatikanku lebih lekat. Tatapan menajam sambil telunjuk mengarah ke wajahku.
“Brad, kau harus lebih memperhatikan dia. Kenapa dengan wajahnya itu?” Rhys bicara pada Brady, meski telunjuknya tadi tepat di depan wajahku.
Mampus! Pasti bekas tamparan Lui!
“Oh!” Bryan ikut memperhatikan. Matanya membulat. “Bukannya itu bekas tamparan, Nak? Siapa yang melakukannya padamu?”
Kepanikan dari anak dan ayah yang seketika membuatku canggung, mungkin karena ada Rhys di antara kami. Brady memegangi wajahku, sementara Bryan sibuk menanyakan siapa yang telah melakukannya padaku.
Lalu aku? Aku terpaku pada Rhys yang menatapku. Pria itu terlihat tenang, tapi tetap ada sisi sadis tak terbantahkan seperti biasanya.
Rasanya seperti cuma ada aku dan dia di sini. Suara Bryan tenggelam, sentuhan Brady tidak terasa. Keseluruhan tubuhku memilih fokus hanya pada Rhys.
Kesadaran menguasai setengah tubuhku saat akhirnya Bryan diajak oleh Rhys untuk pergi, sementara Brady memelukku sambil berbisik mesra.
“Ayo, kuantar kau ke kamar.”
Tubuhku menurut, tapi mataku masih ingin menatap kepergian Rhys. Apa dia sungguh pergi tanpa menoleh sekalipun untuk melihatku?
Saat mengikuti kata hatiku, menoleh, entah bagaimana Rhys pun melakukan hal serupa. Namun dia lebih dulu memutus tatapan kami.
Jantungku masih berdebar atas interaksi yang barusan tejadi, saat kudengar suara.
“Kenapa? Masih ada yang mau kau bicarakan dengan Rhys?”
Brady terus berada di sisiku sejak tadi, jelas dia memperhatikan sikapku.
“Ah, tidak. Tidak ada.”
Brady lebih merapatkan tubuhnya padaku lagi, lalu berbisik. “Karena pernikahannya akan diadakan besok, kita menginap di sini saja malam ini. Setelah acara selesai, kita tinggal di rumahku.”
Keputusan yang tepat.
Kamar yang akan kutempati bersebelahan dengan kamar Brady.
Dia ikut duduk di atas kasur setelah mengambil kompres berisi es batu. Menyentuhku lebih dulu, sebelum menempelkan benda dingin itu ke pipiku. Sentuhan di bibir yang nantinya pasti akan berujung pada ibu jari atau telunjuknya di dalam mulutku.
“Apa ajakan nakalmu masih berlaku?”
Aku tidak akan berpura-pura lupa. “Masih. Tentu saja masih berlaku, selama ...” Menggunakan mata ke arah kejantanannya, “selama itumu bersih dan terjamin.”
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑
Romance𝟐𝟏+ 𝐀𝐫𝐞𝐚 𝐝𝐞𝐰𝐚𝐬𝐚! ❝𝐌𝐞𝐦𝐚𝐢𝐧𝐤𝐚𝐧 𝐡𝐚𝐬𝐫𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐠𝐚𝐢𝐫𝐚𝐡𝐦𝐮 𝐬𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮𝐡 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐠𝐢𝐤𝐮.❞ ―𝐑𝐡𝐲𝐬 ❝𝐊𝐚𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐛𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐛𝐞𝐠𝐢𝐭𝐮 𝐩𝐚𝐝𝐚𝐤𝐮. 𝐀𝐤𝐮 𝐢𝐧𝐢 𝐀𝐝𝐢𝐤𝐦𝐮!❞ ―𝐙𝐞𝐞𝐙𝐞�...