Chapter 7

30.6K 2.9K 2
                                    

Rhys benar mengendusiku, oh bukan. Dia menghirup. Itu baru benar. Dia menghirup aromaku yang kini mirip dengannya. Sama malah.

“Akhirnya, kau jadi bagian dariku,” bisiknya pelan, tapi tidak di telinga, melainkan leher. Napas panasnya menyapa kulitku pagi-pagi begini.

Ya. Dia menandaiku. Entah itu agar kelima kakakku yang lain tidak ikut-ikutan atau agar ayah dan ibu harus berhenti memberiku tugas, kurasa kemungkinan untuk semua itu pasti benar.

Mengerikan mendengarnya mengatakan hal itu kalau kuingat lagi bahwa kami sedarah. Lebih tepatnya, menjijikkan.

Dan aku bergeming, ketika Rhys terasa ada di belakangku lagi. Posisi yang sama seperti saat dia mengepang rambutku kemarin sore di kamarku. Oh, tidak! Sensasi gesekan kejantanannya masih bisa kurasakan di punggungku. Sial! Kenapa aku jadi teringat-ingat rasanya?

Mendadak aku merinding lagi, ketika dia membuka tatanan half ponytail-ku dengan perlahan-lahan. Menyisiri rambutku menggunakan jari-jemarinya. Uuh, ini sedikit membuatku resah.

Setelah itu, aku tidak bisa merasakan apa yang dia lakukan di belakang, tepatnya pada rambutku.

Diam membeku, aku menahan rasa ingin merosot ke lantai. Bergetar karena merasakan kedekatan yang mengancam dibalik punggungku. Aku sungguh ingin tahu apa ketegangan dan sesuatu yang menegang itu kembali bertemu punggungku atau tidak.

Apalagi jika mengingat semalam Rhys menyelinap masuk ke kamarku cuma untuk berbisik mengancam seperti itu, membuatku semakin berpikir bahwa dia bisa menyentuhku kapan pun dia mau.

Akh! Dasar gila! Otak mesum! Kenapa aku menginginkannya? Pikirkanlah pria lain yang bisa menyentuh dan memberiku kepuasan. Bukannya dia, bukan!

Ketika dalam pikiran kotorku kualihkan pada hal lain, kutemukan aroma grapefruit dan pepper dari tubuh kami seakan menyatu.

Aroma yang sangat kuat mendadak memenuhi ruangan ini yang ukurannya setengah dari perpustakaan pertama atau ke satu milik ayah dan ibu.

Kali pertama aku ke sini, sebentar, aku tidak ingat, tapi memang aku belum pernah menginjakkan kakiku ke sini. Tentu ini undangan pertama. Aku juga tidak yakin kelima kakakku yang lain pernah dibiarkan masuk oleh Rhys. Mereka bukan tamu yang diundang.

“Pergilah bercermin.” Rhys berkata dengan nada memerintah. Itu sungguh berhasil mengejutkanku yang sedang membuang pikiran kotor dari kepalaku.

Oh! Ada yang beda. Sudah tentu rambutku terasa berbeda. Selama pikiranku melayang, aku tidak sadar bagaimana caranya dia menyentuh dan mengubah tatanan rambutku.

Aku menoleh, melihat Rhys yang menunjuk menggunakan dagunya ke arah depan. “Cerminnya ada di dalam ruangan kecil di sana. Tepat dibalik rak buku yang itu,” tunjuk Rhys.

Dengan sadar, aku melangkah cepat menggunakan kedua kakiku yang telanjang. Rasa penasaran membuatku menyentuh-nyentuh rambutku yang seperti digulung sedikit rendah hampir menyentuh leher bagian belakangku.

Memang ada sebuah ruangan kecil tanpa pintu dibalik rak buku. Lebih mirip seperti tempat khusus bercermin. Ada sebuah cermin lantai yang langsung memberi pantulan bayangan sempurna diriku.

Aku memegang maha karya Rhys di rambutku. Melihat di cermin dengan memutar kepala ke kiri dan kanan, sambil mencermati dalam-dalam. Ini low bun hairdo.

Wow! Luar biasa untuk seseorang seperti Rhys. Apa semua wanitanya mendapat perlakuan manis seperti ini?

“Kau suka?” Pantulan setengah tubuh Rhys tiba-tiba muncul di cermin. Dia berdiri tepat dibelakangku.

“Yap.” Aku tersenyum sekilas. Karena canggung ditatap olehnya, aku mengalihkan diriku dengan merapikan helaian rambut di sekitar wajahku. Meski tidak kusangka dia akan menyusul, tetap saja dia terlalu berlebihan pada adiknya sendiri. Sangat sangat berlebihan. Aku tidak tahu apa sebutan yang pantas untuk hubungan ini.

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang