“Rhys, gawat!” Kepalaku terangkat, seperti gambaran seorang ibu yang sedang berjuang mengeluarkan bayinya dari bawah sana, aku pun bersikeras untuk melihat apa yang Rhys perbuat padaku agar tidak ada hal ‘yang ditunggu’ keluar tanpa seizinku.
Tawa pelan Rhys yang menyambutku terdengar penuh ejekan dan siasat. “Dia akan segera keluar, ZeeZee.”
“Rhys, berhenti. Ayolah—oh, akh!”
Ter-lam-bat!
Pelepasanku sudah pasti membasahi tangannya, bahkan masih sempatnya dia mengontrol jari jemarinya agar membelai penuh sensasi menyenangkan pada setiap sisi sensitif-ku yang sudah kalah. Membuatku lemas, malu dan tidak berdaya.
“Rhys, sudah.” Kedua tanganku mencengkeram lengannya, sementara wajahku berpaling ke arah kiri, pasrah. Terengah-engah gelisah, sulit menetralkan pernapasanku yang kemudian kembali tidak karuan, sebab bibir Rhys sekarang berada di payudaraku.
Oh, aku belum selesai menenangkan diri, tapi gelombang panas itu menghantamku lagi.
Meski bra-ku tidak terlepas, tidak sulit baginya untuk menarik paksa benda itu hingga terangkat ke atas dan menyebabkan dua payudaraku mencuat keluar.
Emh! Dijilat, dikecup, lalu dihisap. Aww! Geli, tapi membuatku terlena dan luar biasa kesenangan. Rasanya sungguh berbeda. Dari segala sisi, tetap tidak sama dengan yang pernah kurasakan. Dari pria lain, tentunya.
Membasahi tenggorokanku yang kering, kutatap kepala dan rambut Rhys yang begitu dekat denganku. Tepat di depan wajahku. Aroma aprikot yang dominan, terendus cepat di hidungku. Manis dan asam sekaligus.
Dia selalu terlihat bagus dengan rambut hitam lebatnya yang lurus, tegak teratur. Tidak kusangka ternyata aroma shamponya seperti ini. Bukan wewangian menthol atau peppermint.
Lalu, alih-alih mendengar decapannya saat melumat payudaraku secara bergantian, kenapa aku kagum pada cara kerjanya? Oh, demi apa! Dia berhasil dengan cepat saat memberi rangsangan padaku dan tidak berisik—
“Akh, aduh!” Mataku tentu terbelalak dan mulut mengeluarkan suara terkejut kesakitan, karena dia menghisap terlalu kuat.
Senyum sinis Rhys terkembang, kepalanya menjauh sedikit. Rupanya sama denganku, dia melihat hasil dari apa yang telah dikerjakannya pada salah satu payudaraku. Sebelah kanan.
Dia tidak bicara, membalik tubuhku, bukan telungkup, tapi agar menyamping dan rupanya untuk melepas pengait bra, hingga benda itu longgar, lalu kupermudah dengan menjauhkan dua talinya dari kedua lenganku.
Tidak seperti sebelumnya, kali ini dia meletakkannya di samping bantal. Dia masih diam. Hanya menatap dua puncak payudaraku secara bergantian, lalu kembali mendekat untuk melumat. Tepat pada yang belum diberi tanda.
Tangannya kembali menjamah. Aku berharap dia langsung bermain di bawah sana, tapi rupanya aku harus sedikit kecewa, karena rasa tertariknya mungkin kini beralih pada pusarku. Jari-jarinya mengitari bagian perut sambil tidak berhenti menghisap payudara kiri begitu luar biasa.
Oh, oh! Tolong jangan bangunkan aku andai ini mimpi. Aku terlalu frustrasi menghadapi kenyataan bahwa yang berhasil membuatku klimaks tanpa harus bersusah payah adalah Rhys. Rhys Dimitri Oxley, kakak kandungku.
Aku terkesiap lantaran Rhys berhenti. Bukan cuma mulutnya, tapi juga tangannya.
Kedua mataku mengerjap seolah—bukan seolah, tapi memang tidak terima bahwa kami harus berakhir seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑
Romance𝟐𝟏+ 𝐀𝐫𝐞𝐚 𝐝𝐞𝐰𝐚𝐬𝐚! ❝𝐌𝐞𝐦𝐚𝐢𝐧𝐤𝐚𝐧 𝐡𝐚𝐬𝐫𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐠𝐚𝐢𝐫𝐚𝐡𝐦𝐮 𝐬𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮𝐡 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐠𝐢𝐤𝐮.❞ ―𝐑𝐡𝐲𝐬 ❝𝐊𝐚𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐛𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐛𝐞𝐠𝐢𝐭𝐮 𝐩𝐚𝐝𝐚𝐤𝐮. 𝐀𝐤𝐮 𝐢𝐧𝐢 𝐀𝐝𝐢𝐤𝐦𝐮!❞ ―𝐙𝐞𝐞𝐙𝐞�...