Kutahan diriku agar tidak beranjak, meski keinginan hatiku adalah menendang Brady dan Lui, lalu melarikan diri. Lari untuk pergi dari sini dan memastikan keamanan Rhys yang berjuang sendirian.
“Duduk, ZeeZee. Duduk.” Ketegasan Lui dibersamai dengan tangannya yang erat menekan kedua pundakku agar jangan coba-coba membantahnya.
Tenagaku rasanya tidak sebanding, kecuali aku dalam keadaan normal siap tempur. Walau tetap tidak akan menang melawan Lui barang sekalipun, aku bersedia berupaya agar bisa menang meski curang.
“Jangan kasar pada istriku,” tegur Brady. Menepis tangan Lui dari pundakku selagi aku berniat membungkuk menarik kursi lipat yang terjatuh.
“Mantan istri. Proses perceraian sedang berlangsung. Membuat kalian berpisah mudah bagiku.”
Ketika sudah duduk, kutahan lengan Brady yang terlihat berang dengan tangan terkepal. “Sudah cukup, Brady. Duduklah. Kumohon.”
Karena permohonan yang nyaris tanpa suara itu, membuat Brady menurutiku. Pada dasarnya, dia suami yang sangat baik. Akan mudah untuk jatuh cinta padanya. Namun rasanya aku tidak bisa meski mampu kulakukan, sebab kenyamananku padanya dapat menumbuhkan rasa cinta.
“Rhys memang sendirian, tapi dia punya dukungan kuat di belakangnya. Bantuan pasti datang tepat waktu tanpa perlu kuberitahu dari siapa.” Lui bicara pelan, suaranya tidak sekeras sebelumnya.
“Kau yakin? Pengkhianat ada di mana-mana.” Aku masih ragu. Apa secinta mati ini aku padanya?
“Kami tidak mengkhianatinya. Memang rival, tapi kami telah dipaksa menjadi saudara sejak kecil. Tidak satu pun dari kami yang sanggup melakukannya.”
“Leon jelas-jelas membenci Rhys. Jangan lupakan itu.” Brady menyela.
“Leon membuka matanya setelah kejadian tiga tahun lalu. Dia mana mungkin melupakan bantuan yang telah Rhys berikan padanya, ketika kepalanya nyaris berlubang di markas musuh.”
Brady mendengus. Memeluk bahuku secara mendadak dan menepuk-nepuk pelan.
Sekarang saatnya ini berakhir. Masa lalu tidak akan mengikatku. Aku baik-baik saja dengan kenyataan yang wajib kuterima. “Ceritakan, ceritakan lagi semuanya.” Daripada Brady yang tidak yakin, aku memilih Lui karena sejak dulu dia tidak pernah merasa perlu menjaga ucapannya terhadapku.
“Apalagi yang mau kau tahu?” Lui fokus padaku dengan tatapan yang tajam. “Tanyakan, baru aku bisa menjawabnya.”
Kali ini keseriusan dari ucapannya berbeda. Bukannya tadi tidak serius, bukan. Namun kurasa, ada maksud yang harus kupahami sendiri. “Rhys ... kenapa dia membiarkanku tetap hidup waktu itu?”
Lui mengangguk, seperti menduga bahwa akan ada pertanyaan ini yang kuajukan. “Membunuh Drey dan Helena yang adalah pencuri senjata milik David menjadi tugas pertama Rhys sebagai mesin pembunuh. Perintah David tentu saja mutlak. Jika menolak, apalagi sampai gagal, nyawa kami berlima harus ikut melayang.
“Meski baru berusia tujuh belas tahun saat itu terjadi, tapi Rhys sudah jadi pemimpin untuk kami berlima yang bukan adik kandungnya. Tidak masalah bagi Rhys membunuh siapa pun yang diperintahkan padanya, tapi dia tidak pernah tahu bahwa Drey dan Helena memiliki seorang anak yang rupanya disembunyikan keberadaannya sejak lahir.
“Mungkin karena profesi mereka yang sangat berisiko, Moon Holloway, yaitu kau, dititipkan pada neneknya jauh di pedalaman terpencil tidak lama setelah dilahirkan. Namun saat penyerbuan yang dilakukan oleh Rhys, rupanya anak itu sedang bersama mereka. Bersiap-siap untuk pergi jauh bertiga setelah senjata milik David yang mereka curi, berhasil dijual dengan harga tiga kali lipat lebih mahal.” Lui memiringkan tubuh ke samping untuk menatap Brady di sisiku.
“Kalau kau mau tahu seperti apa detail peristiwa di sana, tanyakan pada mantan suamimu ini. Dia ada di tempat kejadian untuk menemani Rhys menjalankan tugas pertamanya.”
Jantungku tentu tidak berhenti berdebar kencang selama Lui menceritakan segalanya padaku. Masuk akal. Semua mengalir di benakku dengan perlahan-lahan dan kucerna begitu cepat. Kehidupanku memang tragis. Baik itu di masa lalu, mau pun yang sekarang tengah kujalani. Kalau kupikirkan, pasti kuanggap tidak adil.
Kuputuskan untuk mempercayai mereka. Tidak sepenuhnya agar aku tidak terluka dan sulit bangkit nantinya.
“Zee?” Lembut bisik Brady membuatku spontan menoleh dan ujung hidung kami bersentuhan satu sama lain, baru kemudian cepat, sekilas bibir Brady mengecup bibirku dalam tatapannya yang sayu. “Kau baik-baik saja? Masih sanggup mendengarkan lebih jauh?”
“Aku tidak apa-apa.” Kubiarkan dia menyatukan kening kami. Tersenyum sekilas, sampai dia melepas diri dariku. Menggenggam tanganku.
“Okay. Sekarang, akan kuingat lagi kejadian dua puluh tiga tahun lalu. Ini ... sulit juga untukku. Sebab waktu itu kami masih sangat muda dan memutuskan agar melupakan segalanya tanpa ada niat membuka mulut pada siapa pun, kecuali mereka yang berhubungan dengan kejadiannya secara tidak langsung. Meski begitu, ingatanku tentang hari itu tetap melekat. Sesekali terlintas begitu saja saat kita sedang bersama.”
Bukan cuma yang mengalaminya, bagi yang punya ingatan tentang suatu kejadian sampai terekam jelas di kepala juga bisa merasa tertimpa beban. Padahal orang itu cuma ada di sana dan melihat serta mendengar, baik disengaja atau tidak.
Pasti berat bagi Brady menyimpan itu jauh di dalam ingatannya. Tentu Rhys merasakan penderitaan lebih dariku dan Brady. Tidak. Ini bukan ajang untuk membandingkan siapa yang paling menderita. Semua orang punya luka, sembuh atau tidak itu tergantung dirinya. Berdamai, kalah atau menang.
Aku tahu mereka berdua diam menungguku. Menunggu dan membiarkanku termenung. Memberiku waktu.
Sampai kutepuk pelan punggung tangan Brady yang menggenggam tanganku. “Lalu?”
Dia seperti sedang tersenyum sedih padaku. “Hari itu, Rhys mengendap masuk ke kediaman Drey dan Helena dengan aku yang bersikeras untuk ikut masuk juga, meski berulang kali dilarang. Mereka tinggal di rumah yang tidak terlacak, tapi Rhys bisa menembusnya. Malam tidak terduga bagi kedua orang tuamu kurasa, tapi mereka masih sempat menyembunyikanmu di ruang bawah tanah.
“Ayahmu yang terkenal sebagai pencuri yang jago bela diri, hampir saja mematahkan tanganku dan membuat Rhys nyaris terkena tembakannya. Ibumu yang berusaha lari, segera ditembak dengan susah payah oleh Rhys tepat di punggungnya. Ayahmu yang mulai goyah karena ibumu yang terbaring mati di lantai, tidak dapat mengelak lagi ketika Rhys juga menembaknya. Peluru yang menembus jantungnya.”
Sekujur tubuhku gemetar. Aku ingat, sangat hafal bagaimana Rhys saat memegang senjatanya. Membayangkan dua sosok dengan wajah buram dibantai oleh pria yang kini telah berhasil membuatku hamil darah dagingnya. Dia pembunuh, ZeeZee! Bukan pembunuh biasa yang bisa kau abaikan. Dia pembunuh kedua orang tuamu!
Aku tahu teriakan nyaring di kepalaku itu benar. Namun aku tidak bisa membencinya dengan segala cara yang memberatkan kesalahannya. Apa aku gila? Sudah dibutakan oleh cinta yang tak beradab?
“Bila tidak sanggup kita sudahi saja.”
Kupikir itu Brady, tapi ternyata justru Lui.
“Aku tidak apa-apa. Ini reaksi yang wajar. Tolong lanjutkan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑
Romance𝟐𝟏+ 𝐀𝐫𝐞𝐚 𝐝𝐞𝐰𝐚𝐬𝐚! ❝𝐌𝐞𝐦𝐚𝐢𝐧𝐤𝐚𝐧 𝐡𝐚𝐬𝐫𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐠𝐚𝐢𝐫𝐚𝐡𝐦𝐮 𝐬𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮𝐡 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐠𝐢𝐤𝐮.❞ ―𝐑𝐡𝐲𝐬 ❝𝐊𝐚𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐛𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐛𝐞𝐠𝐢𝐭𝐮 𝐩𝐚𝐝𝐚𝐤𝐮. 𝐀𝐤𝐮 𝐢𝐧𝐢 𝐀𝐝𝐢𝐤𝐦𝐮!❞ ―𝐙𝐞𝐞𝐙𝐞�...