Chapter 18

20K 1.8K 7
                                    

Ayolah! Aku ingin bergairah, merasakan rangsangan berbeda yang lebih menggetarkan seluruh tubuhku.

Aku mengerjap, ketika bibirku yang masih ingin mencumbunya, dilepas.

Mataku bertanya, mulutku terbuka tanpa kata.

“Sebaiknya lepas bajumu, ZeeZe. Masuk angin dan flu bisa tidak terhindarkan kalau sudah begini. Beruntung jika tidak disertai demam.”

Bentuk perhatian yang kusuka.

Sebelum kuminta, dia mendekat dan memegang bagian tepi blus hitam polos beritsleting belakang yang kukenakan. Berbahan siffon, tentu saja menjadi menempel di kulit saat basah.

Selagi ingin mengulurkan lengan ke belakang, dia—oh, ya, Brady namanya—menempel padaku, tanpa memutar tubuhku, dia menurunkan ritsleting dengan mudah. Namun terhenti di tengah-tengah.

“Boleh?” Brady berbisik.

“Tentu.” Setelah setengah jalan baru bertanya. Kau lucu, Brad.

Rupanya, izin yang dia maksudkan adalah tentang kedua tangannya yang meraba kulit bagian dalam, ketika blus-ku terangkat melewati kepala. Brady sekalian cari kesempatan, mungkin. Karena kurasa, dia terlalu lama hanya untuk melepas blus dari tubuhku. Sifon mudah terlepas jika sudah tidak melekat di kulit lagi. Namun Brady sepertinya suka dengan situasi yang seperti ini.

Tidak apa. Aku juga menyukainya, Brady. Coba sentuh aku lebih jauh.

Pikiranku memang sekotor itu. Lebih tepatnya, aku sedang ingin bergairah dari pria lain. Bukan Rhys. Jangan pria itu. Tidak boleh kakak kandungku yang memberikan rasa nikmat yang sulit tubuhku lupakan.

Tidak boleh, ZeeZee!

Mataku terpejam mengingat sensasi ketika Rhys menyentuhku. Semakin kuingat, kian tersiksa tubuhku ini. Berulang kali kularang, berkali-kali juga justru teringat.

Cukup! Buka matamu!

Secepatnya membuka mata, aku melihat Brady sudah berjongkok di depanku. Dia mendongak menatapku, tersenyum. Oh, sekarang?

“Celanamu terlalu ketat. Kau pasti membutuhkan bantuanku untuk menariknya lepas darimu.”

Aku tertawa pelan, tahu bahwa itu balasan dari ucapanku tadi tentang kaosnya yang kekecilan di tubuhnya.

Apa itu isyarat agar aku menciummu, Brady?

Duduk di lantai beralas karpet berbahan wol tebal dengan warna abu gelap, kuluruskan kakiku di depan Brady yang sudah memegangi ujung ibu jari kaki kananku.

“Kuku-kukumu tidak diwarnai?”

Aku tidak punya waktu untuk itu, Brad! Ibu selalu memiliki seribu satu macam alasan untuk menyeretku dalam situasi tidak menyenangkan. Sarapan pagi bersama yang ujung-ujungnya perkelahian dan perdebatan. Aktivitas itu menjadi salah satu dari sekian banyak hal menyebalkan yang pernah ada di keluargaku.

“Tidak. Aku tidak suka.”

Dia bereaksi dengan dua alis lebatnya yang terangkat sekilas. Kurasa dia tahu bahwa aku cuma asal menjawab.

“Tahan, akan kutarik sekarang.” Brady bersiap setelah kancing dan ritsleting kuturunkan. “Keluarkan bokongmu dari sana, ZeeZee.”

Seharusnya aku malu, tapi malah tertawa lepas. Segera mengangkat bokongku dengan dua tangan yang masih memegang bagian pinggang jeans, tapi rupanya—kurasa sengaja—Brady ikut-ikutan menarik kuat dari bawah, padahal aku belum berbuat apa pun. Menyebabkan celana dalamku ikut terbawa merosot, terseret bersama jeans dan spontan aku berbalik.

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang