Chapter 33

13.7K 1.6K 1
                                    

Setelah aksi ‘penculikan’ yang dilakukan Rhys padaku, aku pulang pagi hampir siang, tapi Brady malah tidak ada di rumah.

Kata pekerja di kediaman ini, Brady pergi semalaman. Belum kembali sampai sekarang. Entah itu artinya bagus atau tidak, kurasa tidak mungkin selamanya aku bisa menghindari malam-malam lain tanpa bersentuhan dengannya.

‘Dia punya janji padaku yang tidak bisa diingkarinya begitu saja’ ucapan Rhys menimbulkan keraguan di hatiku.

Siapa yang mungkin lari? Aku? Rasanya mustahil. Pintu depan terbuka. Entah kenapa yang kuharap pulang adalah Brady.

“Nak?” Bryan. Pria tambun tampan itu mendekat, aku bergegas ke pelukannya sebagai basa-basi.

“Malam yang indah?” Serius, tapi jenaka ketika matanya menatapku lekat.

“Malam yang indah.” Kepalaku terangguk. Malam yang sangat indah dan panas serta tidak terlupakan. Bersama Rhys, tentunya.

“Apa tubuhmu sanggup diajak jalan-jalan?”

“Jalan-jalan? Ke mana? Sekarang?” Beruntun, mungkin maksudnya aku terdengar antusias, padahal sungguh lelah.

“Ya. Stoberi putih mulai panen. Kau mau ikut?”

“Mau.” Hilang lelah cuma di mulut, tapi tubuhku tetap terasa remuk.

“Ayo.” Bryan merangkul, aku coba tersenyum. Pintu mobil sudah kubuka, saat kendaraan lain masuk ke halaman rumah. Itu milik Brady.

“Ayah, jangan bawa istriku.” Brady berlari-lari kecil menghampiriku. Melayangkan tatapan protes pada ayahnya.

“Kau dari mana?” Bryan condong ke arah curiga, daripada menanggapi lelucon putranya.

“Aku keluar sebentar tadi. Ada urusan pekerjaan.”

Bryan terlihat mengeluh lewat embusan napas. “Seharusnya, ini saat-saat yang paling tepat untuk menanam. Jangan menunda jika kalian bisa melakukannya dengan segera.”

“Hoo ... tidak semudah itu, Ayah. Usiaku tidak semuda ZeeZee. Kami butuh penyesuaian.” Brady memeluk pinggangku.

Serius, dia seperti ... vampir? Atau manusia abadi? Wajahnya tetap muda, fisiknya tampak kuat dan ... masih sangat seksi. Brady seumuran dengan Rhys. Tidak tua menurutku. Malah dia terlihat lebih muda dari Rhys.

“Ah, selisih usia kalian hanya tiga belas atau empat belas tahun, bukan?” Brady menganggap sepele.

“Tiga belas,” ralatku. Mendongak melihat Brady bukan untuk apa-apa, tapi malah mendapat ciuman di bibir. Tidak sekilas, cukup dalam sampai kutekan lengannya agar berhenti daripada Bryan menganggap kami tidak tahu malu.

“Lanjutkan, lanjutkan. Kalian bisa pakai seluruh tempat di rumah ini jika bosan di kamar. Pakai gaya dan posisi yang berbeda untuk mengatasi kejenuhan dalam ber—”

“Tuan, saatnya kita pergi.” Sopir Bryan sudah menginterupsi mungkin karena malu melihat tingkah kami. Brady baru saja melepas ciumannya padaku, tapi pendengaranku tetap lebih peka sekitar.

Menyaksikan bersama Bryan menghilang bersama mobilnya, Brady melepasku perlahan. Namun tangannya meraih tanganku. Kami saling menggenggam.

Dia membuat nyaman. Selalu, setiap kali bersama. Sejak awal.

“Semalam ....”

Akhirnya dia buka suara, tapi terhenti karena ingin membawaku ke pangkuannya. Aku tidak canggung, apalagi sampai merasa bersalah. Pada siapa? Dia suamimu.

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang