Chapter 34

15.4K 967 7
                                    

Tentu. Tentu aku masih punya mulut dan tangan yang bisa memuaskannya. “Duduklah. Akan kulakukan sesuatu untukmu.”

Brady mungkin tidak bersedia, meski tadi dia bertanya seolah memintaku membuatnya merasa lebih baik dengan cara lain.

Namun kurasa dia hanya tidak ingin kusentuh karena langkah berikutnya dia datang padaku, mencium keningku. Akhirnya dia menolak. Gelengan pelan sudah cukup jadi jawabannya.

“Aku baik-baik saja.”

“Okay. Bisa kulakukan jika kau meminta, tapi aku tidak akan memaksa.” Kubalas dengan mencium bibirnya.

Mengangguk dan menghela napas, dia duduk di sisiku rupanya untuk merangkulku. “Aku selalu berharap kau bisa nyaman denganku.”

“Harapanmu sudah terwujud sejak awal kita bertemu, Brad. Aku selalu nyaman saat bersama denganmu.”

“Setelah kau tahu bahwa Audrey hamil karenaku, apa kau masih bisa senyaman itu denganku?”

“Tentu saja.”

Tawa pelannya tidak membuatku heran. Mungkin dia mengira bahwa aku sedang menipunya. Membohongi perasaanku sendiri.

“Padahal, aku berharap sebaliknya. Kau tidak nyaman karena fakta itu, lalu memohon padaku agar keadaan bisa kembali seperti semula.” Terdengar seperti keluhan.

Bersandar kepala di dadanya, aku menertawakan perasaanku yang tidak merasakan itu. Kenapa? Kurasa karena Rhys lebih ahli dalam memenangkan hatiku. “Jangan begitu, Brady. Aku bisa salah sangka dengan berpikir bahwa wanita yang kau cintai, kini bukan wanita yang sama seperti yang kau katakan padaku sebelumnya.”

Brady yang kini mendekap, mengeratkan pelukannya padaku. “Memangnya kau tahu siapa wanita yang kucintai?”

“Tentu saja.” Tidak kutatap wajahnya, karena nyaman berada di pelukan Brady seperti ini. Serius, dia pria ternyaman. Terlewat nyaman, aku nyaris ingin tidur lagi padahal rasanya tadi itu sudah cukup.

“Kau tahu kalau—”

“Tahu, Brady Sayang. Audrey, ‘kan?” Kutahan rasa geli yang mendadak datang, karena Brady menggunakan dua jarinya untuk ‘berjalan-jalan’ di sepanjang kulit leher sampingku.

“Kau langsung tahu karena dia wanita yang mengandung darah dagingku?”

“Ya. Itu sudah pasti, ‘kan?” Sekarang kuhindari rasa geli itu dengan membalik posisi hingga tatapan kami bertemu.

“Bukan,” gelengnya. Senyum atau tawa yang ditahan.

“Bukan Audrey? Jadi wanita lain?” Shock ketika kulihat Brady menggeleng jika bukan Audrey dan mengangguk karena itu artinya wanita lain.

Aku sungguh tidak tahu kalau ada perempuan berbeda selain Josy yang hobi threesome dan Audrey yang berhasil dihamili. “Siapa?” Penasaran pun mendatangiku.

“Kau.”

Spontan aku tertawa. Tidak lucu. “Ya, ya. Aku orangnya. Terima kasih, Brady.” Pura-pura tersanjung, kutarik hidung mancungnya. Dia menahan tanganku dan mengernyit padaku.

“Aku serius, ZeeZee. Kaulah wanita itu.”

Senyumku tidak hilang, cuma berganti menjadi lebih tipis. “Hentikan, Brady. Kau dan aku tahu akhirnya akan seperti apa.”

Kekecewaan atau kekesalan membuatnya mengangkat kedua tangan seolah tanda menyerah. “Okay. Anggap aku tidak mengatakan apa pun.”

Mengangguk, aku sama sekali tidak merasa canggung. Nyaman tetaplah nyaman. Aku kembali bersandar padanya. Tidak perlu dipikirkan. Kuyakin Brady sedang dalam tahap kebingungan. Dia butuh waktu. Hanya waktu. Beradaptasi dengan keadaan baru.

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐗 𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang