03 | Your Request is Accepted

1.2K 276 156
                                    

Zaven keluar dari kamar Zella dengan hasil nihil. Zella memang makan tapi dia tetap akan mengurung diri di kamar.

Terkadang, Zaven berpikir bahwa hidupnya jauh lebih menyenangkan dibanding Zella. Setidaknya ia bisa keluar dan berteman dengan siapa saja. Tidak seperti Zella yang tak punya kebebasan.

Zaven melangkahkan kaki menuju ruang keluarga, di mana Lyra sedari tadi menunggu. Lyra tidak tenang apabila belum mendapat kabar dari Zaven tentang Zella.

Sesungguhnya, di balik sikap tegas Lyra, ia paling tidak bisa melihat Zella merengek. Kejadian seperti ini sebenarnya tidak sekali dua kali. Sejak usia Zella 12 tahun, Zella sudah sering meminta padanya agar bisa bersekolah di sekolah formal seperti anak-anak tetangganya. Hanya saja Lyra tak mungkin membiarkan hal itu terjadi.

"Zaven," sebut Lyra ketika melihat Zaven melangkah ke arahnya, "Gimana? Kamu berhasil?"

Zaven menggeleng lesu lalu duduk di samping Lyra. "Dia masih mau mengurung diri di kamar."

"Dia nggak makan?" tanya Lyra.

"Makan. Tapi dia bilang sama aku kalo dia nggak akan keluar dari kamar sebelum Mama kasih tau alasan dan izinin dia. Ya aku pikir itu mustahil banget." jawab Zaven.

Mendengar jawaban Zaven, Lyra lemas seketika. Alasan seperti apa yang akan dia katakan pada Zella? Sangat tidak mungkin ia memberi izin pada Zella. Lyra telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tak akan membiarkan Zella terluka.

"Ma, apa sebahaya itu kalo Zella bersekolah di sekolah formal dan menjalani kehidupan seperti remaja pada umumnya?" celetuk Zaven.

Lyra lantas mengerutkan kening. Ia menatap Zaven dengan penuh heran. "Kok kamu bilang begitu, sih, Zav?"

"No, Mom. I just think that she deserves it. Being alone at home 24 hours has never been easy. Papa, mama dan aku juga sibuk dengan urusan masing-masing."

"Tapi kamu tahu di luar sana nggak semenyenangkan yang Zella pikir 'kan, Zav? Bagaimana kalau dia terluka? Mama nggak siap dengan hal itu."

"Me neither. Aku juga nggak siap dengan hal itu. Tapi coba bayangkan bagaimana hidup Zella kelak kalo selama ini dia hanya menghabiskan waktu sendiri?"

"Zav, kita sudah berusaha semampu kita and this is the best way. Papa dan Mama berusaha melengkapi semua fasilitas rumah. She's smart—"

"Ya. Just like you, Mom. Dan bayangkan apabila kepintaran dia nggak tersalurkan dengan baik. Please, don't treat an eagle like a chick." potong Zaven.

"All we need is protect Zella without restraining her," sambungnya, "And believe that everything is gonna be alright."

Lyra terdiam untuk beberapa saat. Andai saja bisa semudah itu Lyra mengambil keputusan. Satu sisi, ia tak mau Zella terluka. Sisi lainnya, Zella tidak mungkin menjalani kehidupan monoton seperti ini terus-terusan.

"Okay. I'll try to tell Dad later," Lyra berujar lirih, "Thank you, ya, Sayang."

Lyra mengusap kepala Zaven penuh keibuan. Zaven tersenyum kecil, "Aku tahu nggak mudah. Tapi ada Zaven, kok, Ma. Zaven bisa jaga Zella. You can trust me."

•••✨•••

Zella terbangun dari tidurnya yang cukup pulas. Semalam ia berbincang cukup lama dengan Zaven dan menyelesaikan 1 episode terakhir Riverdale season 4, setelah itu ketiduran.

Zella beranjak dari kasur. Ia memindahkan laptopnya yang tergeletak di atas kasur ke atas meja belajar. Setelah itu, jemarinya meraih selimut di sudut kasur dan melipatnya. Terakhir, ia merapikan sprei.

SATURNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang