17 | 'Cause Nothing Lose Again

547 100 13
                                    

Sungguh sebuah kejutan bagi Zella ketika dirinya dan Zaven tiba di rumah, ia mendapati Tristan sedang duduk santai bersama Lyra di sofa ruang keluarga. Tanpa babibu, Zella langsung menghujani Tristan dengan pelukannya.

"Daddy!" seru Zella sembari memeluk Tristan dengan erat. Lyra yang duduk di sebelah Tristan tersenyum senang. Juga Zaven yang ternyata memang bersengkokol dengan Tristan dan Lyra untuk merahasiakan kepulangan Tristan.

Zella melepaskan pelukannya, "Zella miss Daddy so much!" ucapnya, lalu memeluk sang ayah lagi.

Tristan terkekeh lalu membelai rambut Zella dan mengecup puncak kepala anak gadisnya itu, "I miss you too, my little girl."

Zella tersenyum senang. Sudah hampir dua bulan penuh ia tak bertemu Tristan. Bahkan, kabar terakhir yang ia dengar dari Lyra, Tristan tidak akan ada di rumah sampai tiga bulan. Zella sangat sedih saat mendengar hal itu. Tetapi, kini pria itu sudah pulang. Dan Zella betul-betul senang.

Zella kini serius melepas pelukannya. Ia kemudian memicingkan matanya, menatap Lyra, Tristan dan Zaven satu persatu.

"Jadi, kenapa kalian nggak kasih tau aku?" tanyanya penuh selidik.

Jelas saja Zella merasa dirinya dikerjai. Tidak biasanya seperti ini. Tristan selalu mengabari dirinya apabila ingin pulang. Tapi, tidak untuk kali ini. Zella bahkan tidak tahu sama sekali.

Lyra dan Tristan saling menatap. Mereka sendiri juga bingung ingin bilang apa kepada anak bungsunya.

"Sebenernya, ini ide Papa, sih." Lyra akhirnya menjawab. Mata Zella langsung terarah pada Tristan.

Tristan lantas berdeham dan menggaruk pelipisnya yang sama sekali tidak gatal. Melihat reaksi papanya, Zella lantas menaikkan sebelah alisnya. "Tell me what's going on, Dad,"

Sementara Tristan bingung ingin menjawab apa, Zaven dan Lyra justru menahan tawa.

"Well, Papa sengaja mau surprise kamu. Sebenernya juga, Papa udah sampe sini sejak semalem, cuma Papa nggak langsung pulang rumah. Papa nginep di hotel dulu semalam." jelas Tristan.

Detik berikutnya, ia mendapat tinjuan pelan dari sang anak di lengannya.

"Why didn't you tell me?" tanya Zella, lagi.

"Namanya aja surprise. Gimana bisa Papa kasih tahu kamu." jawab Tristan.

Zella mendengus kesal. Tapi selebihnya ia tak menghiraukan kekesalannya sendiri. Toh, Zella lebih senang ketika Tristan pulang. "Ya udahlah. Yang penting Papa udah di rumah. Rumahnya ketambahan orang lagi."

Zella kini duduk di samping kiri Tristan. Di seberang, ada Zaven yang giliran berbincang dengan sang ayah.

"Jadi, gimana rasanya jadi supir Zella?" tanya Tristan sembari menahan tawa.

Tak hanya Tristan, ternyata Zella dan Lyra juga terkekeh geli.

"Just tell me. How does it feel?"

Zaven menghela nafas. Papanya itu selalu saja tidak pernah berubah. Selalu saja hobi meledek dirinya. Padahal sama-sama laki. Heran. Zaven kadang merasa tak punya pembela dalam keluarga ini. Sedih.

"Not really good," jawab Zaven, acuh tak acuh.

Alis Tristan mengerut. Pun hal yang sama dilakukan Zella. Tega sekali kakaknya itu bilang bahwa mengantar dan menjemputnya adalah suatu hal yang tidak menyenangkan.

SATURNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang