61 | Where Are You?

188 16 0
                                        

"APA!? ZELLA HILANG!?" Evan, Archie, Eze, Luna, Nola dan Tania berseru kencang. Namun mereka segera menormalkan ekspresi.

"Lo ga bercanda, kan, Lan? Zella mana?" Archie berbisik pelan. Ia tidak percaya kalau Zella hilang. Yang lain harap-harap cemas menanti jawaban dari Nual.

"Gue ga bercanda, Chi," ujar Nual lemas.

"HAH? KOK BISA, SIH!?" Archie berseru lagi.

"Ini semua gara-gara gue. Ini gobloknya gue karena udah ninggalin dia di toilet dekat taman." kata Nual.

"Ninggalin Zella?" Evan mengerutkan dahinya tajam.

Nual menghela nafas perlahan, "Ceritanya panjang, Van. Gu—gue tau gue salah. Tapi please jangan banyak nanya dulu."

Evan memicingkan matanya dan menatap Nual tak percaya, "Apa? Jangan banyak nanya lo bilang?"

"Anjing ya lo!" Tiba-tiba Evan emosi dan hendak memukul wajah Nual jika Archie terlambat menahannya.

"Tenang, Van, tenang." lerai Archie.

Eze pun sigap melangkah ke depan dan menjadi pembatas antara Nual dan Evan. Sudah diduga, Evan nggak pernah benar-benar bisa melepaskan Zella. Terbukti emosinya secepat itu memuncak.

"Lo janji lo bakal jagain Zella. Dan sekarang setelah dia hilang, lo seenaknya bilang jangan banyak nanya? Otak lo di mana?" Nafas Evan menderu.

"Maksud gue ga gitu, Van. Tap—"

"Tapi emang lo ga pernah serius jagain Zella." potong Evan.

"Udah, udah. Kita ga mungkin berantem di situasi kaya gini. Mending sekarang kita cari cara untuk nemuin Zella." ujar Nola.

"Lo udah coba hubungin Zella?" Eze bertanya.

Nual menggeleng, "Handphone dia ada sama gue."

Evan mendelik. Archie yang melihat itu sigap menahan bahu Evan. Takut sahabatnya itu kalap lagi.

"Bakal susah buat ngelacak Zella kalo gitu." ungkap Eze.

"Bentar, Sayang. Let me think." celetuk Luna, "Meskipun kita ga bisa ngelacak Zella lewat ponselnya, tapi kita masih bisa memperkirakan ke mana dia pergi 'kan?"

"Lewat CCTV sekolah maksud kamu?"

Luna mengangguk semangat, "Sama ada yang bisa akses CCTV jalan nggak?"

"Kayaknya aku bisa," celetuk Nola, "Aku bisa minta ID papa aku. Tinggal log in aja."

Fyi, ayah Nola bergabung dalam satuan keamanan setempat.

"Sip. Buat cowok-cowok, kalian pergi sekarang. Biar aku, Nola sama Tania cek CCTV dan izin pulang lebih awal sama panitia. Mudah-mudahan kita bisa perkirain ke mana kira-kira Zella pergi." ungkap Luna.

"Sekarang ini?" Archie melongo.

"Tahun depan, Chi. Ya sekarang lah!" Eze menoyor kepala Archie.

"Tapi 'kan kita ga tau Zella ke mana."

"Kalian jalan dulu. Pokoknya handphone kalian harus aktif supaya kalo ada informasi, aku bisa kabarin kalian," ucap Luna. "Di mana terakhir kali tempat Zella?"

"Toilet taman belakang," jawab Nual.

"Oke, aku coba cek CCTV di sana. Tapi kita perlu kabarin keluarganya Zella, nggak?" Luna bertanya ragu.

"Jangan," tukas Nual cepat, dan jujur saja Evan menatap Nual tidak percaya. Bagaimana bisa Nual tidak mengabari keluarga Zella?

"Tunggu sampe kita berhasil nemuin Zella. Sementara ini jangan ada yang ngabarin keluarganya Zella satu orang pun. Gue ga mau mereka panik." sambung cowok itu.

"Ya udah ayo kita pergi sekarang. Kita cari Zella." ungkap Eze.

•••✨•••

Gelap. Satu kata itu yang muncul di kepala Zella saat ia terbangun dari pingsannya. Kepalanya pusing dan pipinya terasa kebas. Gadis itu nampak kesulitan mengembalikan kesadarannya.

Tak lama Zella menyadari bahwa dirinya sedang duduk di sebuah kursi kayu reot dengan tangan dan kaki yang terikat. Badannya juga diikat di kursi. Tak ada suara selain bau asap rokok yang membuatnya mual.

"Zella di mana ini?" Gadis itu bergumam pelan. Zella tidak bisa melihat apa-apa karena kepalanya ditudungi karung kain berwarna hitam.

Samar-samar Zella mulai mengingat kejadian demi kejadian sebelum ia berada di sini. Mulai dari menghadiri Frances Fest bersama Nual hingga seseorang yang tak dikenal menampar pipi kirinya begitu kencang.

Ingatan itu cukup membuat Zella sadar bahwa saat ini dirinya disekap. Zella menggerakkan tangan dan kakinya. Alih-alih lepas dari ikatan tersebut, salah satu kaki kursi malah patah dan Zella pun terjatuh.

"Aw!" teriak Zella kesakitan. Lututnya menghantam ubin cukup keras.

Sebuah suara mampir di telinga Zella. Lebih tepatnya suara dibukanya pintu yang engselnya sudah berkarat. Zella mendadak was-was. Kalau pintu dibuka, berarti ada seseorang di sekitar sini.

"Apa itu berisik-berisik?" Suara bariton seorang pria mengusik telinga Zella. Nafas Zella tercekat. Suaranya sereeem.

Tak lama dari itu, Zella mendengar suara derap langkah kaki menuju ke arahnya. Kepanikannya bertambah saat dua telapak tangan kekar menyentuh bahunya.

"Aaa!" seru Zella, kaget. Bukannya dilepas, tangan itu justru semakin kuat mencekamnya.

"Berdiri lo!" sentak pria itu membuat Zella langsung terdiam. Astaga, gimana mau berdiri kalau posisi Zella serba susah begini.

Zella terlihat kesusahan. Pria itu kemudian tersadar bahwa salah satu kaki kursi yang diduduki Zella patah. Lantas dia beranjak dan mengambil gunting. Ia menggunting tali yang mengikat Zella.

"Tunggu di sini. Jangan kemana-mana. Gue mau ambil kursi baru buat lo."

Zella hanya diam saja. Dia tak bisa kabur karena penglihatannya terbatas. Belum lagi kaki dan tangannya terikat.

Pria itu kembali lagi. Ia membawa kursi yang jauh lebih kuat dibanding sebelumnya. Ia pun mengarahkan Zella agar bisa duduk. Namun kini ia tidak mengikat badan gadis itu di kursi.

"Jangan berisik. Jangan banyak polah. Atau gue laporin lo ke Boss." ucap pria itu kemudian pergi meninggalkan Zella sendiri.

Aish, batin Zella. Ini tidak bisa dibiarkan. Zella tak mungkin diam saja. Ia harus bisa meloloskan diri. Ya, harus bisa!

•••✨•••

"Kalau menurut gue jalannya bener ini, sih," Archie berucap sambil mengamati maps yang ada di layar ponselnya.

"Bener, Chi?" Dahi Eze berkerut.

"Ya mana gue tau. Pokoknya gue dikirimin Nola," jawab Archie.

"Ini gue harus ke mana?" Nual yang mengemudikan mobil bingung harus apa. Karena jalanan di hadapan mereka saat ini adalah jalan di daerah pertambangan yang sangat luas dan gelap.

"Terus aja ke depan," kata Archie mengarahkan.

Sementara Nual, Eze dan Archie sibuk menyusuri jalan dibantu google maps, Evan sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia masih tak menyangka Zella diculik dan dia harus melakukan sesuatu. Nual terlalu berani mengambil resiko menemukan Zella tanpa bantuan siapapun selain mereka berempat.

"Kenapa makin lama makin gelap, anying!" Archie berucap.

"Jangan bilang Zella diturunin di jalanan sepi kayak gini," kata Eze.

"Ga. Ga mungkin. Pasti ada gedung, rumah atau camp di sekitar sini," titah Nual sambil terus melajukan mobil secara perlahan.

"Gue takut dibajak," celetuk Archie.

"Ga mungkin," sambar Evan. Seketika Eze menoleh ke arahnya. Mata cowok itu menyiratkan seperti ia mengetahui sesuatu. Hening sejenak hingga salah satu dari mereka berseru,

"LO GA LAPOR POLISI 'KAN, VAN!?"

—to be continued

SATURNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang