Saturna Zervella tidak pernah menikmati dunia luar. Sehari-hari, jadwalnya hanya homeschooling dan main bersama anjing peliharaannya. Di usianya yang ke-16, ia memberanikan diri meminta kepada orang tuanya untuk menjalani kehidupan layaknya remaja d...
arrrghh, niatnya ga update. eh malah kepencet. ya udah aku sekalianin aja.🙂
happy reading!!✨
***
"Selamat datang di Elixr Cafe," Seorang pramusaji pria menyambut kedatangan Nual.
"Atas nama Nuallan Derziel?" Pramusaji itu menyebut nama Nual dengan benar.
Alis Nual menyatu, merasa heran dengan pramusaji di hadapannya karena tahu namanya. Namun tak lama dari itu, sang pramusaji kembali bicara, "Anda sudah ditunggu oleh Tuan Abbas di ruang VIP yang ada di lantai dua."
Kini, Nual mengerti mengapa pramusaji itu mengetahui namanya.
"Mari saya antar ke lantai dua. Silakan," Pramusaji itu mempersilakan Nual berjalan lebih dulu. Ia menuntun Nual ke lift yang ada di sudut ruangan.
Setibanya di lantai dua, sang pramusaji menunjukkan Nual di mana ruang VIP yang sudah di-booking oleh Abbas.
"Silakan masuk," Pramusaji itu membukakan pintu dan Nual pun masuk ke dalamnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ada sebuah meja bundar dengan 7 kursi kosong di hadapan Nual saat ini. Abbas duduk di salah satu kursi yang menghadap pintu masuk ke ruang VIP.
"Nual," panggil Abbas menyapa sang keponakan. Pria itu berpenampilan sangat maskulin. Ia mengenakan setelan suit. Berbanding dengan Nual yang hanya memakai kaos putih polos dengan celana jeans cokelat muda.
"Siang juga, Nual. Maaf mengganggu akhir pekan kamu. Ada sesuatu yang ingin Om bicarakan. Ayo, duduk." kata Abbas.
Nual tidak pakai lama. Ia menarik kursi yang ada di seberang Abbas dan duduk di sana.
"Sebelumnya maaf karena Om booking tempat untuk delapan orang. Karena ternyata kita kehabisan tempat yang untuk dua orang. Hanya ini yang tersisa." kata Abbas.
"Nggak papa, Om. Santai aja." sahut Nual.
"Om sudah pesankan beberapa menu. Kita makan siang dulu, ya." ujar Abbas. "Kamu belum makan siang 'kan?"
"Belum, kok, Om." Nual menjawab lalu tersenyum tipis.
"Oke, deh." Abbas menyahut, "Ngomong-ngomong, bagaimana dengan sekolah kamu?"
"Baik, Om."
"Masih sering ikut olimpiade?" Abbas bertanya. Ia berniat memulai obrolan kecil dengan Nual sembari menunggu makanan yang dipesannya datang.
"Masih, Om." Jujur saja Nual sedikit canggung jika harus berhadapan dengan Abbas. Bukan karena apa-apa, dia hanya tidak terlalu dekat dengan pamannya itu.
"Bagus, bagus." tanggap Abbas.
"Om sendiri gimana kabarnya?" Nual memberi feedback.
"Oh, baik. Semuanya Puji Tuhan dalam keadaan baik." jawab Abbas.