02 | He Is Trying

1.5K 288 172
                                    

"Zel, tolong buka pintunya." Zella terhenyak ketika mendengar suara Zaven. See? Bahkan, kini kakaknya juga ikut memintanya membuka pintu. Zella menghela nafas kesal.

"Semuanya nggak ngertiin Zella," ujar Zella pada dirinya sendiri, sebal.

Di luar, Zaven tak mendengar Zella membalas ucapannya. Sepertinya Zella benar-benar ngambek.

"Zel, please buka pintunya. Kamu perlu makan." kata Zaven, lagi.

"Kalo kamu buka pintu sekarang, mungkin Kakak bisa bantu kamu. Kakak tahu kamu habis berantem sama Mama. So please, open the door so I can help you." lanjut cowok itu.

Di dalam, Zella berdecak. Yakin Zaven bisa membantunya? Jangan-jangan Zaven hanya berbohong supaya Zella mau membuka pintunya.

Selama ini, Zella sangat dekat dengan Zaven. Meski usia mereka terpaut 7 tahun, mereka sangat nyambung saat ngobrol. Zaven juga sangat perhatian sehingga Zella merasa sangat disayang oleh kakaknya itu.

"Zel...," Terdengar suara Zaven lagi.

Tak tahan, Zella pun mengubah posisinya yang semula tengkurap di atas kasur menjadi duduk. Ia menutup laptopnya yang sedang menayangkan serial Netflix kesukaannya.

"Bentar!" serunya. Setelah itu, ia turun dari kasur dan membukakan pintu untuk Zaven.

"Apa?" Zella menatap Zaven ogah-ogahan.

"Aku nggak disilahin masuk?"

Menghela nafas, Zella menggeser badannya agar Zaven bisa masuk ke kamarnya. Setelah Zaven berada di dalam kamarnya, Zella menutup pintu.

Zaven meletakkan nampan tersebut di atas nakas sebelah kasur adiknya. "Makan."

"Nggak minat," sahut Zella, cuek.

"Nggak minat apanya? Itu menu kesukaan kamu. Piper khusus masakin itu buat kamu."

"Supaya aku terhibur dan buka pintunya? I'm not stupid as you think, Kak." Zella memutar bola mata. Gadis itu kini duduk di kursi yang berada di depan kasurnya. Membelakangi Zaven.

"Siapa bilang kamu stupid? Nggak ada." sahut Zaven.

"Kamu ada masalah apa sama mama? Mama bilang sama Kakak kalian tadi berantem. Berantem masalah apa?" susulnya kemudian.

Zella sebenarnya malas menjelaskan. Toh, paling tanggapan Zaven akan sama seperti mamanya. Sama-sama tidak peduli dan tidak mengizinkan.

"Zel?" Zaven memanggil.

"Tanya mama aja. Aku males jelasin."

"No. I won't ask her. I wanna hear from you."

Zella menggigit bibir, "Okay. I just want to get in formal school. That's it. But Mom didn't allow me."

Zella berbalik. "Kakak tahu aku kesepian di rumah. Cuma ada Bambam. Piper, Rose dan Celli sibuk beresin rumah. Papa bolak-balik luar negeri. Mama urus salon dan butik. Kakak juga sibuk sama kuliah Kakak,"

"Aku lihat di instagram. Kehidupan di luar sana menyenangkan banget. Mereka punya temen banyak. Sedangkan aku? Tapi Mama nggak ngertiin aku. Mama nggak izinin aku tanpa aku tahu alasannya."

Zaven berdiri dari tempatnya dan menghampiri Zella lalu duduk di samping gadis itu.

"Ada banyak hal yang bisa lukain kamu di luar sana, Zel. If you're not strong enough, you will get hurt. Mungkin Mama nggak mau lihat kamu terluka," ujar Zaven dengan penuh pengertian.

"Zella kuat, kok," ucap Zella, "Nggak ada yang perlu dikhawatirin dari Zella. I'm strong as you see." Zella menarik kaus bagian lengannya dan memamerkan ototnya yang sama sekali tak terbentuk kepada Zaven.

Zaven terkekeh. Dalam hati ia membatin bahwa Zella memang kuat. Seharusnya Lyra tak perlu takut. Zella akan baik-baik saja.

"Yang dimaksud kuat bukan ini, Zel," Zaven menunjuk lengan Zella, "Tapi ini." Kini telunjuknya beralih menunjuk dada Zella. Gadis itu terdiam.

"Lukanya akan di sini. Bukan di badan." lanjut Zaven.

Zella tiba-tiba cemberut, "Don't you believe that I'm strong, Kak?"

"No. Bukan kaya gitu maksud Kakak, Zel. Maksud Kakak, apa kamu siap seandainya Mama ngasih izin? Karena Kakak yakin kalau keputusan yang Mama buat ada alasan kuatnya. She's smart, just like you."

"Tapi, apa alasannya? Kenapa mama nggak kasih tahu aku?"

Zaven mengedikkan bahu. "Mungkin dia nggak mau lihat kamu terluka. Karena dunia nggak semenyenangkan yang kamu lihat, Zel."

Zella menggembungkan pipi. Tapi, mungkin apabila dunia memang tidak semenyenangkan yang Zella kira, setidaknya ia tidak akan kesepian. Ia tidak akan seharian menghabiskan waktu di rumah. Atau kalau keluar rumah, ia selalu harus ditemani.

"Sekarang kamu makan dulu," Zaven berucap kemudian.

"Nggak ah," Zella menggeleng. "Aku nggak akan pernah mau makan sebelum aku tahu alasan mama dan mama izinin aku untuk sekolah di sekolah formal."

•••✨•••

done chapter 2!
please vote and comment!

ini Zella👇

ini Zella👇

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

kalo itu Zaven👆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

kalo itu Zaven👆

.

.

.

🌸enjoy the cast🌸
thank you!

SATURNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang