chapter ini pendek. cuma 1200-an kata doang.
btw, jgn lupa baca note di bwh!:)
happy reading!🙂
***
Adlyn telah tiba di sebuah hamparan hijau dengan banyak salib putih tertancap di atas tanah. Di bawah teriknya matahari, Adlyn melangkahkan kakinya menuju sebuah lahan tak bergunduk yang berada di tengah-tengah hamparan itu.
Setelah sampai, Adlyn berdiri di samping lahan itu dan menunduk. Tatapannya menyendu. Fokusnya terarah seratus persen pada makam yang saat ini ada di hadapannya. Bahkan, panasnya mentari ibarat angin lalu saja.
Berbulan-bulan Adlyn tak mengunjungi tempat ini. Boleh dikata Adlyn pecundang dan tak tahu berterima kasih. Tapi, setiap mengunjunginya, hanya akan membuat Adlyn teringat masa lalunya bersama Vargo yang memilukan.
Adlyn kemudian berlutut di samping makam itu. Tangannya terulur menggapai nisan dan hatinya menyebutkan nama yang tertera di sana. Vargo Ganares.
Adlyn mengukir senyum dengan sengaja. Diusapnya nisan yang agak berdebu itu perlahan. Lalu, tanpa sadar pelupuk matanya sudah banjir oleh air mata.
Dulu, ketika Adlyn bertengkar dengan Giana, pelariannya adalah Vargo. Cowok itu siap memberi segalanya agar Adlyn bisa kembali tersenyum. Namun kini, semuanya tinggal kenangan. Vargo telah pergi untuk selama-lamanya, dan Adlyn tak ada di sisi cowok itu saat mengembuskan nafas terakhirnya.
"Maafin aku, Go," Adlyn berucap parau. Selanjutnya, ia terisak.
Bahunya bergetar. Wajahnya memerah berlinangan air mata. Adlyn menggigit bibir bawahnya sendiri agar jangan sampai ia terdengar menangis. Padahal tidak ada orang di dekatnya.
Tiga tahun lalu, papa Adlyn meninggal karena sakit jantung dan banyak gosip yang beredar di perumahan Adlyn karena papanya meninggalkan banyak hutang.
Kalau kata para tukang nyinyir, keluarga Adlyn selaksa sampah masyarakat.
Namun, Vargo dan mamanya tak pernah sekalipun berpikiran seperti itu terhadap keluarga Adlyn. Mereka justru mau membantu Giana dan Adlyn.
Sayang, situasi yang penuh tekanan itu membuat Giana tak berpikir jernih. Giana membawa Adlyn ke tengah kota agar dapat bebas sejenak dari kejaran rentenir dan anggapan buruk masyarakat.
Di sana, Giana mencari pekerjaan ke sana dan ke mari. Namun hasilnya nihil. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk melakoni pekerjaan nista tersebut.
Apa yang dilakukan Giana, berdampak buruk bagi hubungan Vargo dan Adlyn. Mereka harus berpisah karena ketakutan Giana yang berlebihan terhadap hutang-hutang yang ditinggalkan suaminya. Padahal, saat itu ada Vargo dan mamanya yang siap membantu.
Segala janji yang Adlyn ucapkan. Tentang ia yang akan selalu berada di sisi Vargo, tentang ia yang akan selalu siap menjadi teman seperjuangannya, lenyap begitu saja karena perpisahan yang tak pernah direncanakan itu.
Hingga setahun kemudian, saat keadaan Adlyn dan Giana mulai membaik, Adlyn mendapat kabar menyedihkan tentang Vargo. Vargo mengalami kecelakaan karambol dan meninggal dunia.
Adlyn kehilangan Vargo untuk selama-lamanya. Tanpa sempat bilang pamit, bahkan maaf.
"Aku bener-bener minta maaf," katanya lagi sambil masih terisak.
Adlyn mengusap pipinya yang basah akibat air mata. Matanya menatap nisan itu lama-lama. Andai saja waktu dapat diputar kembali, Adlyn tak akan mengikuti kemauan Giana. Adlyn akan tetap di samping Vargo. Menemaninya sesuai apa yang telah ia janjikan pada cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SATURN
Teen FictionSaturna Zervella tidak pernah menikmati dunia luar. Sehari-hari, jadwalnya hanya homeschooling dan main bersama anjing peliharaannya. Di usianya yang ke-16, ia memberanikan diri meminta kepada orang tuanya untuk menjalani kehidupan layaknya remaja d...