05 | Blessing or Disaster?

1K 229 91
                                    

Zella baru saja selesai melakukan scan sidik jari. Dia juga sudah tahu di mana lokernya dan cukup hafal dengan jalan serta ruangan-ruangan di sekolah barunya. Kini, saatnya Zella untuk kembali ke kelas.

Setibanya di kelas, kelas yang tadinya sepi karena hampir semua siswa pergi ke kantin, sekarang kelas itu sudah full seperti saat Zella pertama kali masuk. Karena itu, Zella segera menuju tempat duduknya yang berada di sebelah Nola.

"Zella? Kok kamu baru nyampe?" Nola baru menyadari kalau anak yang menduduki kursi di sebelahnya baru saja tiba.

"Iya. Tadi aku nyasar," kata Zella.

"Nyasar?" Nola nampak kaget.

Zella mengangguk, kemudian menyengir. Iya, seharusnya Zella tadi nurut saja dengan Nola untuk ditemani.

"Tau gitu tadi aku temenin kamu, kan," Nola berujar.

"Iya. Maaf, ya. Tapi aku nggak apa-apa, kok. Ada untungnya juga aku nyasar. Aku jadi tahu beberapa tempat di sekolah ini," jelas Zella.

Nola menatap Zella heran, kemudian menggeleng kecil. Di mana-mana, orang kalau tersesat pasti bingung dan takut. Sedangkan Zella? Zella malah senang.

"Kenapa?" tanya Zella, merasa diperhatikan oleh Nola.

"Nggak. Cuma aneh aja."

"Aneh?" Zella menautkan kedua alisnya.

"Udahlah. Lupain aja," sahut Nola. Gadis itu kemudian mencari topik pembicaraan lain, "Oh iya. Untung kamu nggak telat masuk kelas. Soalnya bentar lagi bel selesai istirahat bunyi."

"Memang kenapa?"

"Di sini, kalau ada murid telat masuk kelas, alias gurunya duluan yang masuk, dia bakal disuruh keluar kelas dan nggak ikut pelajaran selama satu jam."

Kok ngeri? Zella membatin. Berarti keberuntungan Zella kalau kali ini ia tidak telat masuk kelas. Karena dua menit setelah Zella masuk kelas, bel selesai istirahat berbunyi. Bayangkan saja Zella si anak baru harus dihukum karena telat masuk kelas. Sangat memalukan.

Zella jadi teringat kejadian yang tadi ia alami, yaitu tersesat dan bertemu dengan cowok-cowok itu. Pasti gara-gara hal itu Zella molor dan nyaris terlambat.

"Ehm, makasih ya buat informasinya," ucap Zella, sepersekian detik setelah seorang guru memasuki kelasnya.

•••✨•••

Setelah sahabat mereka meninggalkan kelas, Archie baru bisa bernafas lega dan berbincang lagi dengan Evan dan Eze. Archie masih saja kepikiran kejadian tadi di depan ruang musik.

"Sumpah, idup kok isinya ngamuk mulu," keluh Archie.

"Siapa?" tanya Eze, menggoda Archie. Padahal Eze juga sudah tahu jawabannya.

"Bego lu. Jelas-jelas orangnya nggak ada. Udah pasti kita bicaraian dia lah," Archie ngegas.

"Ya nggak usah nyolot, anying!" Eze menoyor kepala Archie, "Lagian salah lo banyakan bacot sama, tuh, anak baru. Siapa namanya? Zena?"

"Zella," Archie membenarkan. "Gue kan nggak banyak bacot. Sekarang gue tanya, lo buka pintu dan liat cewek modelan barbie kayak gitu. Siapa yang nggak keder coba? Anak baru lagi. Gue ajak kenalan, emang salah?"

"Heh, kenalan ya cuma nanya nama doang. Kelar. Lah ini pake nyomblangin Evan," cibir Eze.

"Lo juga bangke," Archie tak suka disudutkan.

"Parah kalian pada," Evan menimpali.

Archie menahan tawa. "Parah? Harusnya lo bersyukur punya temen cerewet kaya gue. Jadi, kalo mau buka obrolan atau mau kenalan sama cewek, lo bisa pake jasa gue."

SATURNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang