Nual menghela nafas jengah ketika Reuben tak memberinya ruang untuk berpendapat mengenai pesta ulang tahunnya yang ingin Reuben adakan dalam empat hari mendatang.
Yap, empat hari mendatang, Nual berulang tahun yang ke-17.
Namun, Nual rasa Reuben terlalu berlebihan. Reuben tak perlu mengadakan pesta. Apalagi sampai mengundang keluarga besar Halen dan beberapa kolega lelaki itu. Hanya buang-buang uang dan tenaga. Lagipula, apa faedahnya?
"Opa tidak perlu melakukan itu semua. Nual nggak ingin dipestakan." kata Nual, lagi, mengulang hal yang sama.
"Mengapa begitu? Terlambat, Nual. Opa bahkan sudah menghubungi EO yang akan mengurus pestamu. Kamu hanya perlu persiapkan diri dan undang teman sekelasmu. Bila perlu guru-gurumu."
"Apa?" Nual menatap Reuben tak percaya.
"Dengar, Nual. Di saat banyak remaja yang ingin dipestakan pada hari jadinya dan mereka tak bisa mendapatkan hal itu, lihat apa yang telah Opa lakukan untukmu." Reuben berujar sinis.
Memang banyak remaja di luar sana yang mendambakan pesta meriah di hari ulang tahunnya. Namun, mereka tak punya dana untuk mengadakannya. Sedangkan Nual, tanpa meminta telah mendapatkannya secara cuma-cuma.
Ah, tapi Nual sungguh tidak mau. Haruskah hidupnya dikendalikan oleh Reuben terus-terusan?
Nual berdecak pelan, "Opa tidak pernah peduli dengan Nual. Semua yang Opa pedulikan adalah kemauan Opa sendiri."
"Benarkah begitu? Bahkan kamu bisa bersekolah hingga saat ini semua karena Opa, Nual. Sudahlah, berhenti menentang Opa. Persiapkan dirimu." titah Reuben.
"Lawson," Reuben menyebut nama Lawson yang sedari tadi berdiri di samping sofa dan menyimak obrolan antara kakek dan cucu itu.
"Ya, Tuan?" sahut Lawson sopan.
"Bisakah kau mengambilkan undangan pesta ulang tahun Nual yang kutaruh di dalam tasku? Tasku ada di mobil." pinta Reuben.
Dan lihat, Reuben telah jauh bertindak terhadap kehidupan Nual.
Nual memijat pelan keningnya. Kalau tahu hal penting yang Reuben maksud adalah ia ingin mengadakan pesta ulang tahun untuknya, Nual lebih baik mengabaikannya dan tetap bersama dengan keempat sahabatnya di Bang Jep.
"Baik, Tuan." Lawson kemudian pergi menuju halaman depan. Ia mengambil undangan yang dimaksud Reuben. Setelah itu, ia kembali dengan setumpuk kertas berwarna biru tua di tangannya.
"Ini, Tuan," kata pria itu sembari menyerahkan setumpuk kertas tersebut kepada Reuben.
"Terima kasih," balas Reuben.
Nual sudah malas melihat wajah Reuben. Ia memilih memalingkan mukanya ke arah lain. Reuben memang benar-benar membuatnya tak habis pikir. Undangan pun sudah disiapkan.
"Ada lima puluh undangan. Kamu bebas memberikannya kepada siapapun. Kecuali teman sekelas. Mereka wajib datang. Selebihnya menjadi keputusanmu." kata Reuben lalu meletakkan setumpuk kertas itu di meja yang ada di hadapan mereka.
Sekelas? Sungguh?
Ayolah, untuk apa Reuben menyuruh Nual mengundang teman sekelasnya? Nual tak pernah menjalin hubungan dekat dengan siapapun selain ketiga sahabatnya dan Adlyn. Selebihnya hanya teman biasa dan Nual rasa mereka tak perlu diundang.
"Opa harap kamu menghargai apa yang sudah Opa lakukan untukmu." tutur Reuben kemudian. Setelahnya, lelaki itu berdiri, "Opa pulang."
Mendengar itu, Lawson langsung membantu Reuben menyingkir dari sana. Ia menggiring lelaki itu ke teras untuk masuk ke dalam mobil.

KAMU SEDANG MEMBACA
SATURN
Fiksi RemajaSaturna Zervella tidak pernah menikmati dunia luar. Sehari-hari, jadwalnya hanya homeschooling dan main bersama anjing peliharaannya. Di usianya yang ke-16, ia memberanikan diri meminta kepada orang tuanya untuk menjalani kehidupan layaknya remaja d...