Sebelum baca part ini, vote dulu kalo suka sama cerita ini yaaa😁 Jangan lupa masukin ke reading list dan perpustakaan juga, ya. Thank you! Happy Reading🌷
***
Zaven terkejut ketika mendapati memar biru keunguan di dahi Zella. Saat itu pula, matanya melirik tajam ke arah Evan dan Archie yang berdiri di samping Zella.
"Kalian pasti yang bikin Zella luka. Iya 'kan?" tuduh Zaven kepada Evan dan Archie.
Zaven maju selangkah dan ingin menarik kerah Evan serta Archie. Namun, untungnya tangan Zella sigap menahan. Alhasil, Zaven tak jadi melakukan aksinya. Tetapi, matanya masih menghunus tajam ke arah Evan dan Archie.
Sepulang sekolah, Evan dan Archie jadi menghampiri Zella di UKS. Keduanya memang sudah sepakat-tepatnya sepakat atas dasar keputusan sepihak yang dibuat oleh Archie.
Mereka berdua mengantar sekaligus menemani Zella di halaman depan lobi St. Frances hingga Zaven datang. Seharusnya, itu menjadi tugas Nola, Tania dan Lexa. Akan tetapi, ketiganya telah lebih dulu berkompromi dengan Archie supaya Evan bisa menemani Zella.
Memang kayanya Archie niat banget nyomblangin Evan dengan Zella.
"Kenapa dahi kamu bisa kaya gitu?" tanya Zaven tak sabaran.
Zella hanya menghela nafas pelan. "Zella ceritain di rumah aja, ya."
"Nggak bisa!" Zaven meninggikan nada bicaranya. "Itu pasti ulah dari temen-temen kamu ini kan?" Zaven kembali menatap Evan dan Archie horor, membuat nyali kedua cowok itu ciut seketika.
"Ayo, ngaku kalian! Kalian pasti yang udah bikin Zella jadi kaya gitu 'kan? Jadi cowok kok beraninya sama cewek," cibir Zaven.
"Kakak!" tegur Zella.
"Apa, sih? Kamu ini dibelain nggak ngerti apa gimana, sih? Jelas-jelas mereka berdua sudah bikin dahi kamu memar kaya gitu."
Mulut Evan rasanya gatel banget pengen cerita. Tapi, ia masih belum punya keberanian untuk menyampaikan kebenaran yang sesungguhnya. Habisnya galaknya Zaven keterlaluan banget. Archie yang biasanya ceplas-ceplos juga mendadak diam tak bersuara.
"Bukan mereka, Kak," ujar Zella, "Bukan mereka yang bikin Zella kaya gini. Mereka justru yang udah bantuin Zella."
"Ah, masa?" Zaven tak percaya. "Zel, kakak bisa, lho, hajar mereka di sini. Just tell me the truth and I will slap them. Selesai."
Zella melotot tajam ke arah Zaven. Zaven sepertinya sudah keterlaluan. Zella tahu tujuan Zaven baik adanya. Tetapi, semua bisa dibicarakan dengan baik tanpa main tuduh-menuduh. Kadang, saking pedulinya dengan Zella, Zaven menjadi sangat protektif.
"Sorry, Kak. Tapi gue sama Archie emang beneran nggak ngapa-ngapain adik lo. Kita bahkan nggak tahu dengan memar yang ada di dahinya Zella." Evan akhirnya angkat bicara untuk menghindari kesalahpahaman yang sedang terjadi.
Zaven lantas mengalihkan perhatiannya kepada Evan dan Archie. Alisnya terangkat satu. Ia menatap Evan dan Archie sangsi.
"Gimana caranya gue bisa percaya kalo kalian beneran nggak ngapa-ngapain adek gue?" tanya Zaven penuh selidik.
Evan sempat bingung menjawab. Archie pun juga dari tadi diam saja karena saking takutnya. Tapi, untungnya, terlintas sebuah jawaban di kepalanya.
"Karena gue nggak kabur, Kak. Gue di sini nemenin Zella." ujar Evan.
"Betul itu!" Terdengar seruan setuju Archie.
"Dan lo juga bisa tanya ke Zella-nya sendiri," sambung Evan lagi sembari menatap Zella sebentar sebelum akhirnya kembali mengarahkan pandangannya pada Zaven.
KAMU SEDANG MEMBACA
SATURN
Teen FictionSaturna Zervella tidak pernah menikmati dunia luar. Sehari-hari, jadwalnya hanya homeschooling dan main bersama anjing peliharaannya. Di usianya yang ke-16, ia memberanikan diri meminta kepada orang tuanya untuk menjalani kehidupan layaknya remaja d...