Zella tiba di sekolah cukup awal. Kemarin malam, Poppy mengabari Lyra bahwa Zella diharapkan datang lebih pagi karena Zella harus mengisi data siswa yang benar-benar valid untuk keberlangsungan dirinya bersekolah di St. Frances.
Alhasil, di sinilah Zella sekarang. Di ruangan Miss Poppy, di depan komputer untuk melengkapi informasi yang kurang pada data siswanya.
"Sudah selesai, Miss," ucap Zella ketika ia sudah mengisi seluruh kekosongan informasi pada datanya.
Miss Poppy lantas berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Zella lalu mengecek apakah benar Zella tidak melewatkan pertanyaan satu pun.
"Oke. Sudah terisi semua." kata Poppy. "Baik, kamu boleh kembali ke kelas Zella."
Zella lantas berpamitan dan segera meninggalkan ruangan Miss Poppy. Sebentar lagi, bel mulai pelajaran akan berbunyi. Zella harus sudah ada di kelas sebelum guru yang mengajar di jam pertama masuk kelas.
Akan tetapi, alih-alih ingin kembali ke kelas, Zella tiba-tiba dipanggil oleh seseorang yang tak dia kenal. Zella menoleh ke belakang dan ia mendapati tiga orang cewek berjalan menghampirinya.
Alis Zella berkerut. Ia tidak mengenali tiga cewek itu. Jangankan mengenali, melihat wajahnya saja tidak pernah.
"Zella?" ucap salah satu dari ketiga cewek itu, yang berdiri paling depan sementara di belakangnya ada dua cewek lainnya.
Zella mengangguk ragu. Mereka bahkan mengetahui nama Zella.
"Kenalin, gue Seane." Cewek yang menyebut nama Zella dengan benar itu mengulurkan tangannya dan disambut baik oleh Zella.
"Ini temen-temen gue," Seane memperkenalkan dua temannya yang berdiri di belakangnya.
Zella mengalihkan pandangan. Lalu, masing-masing dari teman Seane mengulurkan tangannya dan menyebutkan nama mereka masing-masing. Teman-teman Seane yaitu Felice dan Oletta.
"Kalian tau nama aku dari mana?" tanya Zella akhirnya.
"Nanya-nanya," jawab Seane. "Oh, ya. Kita bertiga mau ngomong sama lo bentar, boleh?"
"Ngomong?" Mata Zella memicing. "Tapi bentar lagi bel-nya bunyi. Bukannya kalo telat masuk bakal disuruh keluar kelas, ya?"
"Cuma bentar doang, kok." ujar Seane. "Nggak ada lima menit."
Zella kesulitan mengiakan. Sebab, Zella ingat kata Nola bahwa kalau murid terlambat masuk kelas dibanding gurunya, maka akan dikeluarkan dari kelas. Zella nggak mau kejadian itu terulang lagi dua kali. Cukup sekali saja waktu itu.
"Please.." Namun, Seane memohon. Membuat Zella menjadi iba. "Bentaran doang. Nggak akan lama."
Akhirnya, Zella mengiakan. Lagipula, sepertinya apa yang ingin dibicarakan oleh Seane adalah sesuatu yang penting.
"Ya udah. Ngomong aja." kata Zella.
Seane nampak menggaruk pelipisnya yang tak gatal. "Eum... gimana kalo kita jangan ngomong di sini?"
Zella sedikit terkejut. "Loh, kenapa?"
"Ya nggak papa, sih. Masalahnya ini privasi banget. Nggak aman buat kita."
Zella nampak berpikir. Seprivasi apa memangnya sampai Seane tidak bisa membicarakannya di lobi sekolah?
"Kalo lo keberatan kita bisa tunda lain waktu, kok." celetuk Seane.
"Eh, enggak. Aku nggak keberatan. Ya udah, kita harus ke mana sekarang?"
Seane nampak tersenyum senang. Lalu ia melirik Felice dan Oletta sejenak. Setelah itu, ia mengenggam tangan Zella.
KAMU SEDANG MEMBACA
SATURN
Teen FictionSaturna Zervella tidak pernah menikmati dunia luar. Sehari-hari, jadwalnya hanya homeschooling dan main bersama anjing peliharaannya. Di usianya yang ke-16, ia memberanikan diri meminta kepada orang tuanya untuk menjalani kehidupan layaknya remaja d...