6. Rose, hantu toilet

3.8K 352 5
                                    

Sarka ingat, dulu ia pernah mendengar cerita dari salah satu teman, sewaktu masih SMP kalau Sarka tidak salah ingat. Teman kelasnya itu, yang entah kenapa Sarka tidak ingat namanya, berkata bahwa neneknya bisa melihat makhluk tak kasat mata dan bisa berbicara dengan hantu. Sarka serta merta langsung tertawa terbahak mendengar ceritanya waktu itu. Ia memang percaya bahwa hantu itu ada, tapi ia menyangkal jika manusia bisa berinteraksi dengan orang yang sudah meninggal. Sarka rasa itu tidak logis dan aneh. Ia tidak percaya dengan hal itu. Bahkan, dengan gamblangnya Sarka berkata kepada temannya itu bahwa neneknya pasti mengada-ada dan berhalusinasi. Tentu saja ucapan Sarka itu membuat teman kelasnya marah dan tidak terima. Tapi Sarka tidak peduli waktu itu, ia memang tidak percaya.

Dan sekarang, Sarka merasa sangat bersalah sudah berkata demikian kepada temannya itu. Ia sudah percaya, karena Sarka mengalaminya sendiri. Ia tahu kalau hal itu masih belum bisa Sarka terima, ia tidak ingin merasakan hal itu. Tapi, mau bagaimana lagi? Sarka tidak bisa berbuat apa-apa. Bukan keinginan Sarka sendiri untuk melihat mereka yang tak kasat mata oleh manusia normal. Ini diluar kendalinya.

Sarka sebenarnya sangat muak melihat mereka. Bagaimana tidak, mereka secara terang-terangan menunjukkan wajahnya yang sangat menyeramkan. Apalagi hantu perempuan di kamar Abangnya itu. Sarka bisa jadi menjadi gilaa jika tidak bisa tahan dengan semua kejadian ini. Untungnya saja, Sarka belum bertemu dengan makhluk jahat yang pasti membuatnya takut setengah mati.

Sarka ingin mengatakan jika dirinya cukup beruntung karena ia melihat makhluk yang tidak mengganggu dirinya. Atau mungkin itu belum terjadi. Tapi Sarka berharap hal itu tidak pernah terjadi, semoga saja.

Saat ini Sarka sangat percaya dan yakin bahwa mata yang sekarang ia pakai adalah milik seseorang yang mempunyai keahlian khusus melihat makhluk tak kasat mata. Apakah seharusnya Sarka berbangga diri karena sekarang dirinya bisa melihat mereka yang tak kasat mata? Atau seharusnya Sarka merasa bahwa ini adalah sesuatu yang akan membuat dirinya hidup tidak tenang?

Entahlah, Sarka tidak bisa menemukan jawabannya. Semakin ia memikirkan hal itu, semakin kabur pula jawaban itu.

Satu hal yang sudah pasti, penglihatan Sarka akan sekitarnya, sudah berubah sejak hari pertama ia bisa melihat lagi.

"Jangan ngelamun mulu." Bisikan beserta senggolan sikut dari Edo membuat Sarka tersentak pelan. Cowok itu mengerjapkan matanya dan menatap Edo sebentar, sebelum akhirnya memfokuskan tatapannya ke arah depan, menatap seorang guru yang sedang menjelaskan materi di papan tulis.
Sarka sendiri tidak sadar bahwa dirinya sedang melamun.

Edo kembali membisikkan sesuatu. "Entar lo bisa habis sama Bu Etty kalau ketahuan nggak merhatiin apa yang dia ngajar," ujarnya dengan suara lirih.

Sarka pun akhirnya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda ia paham. "Gue boleh ijin ke toilet kan Do?"

Edo menoleh, menatap Sarka cepat. "Mau ngapain?"

Mendengkus panjang, Sarka memutar bola matanya. Bagaimana ia tidak kesal, pertanyaan Edo benar-benar membuatnya ingin menelan sahabatnya itu hidup-hidup. Bisa-bisanya ia bertanya seperti itu. Pertanyaan yang tidak memerlukan sebuah jawaban.

"Gue mau jualan gorengan, ya mau buang air lah!" balas Sarka kesal dengan nada suara cukup kencang. Tapi, untungnya saja Bu Etty tidak mendengarnya.

"Jangan keras-keras ngomongnya!" tegur Edo lagi.

"Lagian pertanyaan lo itu bikin gue kesel. Udah ah, gue mau ijin dulu. Lo mau ikut nggak?" tawar Sarka, barangkali Edo ingin buang air juga.

"Ogah!"

Sarka mengendikkan bahunya. "Ya siapa tahu." Kemudian, ia pun berdiri dari duduknya, meminta ijin untuk pergi ke toilet, lalu ia pun keluar dari kelas setelah mendapatkan ijin dari Bu Etty. Sarka berjalan dengan langkah pelan.

Shadow Scent (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang