21. Buku misterius

2.2K 218 5
                                    

Sejak dua hari yang lalu, pada hari dimana Arial dinyatakan meninggal dunia karena disebabkan oleh lampu gantung yang menimpa tubuhnya, semua orang tidak berhenti membicarakan hal itu. Tentu saja, Kematian Arial tidak dapat disangka-sangka, bocah tidak berdosa itu harus pulang ke pangkuan Tuhan. Tante Kiki begitu terpukul sejak putranya meninggal. Beliau tidak berhenti menangis karena ditinggal oleh putra semata wayangnya. Bahkan, tante Kiki seringkali berteriak memanggil-manggil nama anaknya. Tidak hanya itu saja, tante Kiki masih suka pingsan. Om Irman sebagai suami tante Kiki, juga ikut terpukul atas meninggal putranya yang paling ia sayangi, tapi om Irman pandai menyembunyikan rasa sedihnya. Om Irman masih bisa tegar dan memenangkan istrinya dan membujuk rante Kiki agar bisa mengikhlaskan Arial.

"Sarka!" Langkah Sarka terhenti ketika telinganya mendengar seseorang memanggil namanya. Sarka menoleh ke belakang, terlihat Edo yang berjalan sedikit berlari ke arahnya.

"Kenapa Do?" tanya Sarka, kembali melanjutkan langkahnya.

"Gue mampir ke rumah lo ya? Gue mau main, bosen nih di rumah. Habis ini nggak tahu mau ngapain," ujar Edo sambil menyengir. "Gimana? Boleh, kan?" Edo terkekeh pelan.

Sarka mengangguk pelan. "ya boleh-boleh aja, mau langsung mampir?"

"Iyalah langsung, gue mager pulang dulu."

Sarka mengiyakan saja, ia menatap Edo lagi. "Lo nggak mau ganti baju dulu gitu?" tanya Sarka kemudian, ia menatap Edo yang masih memakai sarung, baju kokoh berserta peci. Begitupun juga Sarka yang memakai pakaian serupa karena mereka berdua habis tahlilan di rumahnya tante Kiki.

"Lah kenapa emangnya? Nggak boleh?" tanya Edo. Sedangkan Sarka langsung mendengkus pendek.

Kepala Sarka menggeleng pendek. "Tersesah lo deh Do." Sarka tidak mau memperpanjang masalah yang sebenarnya nggak penting-penting amat. Tidak lama kemudian, mereka berdua sampai dan masuk ke dalam kamar Sarka.

Selagi Sarka mengganti pakaiannya, Edo melepas sarung, menyisakan celana kolor yang ia pakai. Edo kemudian duduk di tepi kasur milik Sarka.

"Eh Sar, bang Alan belum pulang emangnya? Kok rumah lo kelihatan sepi banget barusan." Edo bertanya kepada Sarka yang sedang melipat sarungnya.

Sarka melirik Edo sekilas, sebelum akhirnya ia kembali berkutat pada aktivitasnya. Sarka meletakkan lipatan sarung ke dalam lemarinya lagi bersamaan dengan ia yang membalas pertanyaan dari bibir Edo. "Bang Alan sore tadi udah nelpon gue, katanya ada lemburan. Kenapa emangnya?"

"Oh ... Ya enggak pa-pa, gue cuma nanya aja." Edo menyeletuk, kemudian tidak sengaja matanya menangkap sesuatu yang menarik di atas meja belajar Sarka.

Edo pun lantas beranjak dari kasur dan langsung menyambar sebuah benda yang tidak asing baginya. Dan ingatan Edo kembali terputar pada masa SMP. Edo terkekeh sebentar.

"Sar, lo masih nulis ginian juga ternyata? Gue pikir lo udah nggak minat lagi." Edo mengangkat buku catatan pribadi milik Sarka tinggi-tinggi ke udara. Sarka melotot lebar, buru-buru ia bergerak dan merebut buku tersebut dari tangan Edo.

"Gue nggak nulis lagi sejak lulus SMP. Jangan ngaco deh lo Do," tukas Sarka kesal. Ia malu sendiri diingatkan seperti ini. Wajahnya sudah memanas dan memerah. Apalagi Edo yang selalu membulinya habis-habisan dari dulu tentang kegiatan Sarka yang satu ini.

"Terus? Itu buku kenapa bisa ada di rak lo?" Edo masih saja menaruh rasa curiga. Membuat Sarka bertambah sebal. Sarka memutar bola matanya malas setelah mendengkus panjang. "Halah ... Nggak usah ngeles mulu ah, jujur aja kenapa sih? Sama gue juga, paling banter juga gue ngejek lo." Edo tertawa terbahak.

Sementara itu Sarka mendecakkan lidah dan duduk di bibir kasur. "Sialaan lo, gue nggak nulis tentang diri gue lagi ya dibuku itu. Kalo nggak percaya lo cek aja sendiri. Kemarin gue nemu buku ini di gudang waktu bersih-bersih, terus gue ambil."

Shadow Scent (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang