Sarka pikir, tiga minggu belakangan ini ia akan baik-baik saja, hidupnya sudah tertata kembali, tidak ada tekanan yang serta merta membuatnya menjadi hancur, ia bahkan sudah kepalang bahagia lantaran semua kejadian yang menimpa dirinya perlahan sudah mulai menyusut, melebur, lalu menghilang. Tapi nyatanya, pagi ini Sarka dikejutkan oleh sesuatu.
Sekitar jam lima pagi, mimpi itu datang lagi menyerangnya setelah tiga minggu tidak menghantui Sarka. Sarka tentu saja kaget, jantungnya langsung berdetak cepat. Dengan irama napas yang memburu kencang dan keringat sebesar biji jagung menetes dari pelipisnya, Sarka segera beranjak dari kasurnya.
Tangan Sarka bergetar hebat ketika ia menggapai buku catatan miliknya. Bahkan, saking takutnya membuka lembar halaman buku itu, tangan Sarka sempat kram. Napasnya semakin memburu dengan kencang.
Karena terlalu takut membuka buku itu untuk melihat nama seseorang lagi, membuat Sarka kembali menutup buku miliknya itu.
Jujur saja, Sarka terlalu takut melihat nama orang lain yang tertulis di sana, takut jika orang tersebut akan meninggal, dan takut akan kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa saja akan terjadi.
Tapi lima menit kemudian Sarka ingat sesuatu, bahwa bisa saja ia mencegah kematian orang tersebut. Memantapkan keberanian, Sarka merapatkan bibir. Ia merapal doa terlebih dahulu sambil memejamkan mata sebelum mulai membuka lembar demi lembar buku misterius miliknya.
Dan ... Ada bagian dari diri Sarka yang langsung saja remuk dan hancur berkeping-keping ketika matanya menemukan korban selanjutnya dibuku misterius itu. Tenggorokan Sarka tercekat penuh, napasnya berubah menjadi memburu kencang. Sarka menggelengkan kepala berulang kali. Ditutupnya buku itu dalam sekali hentakan.
"Tidak, ini nggak mungkin." Sarka bergumam pelan, meyakinkan diri apabila pasti ada yang salah di sini. Wajah Sarka sudah pucat pasi. Karena Sarka percaya bahwa dirinya pasti sudah salah melihat, ia pun lantas memastikannya sekali lagi. Menahan napasnya, dengan tangan bergetar Sarka mulai kembali membuka buku bersampul coklat itu.
Aroma darah segar yang masih menetes membuat Sarka rasanya ingin memuntahkan isi perutnya, ia mual dengan baunya. Sarka benci darah. Tapi, Sarka harus tahan untuk memastikannya sekali lagi.
Dan, apa yang Sarka lihat sebelumnya masih sama saja seperti sekarang. Nama itu tidak berubah, huruf-huruf yang tersusun membentuk satu kalimat itu nyatanya masih tetap seperti itu. Penglihatan Sarka tidak mungkin salah.
Korban selanjutnya adalah ...
Sungguh, Sarka diserang oleh perasaan panik, takut, gelisah dan merasa sangat bersalah. Sarka kemudian berdiri dari duduknya, dengan cepat ia meletakkan bukunya di atas meja.
Pikiran Sarka kosong, ia tidak tahu harus bertindak apa setelah ini, setelah ia melihat nama seseorang dibuku itu, yang kemungkinan bakal meninggal dunia seperti korban-korban sebelumnya.
Sarka menelan ludahnya dengan susah payah, lalu ia pun mulai mengambil keputusan. Dengan gesit, Sarka mengambil jaket yang sudah dilipat di dalam lemari. Sekarang sudah menjelang pagi meskipun matahari belum kunjung terlihat wujudnya.
"Gue harus bahas masalah ini sama Edo," gumam Sarka pelan.
Sarka tidak mau membuang-buang waktu lebih lama lagi, ia harus bertukar pikiran dan segera menemukan cara dan solusi atas masalah ini. Mumpung belum terlambat, mumpung masih terlalu awal, dan mumpung masih sempat.
"Sarka, mau ke mana kamu?"
Langkah Sarka dicegat oleh Maria. Sarka menatap ibunya yang sedang berdiri di dapur, memasak sarapan pagi ini. Sarka menelan ludahnya, sebelum akhirnya ia menjawab dengan senyuman kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Scent (END)
Teen FictionSarka tidak tahu ada apa dengan dirinya. Semenjak mendapatkan donor mata dari orang lain, ia merasa keanehan mulai datang satu persatu kepadanya. Seperti bisa melihat makhluk tak kasat mata, diserang mimpi buruk sepanjang malam hingga membuatnya ter...