24. Gwen ngambek

2.1K 216 7
                                    

Dengan cepat Sarka memakai celana panjang dan mengambil jaket. Setelah selesai, ia langsung keluar dari kamar. Tadi saat dirinya sedang mengganti pakaian, abangnya berkata akan menunggunya di depan rumah sambil memanasi mesin mobil sebelum berangkat. Dan sekarang Sarka sudah siap, ia berjalan cukup cepat. Mesin mobil dapat Sarka dengar dari luar.

"Eh Sarka!"

Langkah Sarka dihentikan oleh Gwen yang tiba-tiba saja berseru memanggil namanya. Gwen kini berdiri tepat di hadapan Sarka, menghadang langkah cowok itu. Sarka mendengkus kesal, "kalau mau ngajak ngobrol dan curhat, bisa ditunda dulu Gwen? Aku buru-buru nih!" Sarka menatap Gwen malas, hantu perempuan itu mencebikkan bibirnya.

"Saya cuma mau nanya aja kok, kamu mau pergi ke mana? My bebeb Alan tadi kelihatannya juga mau pergi, nah kamu denger nggak suara mesin mobil di luar?"

"Aku emang mau pergi sama bang Alan, di luar itu suara mobil bang Alan kalo kamu mau tau." Sarka menjawab setengah ogah-ogahan. "Udah, kan nanyanya?"

"Pergi ke mana?"

"Kamu nggak perlu tahu, intinya kita mau pergi. Dan kamu nggak usah takut, akan kupastikan bang Alan udah ada di rumah sebelum pukul dua belas malam." Sarka menjawab sambil memaksakan senyumannya.

"Lama banget itu!" Gwen berseru protes, raut wajahnya berubah mendung, sedangkan bibirnya cemberut. "Memangnya mau pergi ke mana sih?"

"Pergi ke toko buku, nyari komik. Kenapa? Mau ikut?"

"Boleh emangnya kalau saya ikut kalian?" Sepertinya Gwen menganggap serius tawaran Sarka barusan, padahal saja Sarka hanya asal menyeletuk saja. Sarka pikir juga tidak mungkin Gwen bakal ikut pergi. Tapi sekarang, Gwen malah bertanya seperti itu.

Sarka meringis pelan, ia sadar bahwa dirinya salah ambil kata. "Jangan deh, kamu di rumah aja Gwen. Nanti ada maling rumah ini gimana? Kan kalau ada yang macam-macam, bisa kamu tunjukin wujud kamu, pasti mereka bakal takut dan lari terbirit-birit."

"Nggak mungkin ada maling!" Gwen menyela cepat. "Di sini kan aman, bebas maling. Kamu lupa kalau ini kompleks perumahan. Di depan juga ada satpam. Itu tugas mereka, bukan tugas saya. Dan ibu kamu juga pasti bentar lagi pulang dari tetangga sebelah."

Sarka menggaruk belakang kepalanya, ia diam dan berpikir. Tapi sialnya, ia tidak bisa memikirkan apa-apa, otaknya buntu dan sama sekali tidak mengirimkan ide apapun. Otaknya tidak mau bekerja sama. Sarka bingung sendiri.

"Gimana? Saya boleh ikut, kan? Ayolah ..."

"Emangnya bang Alan bolehin kamu ikut?" Pertanyaan bodoh malah keluar dari bibir Sarka. Sarka sadar bahwa dirinya sudah salah bersuara. Pertanyaan macam apa itu?

"Kamu gimana sih? Nggak ada yang bisa lihat saya! Kecuali kamu. Bebeb Alan nggak mungkin tahu, kecuali kamu ngasih tahu. Ayolah, boleh kan saya ikut kalian?"

Sarka masih diam saja, ia berpikir kritis. Sementara di luar sana, abangnya sudah memencet klakson berulang kali. Sarka tahu bahwa itu isyarat dari abangnya agar Sarka cepat keluar agar bisa berangkat sekarang.

"Tuh, abangmu udah nunggu terlalu lama. Mikir apaan lagi? Saya bakal diam aja kok. Saya janji nggak main rusuh. Saya pengin berduaan sama bebeb Alan. Lagipula, saya suntuk di rumah. Saya pengin refreshing sekali-kali biar nggak jenuh."

"Bang Alan biasanya lama banget kalau udah di toko buku. Kamu nggak pa-pa Gwen emangnya?" tanya Sarka.

Tin! Tin!

Di luar sana, Alan kembali memencet klakson mobil, yang membuat Sarka berdecak kesal. Abangnya itu benar-benar tidak sabaran!

"Mau pulang besok ataupun lusa sekalian, saya nggak masalah asalkan ada my baby sweet Alan! Udahlah, nunggu apaan lagi sih? Saya mau ikut!"

Shadow Scent (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang