"Gue tahu kalo semakin ke sini justru lo malah dihadapkan sama situasi yang makin sulit." Edo berucap lirih sembari meremas pelan pundak Sarka. "Tapi Sar, memikirkan kejadian yang belum tentu terjadi, seharusnya lo harus hilangin pikiran satu ini. Lo jangan terlalu overthingking."
"Gue udah nyoba nggak overthingking sejak awal. Tapi kenyataannya?" Sarka tertawa pelan, senyuman kecutnya muncul ke permukaan. "Kenyataannya malam semakin banyak korban, kan? Gimana gue mau ngilangin pikirin itu kalo kenyataan yang terjadi memang seperti apa yang gue pikirkan?" Sarka diam setelah itu, perlahan napasnya terhela panjang. "Nggak ada gunanya berpikir positif kali ini Do. Mencegah maupun tidak, bakal ada korban selanjutnya. Kecuali ..." Mendadak saja lidahnya terasa kelu, membuat Sarka berhenti berkata.
"Kecuali?" sahut Edo, menyambung ucapan Sarka yang belum selesai. Edo menatap Nadine yang juga sedang menatap dirinya. Keduanya saling pandang untuk meminta jawaban dari satu sama lain.
Seolah tahu apa yang ada dipikiran Edo, kepala Nadine mengggeleng pelan. Ia juga tidak tahu apa yang Sarka maksudkan.
"Kecuali apa Ka?" sambung Nadine.
Kepala Sarka masih menunduk. Ia mengeluarkan napas lewat mulutnya. Sehabis bergulat pada pikirannya sendiri, Sarka kemudian mengangkat wajahnya, diperhatikannya raut wajah Nadine dan Edo saling bergantian. Sarka tahu, kedua sahabatnya ini butuh sebuah jawaban darinya untuk mengusir rasa keingintahuan.
"Kecuali ..." Sarka kembali melanjutkan ucapannya. Meskipun terasa sulit mengatakannya, ia tetap akan mencoba menjelaskan. Karena baik Edo maupun Nadine sudah kepalang penasaran, karena Sarka sendiri juga sudah telanjur berucap. Sarka menelan ludahnya. "Kecuali gue ikut saran yang Gwen katakan ke gue."
"Saran?"
"Saran?"
Secara bersamaan, Edo dan Nadine berteriak secara bersamaan.
Sebagai pembenaran, Sarka mengangguk pelan. "Ya, saran dari Gwen. Gue ketemu dia dan gue ceritain semua masalah ini sama dia."
"Gwen sekarang tau berarti?" tanya Edo.
Sekali lagi, Sarka menggerakkan kepalanya naik turun. "Gue rasa Gwen berhak tau, jujur aja meskipun gue kesal karena dia sangat tergila-gila sama bang Alan, tapi disatu sisi gue kasihan banget sama dia. Gwen tuh gimana ya, dia udah nempel banget sama bang Alan. Jadi gue tahu pasti dia sedih banget."
"Sekarang dia tinggal di mana? Jujur aja gue nggak ingat apapun tentang Gwen semenjak ... Maaf Ka, semenjak bang Alan udah nggak ada."
"Dia udah nggak tinggal di rumah lagi, dia udah pindah. Dan gue nggak tau di pindah ke mana, gue nggak nanya dan Gwen nggak ngasih tau gue."
"Tunggu ...." Edo mengangkat satu tangannya ke atas, membuat Sarka maupun Nadine segera mematri sorot mata masing-masing ke arah Edo.
"Kenapa Do?"
"Gwen kan udah nggak ada, dan bang Alan juga udah nggak ada, kan?" kata Edo hati-hati. "Jadi ... Bukannya mereka malah gampang buat ketemu?"
Sarka mendesah pendek. "Nggak tau Do, gue sendiri aja nggak lihat bang Alan. Gwen katanya juga belum nemuin bang Alan juga."
"Terus Ka, saran apa yang Gwen kasih tau ke elo? Ini belum di bahas tadi."
"Gue nggak tau saran ini bakal berhasil atau enggak. Gwen sendiri juga nggak tau. Tapi Gwen udah mewanti-wanti kalo gue setuju sama saran dia, ada banyak kemungkinan yang terjadi. Kemungkinan baiknya gue bisa berhasil melewati rencana ini, dan kemungkinan yang paling buruk, gue gagal dan bisa terluka, atau bisa saja gue ..." Sarka menelan salivanya, " ... Mati."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Scent (END)
Teen FictionSarka tidak tahu ada apa dengan dirinya. Semenjak mendapatkan donor mata dari orang lain, ia merasa keanehan mulai datang satu persatu kepadanya. Seperti bisa melihat makhluk tak kasat mata, diserang mimpi buruk sepanjang malam hingga membuatnya ter...