Nadine pulang dari rumah Sarka sekitar pukul lima sore. Tepat waktu, ia tidak ingin pulang terlalu malam ataupun hampir menjelang malam hari. Memarkirkan motornya di garasi, Nadine kemudian mulai melangkah masuk ke dalam rumahnya.
Nadine hanya tinggal berdua bersama ayahnya. Entah ke mana ayahnya itu saat ini, pagi tadi ayahnya ijin pergi kepada Nadine, tapi sampai sekarang belum pulang juga. Nadine sebenarnya juga merasa jauh dengan ayahnya meskipun tinggal satu rumah.
Laki-laki paruh baya itu memang menyayangi Nadine, dan Nadine tahu fakta satu ini. Tentu saja, ayahnya adalah laki-laki paling baik yang Nadine kenal. Apapun yang Nadine inginkan memang selalu dikabulkan. Tapi ... Ayahnya memang jarang ada waktu untuk menghabiskannya bersama Nadine. Ayahnya selalu sibuk. Itulah yang Nadine tahu.
Nadine tidak berbohong, ia dan ayahnya tidak sedekat itu. Nadine juga jarang mengobrol dengan ayahnya. Tentu saja Nadine merasa jauh. Dan satu hal lagi, Nadine tidak pernah tahu ayahnya selalu sibuk dengan apa dan siapa.
Memang terdengar konyol, tapi itulah yang sebenarnya terjadi. Nadine tidak tahu pekerjaan ayahnya itu apa. Segala kebutuhannya memang tercukupi dengan baik, ia bisa tinggal dirumahnya yang nyaman, kebutuhan dirinya terpenuhi dengan sangat mudah, apalagi jika ada barang yang ingin ia beli, ayahnya selalu mengabulkan permintaannya itu dengan cepat. Nadine baru sadar, apapun yang ia minta tidak pernah ditolak sekalipun oleh ayahnya.
Jika semua itu bisa Nadine dapatkan dengan mudah, itu artinya pekerjaan ayahnya ini memiliki penghasilan yang tidak sedikit. Tapi, Nadine belum tahu dibalik semua itu. Nadine memang pernah bertanya kepada ayahnya tentang pekerjaan itu, bahkan lebih dari tiga kali jika Nadine tidak salah menghitung, tapi ayahnya malah tidak menjawab. Laki-laki yang sangat Nadine hormati itu memilih untuk bungkam. Dan jalan ninjanya, ayah Nadine itu selalu membelokkan topik pembicaraan, yang membuat Nadine mau tak mau harus pasrah saja dan mengikuti alurnya.
Lagipula, Nadine tidak ingin mendesak ayahnya. Biarlah ayahnya berkata sejujurnya nanti, dan mungkin saat ini ayahnya belum mau memberikan jawaban dari apa yang Nadine tanyakan. Ayahnya mungkin butuh waktu. Dan lama kelamaan, Nadine menjadi masa bodo tentang itu. Ia lelah bertanya terus, tapi tidak ada satupun jawaban yang ia dapatkan.
Ia bertanya ini, tapi selalu dijawab oleh ayahnya dengan itu. Jawaban yang ayahnya berikan selalu berbelit-belit, membuat Nadine tidak paham. Dan sampai sekarang, Nadine belum tahu pasti pekerjaan ayahnya.
Nadine hendak pergi ke kamarnya, namun ia berhenti melangkah ketika sorot matanya melihat sebuah ruangan yang dikunci. Nadine terdiam ditempat, bibirnya merapat, kedua alisnya membentuk satu garis lurus.
Menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri, Nadine perlahan melangkah mendekat ke arah ruangan tersebut. Hingga pada akhirnya, ia sudah sampai dan berdiri tepat di pintu itu.
Menelan ludahnya dengan kasar, tangan Nadine mulai terangkat. Ia hendak memegang handel pintu. Tubuhnya tiba-tiba saja bergetar. Nadine ragu, ia tidak pernah masuk ke dalam ruangan ini. Entah apa isinya di dalam sana, Nadine tidak pernah masuk.
Karena dihadapannya ini adalah ruangan rahasia milik ayahnya. Nadine tidak pernah masuk ke sana, lebih tepatnya ia dilarang masuk ke dalam oleh ayahnya. Ia sudah diperingatkan tentang ini, tapi entah kenapa Nadine tiba-tiba saja ingin melanggar ucapan ayahnya itu. Saat ini, Nadine diserang oleh rasa penasaran yang membludak.
"Sebenarnya di dalam sana ada apa? Kenapa ayah selalu larang gue buat masuk?" Nadine bergumam pelan.
Ada beberapa alasan kenapa Nadine saat ini ingin masuk ke dalam ruangan dihadapannya ini. Yang pertama, ia ingin melihat ada apa di dalam sana, tentu saja. Karena semenjak pertama kali pindah ke rumah ini, Nadine belum pernah masuk. Kedua, Nadine ingin mencari tahu kenapa ayahnya selalu melarang dirinya dekat-dekat dengan ruangan ini. Sudah beberapa kali ia mendapatkan peringatan akan hal ini. Mungkin di dalam sana terdapat hal-hal yang mempunyai jawaban atas pertanyaannya. Ketiga, Nadine ingin tahu kenapa ayahnya sering menghabiskan waktunya di dalam sana. Kenapa pula Nadine di larang masuk? Pasti ada sesuatu hal yang sedang disembunyikan oleh ayahnya.
Sebenarnya Nadine takut, apalagi ia belum pernah tidak menurut perkataan ayahnya. Selama ini apapun yang ayahnya ucapkan, sebisa mungkin Nadine akan mematuhinya. Tapi sekarang, Nadine tertantang untuk melanggar larangan ayahnya itu. Kebetulan juga, ayahnya saat ini sedang pergi dan belum balik. Itu artinya, Nadine mempunyai kesempatan untuk masuk ke dalam sana tanpa takut ketahuan.
Nadine menelan ludahnya dengan kasar, perlahan ia pun memutar handle pintu. Bersamaan dengan itu, Nadine sebisa mungkin bersikap tenang. Ia diam dengan napas yang tertahan ditenggorakannya.
"Nadine!"
Terkejut dengan suara berat yang memanggil namanya, Nadine dengan refleks berbalik badan. Mulutnya setengah terbuka dengan bibir yang bergetar, matanya membelalak lebar tatkala ia melihat ayahnya yang tengah berjalan ke arahnya. Nadine merasa pasokan udara disekitarnya mulai menipis hingga membuatnya kesulitan untuk bernapas.
Nadine gelagapan, tubuhnya mulai bergetar. Dilihatnya ayahnya dengan raut wajahnya yang terlihat sedang menahan amarah.
"Sedang ngapain kamu di situ?" tanya ayahnya dengan aksen suara berat, mengintimidasi, dan sarat akan kemarahan.
Nadine meneguk salivanya susah payah. Ia menunduk, takut melihat wajah ayahnya. Meskipun jarang sekali berinteraksi, mengobrol, dan terbuka satu sama lain, tapi Nadine sangat jarang mendapatkan teguran dan kemarahan. Dan kali ini, Nadine merasakan aura bahwa dirinya benar-benar terancam.
Ayahnya terlihat akan meluapkan emosinya. Nadine tahu bahwa di sini dirinya yang salah. Ia sudah nekat melanggar permintaan ayahnya untuk tidak masuk ke dalam ruangan tersebut, ruangan yang Nadine sendiri tidak tahu di dalam sana terdapat hal-hal apa saja sampai ayahnya melarang Nadine sebegitu kerasnya untuk masuk. Walaupun teknisnya Nadine memang masih berada di luar, tapi ia sudah kepergok hendak masuk.
"Nadine, ayah sedang ngomong sama kamu. Kenapa kamu diam saja? Sedang apa kamu di sini?"
Nadine masih diam saja dengan bibir yang kini merapat. Kemudian, Nadine kaget ketika ayahnya mengangkat dagunya. Membuat Nadine mau tak mau harus bertatapan wajah dengan ayahnya.
"Kamu nggak denger pertanyaan ayah Nadine? Ayah tanya sekali lagi, kenapa kamu ada di sini?"
"Nadine ..." Nadine tidak bisa melanjutkan kata-katanya lantaran ia terlalu takut berucap. Pandangannya sudah mengabur akibat air matanya yang menumpuk di pelupuk matanya.
"Kamu ingat pesan ayah, hm?" Dagu Nadine masih dicengkeram kuat oleh ayahnya. "Kamu mau melanggar apa yang sudah ayah katakan sama kamu?"
Nadine masih saja bungkam.
"Apakah sesulit itu permintaan ayah sampah kamu mau melanggarnya? Ayah lihat kamu mau masuk ke dalam ruangan ini. Ayah sudah berkata sama kamu, bahkan lebih dari satu kali, kamu dilarang masuk ke dalam sana! Kurang jelas permintaan ayah? Cuma itu permintaan ayah Nadine! Ayah nggak minta apapun dari kamu, ayah cuma minta kamu jauh-jauh dari ruangan ini dan jangan pernah nekat masuk ke sana."
Kepala Nadine terlempar ke samping ketika ayahnya melepaskan cengkeraman di dagunya. Nadine tidak berani membantah, karena ia tahu bahwa dirinya yang salah di sini. Nadine tidak bisa menahan air matanya, ia pun menangis. Isakan kecil muncul dari bibirnya.
"Ini peringatan keras buat kamu! Sekali lagi ayah lihat kamu deket-deket sama ruangan ini, kamu bakal tahu akibatnya. Ayah nggak mau lihat kamu mau melanggar permintaan ayah! Sekarang, ayah minta kamu balik ke kamar!" Ayahnya berkata sembari menunjuk kamar Nadine. Membuat cewek itu langsung kabur tanpa berkata apapun. Nadine terlalu takut berbicara untuk saat ini. Biarlah, Nadine akan minta maaf dilain kesempatan. Untuk saat ini, ia tidak mempunyai nyali untuk berbicara kepada ayahnya.
Nadine langsung mengunci kamarnya setelah dirinya sudah berada di dalam. Nadine menubrukkan dirinya di kasur, ia menenggelamkan wajahnya diatas bantal. Nadine menangis keras, tapi suaranya sedikit teredam karena bantal.
Baru kali ini Nadine mendapatkan teguran keras dari ayahnya. Dan ia sungguh takut dan merasa bersalah. Nadine menyesal, seharusnya tadi ia tidak ke sana. Ia sudah membuat ayahnya marah dan kecewa. Meskipun Nadine belum masuk ke dalam sana, ia tetap saja salah karena sudah berbuat ulah. Tapi Nadine sedikit beruntung karena jika ia ketahuan saat berada di dalam ruangan itu, bisa jadi kemarahan ayahnya akan berlipat ganda daripada barusan.
Jika saja Nadine menyadari kalau ayahnya sudah pulang ke rumah, mungkin ia akan langsung kabur ke dalam kamarnya. Tapi, posisinya Nadine tidak tahu bahwa ayahnya sudah berada di rumah.
Sekarang, Nadine tidak ingin tahu di dalam ruangan itu ada apa, ia sudah tidak minat lagi. Setidaknya untuk saat ini. Yang ada dipikiran Nadine sekarang adalah bagaimana ia akan meminta maaf kepada ayahnya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Scent (END)
Teen FictionSarka tidak tahu ada apa dengan dirinya. Semenjak mendapatkan donor mata dari orang lain, ia merasa keanehan mulai datang satu persatu kepadanya. Seperti bisa melihat makhluk tak kasat mata, diserang mimpi buruk sepanjang malam hingga membuatnya ter...