43. Hukuman

1.3K 140 6
                                    

Tiga Minggu Kemudian ...

Entah keberuntungan atau memang kenyataan seperti ini, Sarka merasa lebih bahagia sejak dua puluh satu hari terakhir. Ia merasa damai dan nyaman-nyaman saja. Tidak ada mimpi buruk itu lagi, tidak ada nama-nama orang lain yang tertulis dibuku catatan bersampul coklat gelap miliknya, tidak ada orang-orang yang meninggal lagi. Dan Sarka tentu saja merasa bahagia akan hal itu.

Sarka tidak tahu entah semua itu berhenti sampai di sini saja atau nanti akan berlanjut. Tapi, tentu saja ia ingin opsi pertama yang akan terjadi. Sarka sudah muak dan tidak ingin melihat mereka yang tidak bersalah harus meninggal karena mimpi dan buku itu, yang secara tidak langsung adalah Sarka pelakunya.

Tentang misteri tanggal empat juga belum bisa Sarka temukan jawabannya. Memang itu menjadi salah satu petunjuk pertama, tapi alasan kenapa orang-orang yang meregang nyawa ada kaitannya dengan angka empat, Sarka belum bisa membuktikan apapun.

Karena itu terlalu rumit dan masih abu-abu, bukti belum terkumpul dengan kuat. Petunjuk juga masih ada satu, membuat Sarka masih terlalu bingung untuk memecahkan misteri ini. Singkatnya, petunjuk yang Sarka pegang masih lemah.

"Sar, kok lo malah bengong! Buruan kita ke lapangan, udah mau dimulai tuh upacara." Edo mengguncang tubuh Sarka pelan, membuat cowok itu segera tersadar dari lamunannya.

Sarka berdehem pelan, ia menyapu pandangan ke seisi kelas yang sudah mulai kosong lantaran semua anak sudah bergegas pergi ke lapangan. Sarka mengangguk pelan seraya menatap Edo, "gue ambil topi dulu," ijinnya.

"Buruan, jangan sampai kita terlambat datang dan malah dihukum," cerocos Edo.

"Nggak sampai di hukum, jangan berlebihan deh Do. Belum ada pengumuman juga."

"Nggak ada pengumuman matamu Sar! Lo nggak dengar karena lo ngelamun dari tadi." Edo memutar bola matanya. "Makanya, jangan ngelamun mulu, kesambet setan baru tau rasa entar lo. Buruan bangun!"

"Topi gue mana ya? Kok nggak ada?" Sarka merogoh tas gendongnya lebih dalam lagi. Ia mengubernya, berharap apa yang ia cari segera ketemu. Tapi sayang, Sarka tidak mendapatkan apapun. "Topi gue nggak ada Do!"

"Yang bener lo ah, coba cari lagi."

Sarka kini mengeluarkan semua isi tasnya ke atas meja, ia juga sudah membuka semua resleting, namun topi yang ia cari tidak kunjung ditemukan juga. Sarka mendesah panjang, alamat hari ini ia pasti akan dihukum.

"Tetep nggak ada Do, bakal dihukum gue pasti."

"Kok bisa nggak ada sih?"

"Ya mana gue tau? Mungkin ketinggalan di rumah," jawab Sarka sembari mengendikkan bahunya. Sarka sudah pasrah, mau bagaimanapun ia tetap akan dihukum karena atribut yang ia kenakan saat upacara tidak lengkap. Sarka berdiri dari duduknya, "ayo ke lapangan!"

"Tapi lo ..."

"Udah, keburu telat nanti." Sarka memotong ucapan Edo yang belum tuntas, ditariknya tangan sahabatnya itu agar keluar dari bangku.

Edo dan Sarka berjalan bersebelahan dengan ritme langkah yang cepat lantaran semua murid sudah berkumpul membentuk barisan di lapangan upacara yang luas. Tapi, Edo merasa was-was sendiri, padahal kali ini ia lengkap memakai semua atribut. Tentunya ia akan terbebas dari hukuman. Tapi, yang membuat Edo kepikiran adalah Sarka. Sahabatnya itu tidak membawa topi.

"Lo nanti gimana Sar?" tanya Edo panik. Jarak mereka berdua sudah semakin dekat dengan lapangan di mana upacara beberapa menit lagi akan diadakan.

"Ya gue bakal dihukum, mau bagaimana lagi? Pasrah aja gue Do, kan ini kesalahan gue."

Shadow Scent (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang