Bahkan, meskipun berusaha mengesampingkan kejadian enam bulan yang lalu, Sarka masih merasa kesulitan. Ia ingin sekali melupakan kejadian buruk itu, tapi seberapa besar usaha yang ia kerahkan, hasilnya tetap saja nihil. Sarka tidak berhasil, ia gagal melupakan peristiwa itu. Namun, Sarka berusaha untuk mengikhlaskan semuanya, ia ingin memulai hidupnya dari awal lagi.
Sarka menghirup napas dalam-dalam, berusaha membuat dirinya tenang. Ia merasa sengatan sinar matahari yang menerpa sekujur tubuhnya.
"Sekarang udah jam berapa Do?"
"Jam tiga sore, kenapa? Mau balik ke bilik?" tanya Edo yang tengah duduk disamping Sarka.
Kepala Sarka menggeleng. "Boleh deh, gue udah lumayan gerah."
"Habisin dulu gih makanan lo, baru gue antar balik. Nggak baik nyisahin makanan kayak gini. Dikit lagi juga habis." Sarka mengangguk, ia menurut perkataan Edo.
Edo tersenyum tipis, ia mulai mengaduk bubur di mangkok yang sedang ia pegang. "Buka mulut lo Sar," kata Edo lirih, yang dengan cepat dituruti oleh Sarka.
Edo kembali menyuapi Sarka untuk yang kali kesekian.
Tatapan kosong Sarka lurus menatap ke depan, ia berdehem sejenak setelah menelan buburnya. "Minggu depan udah mulai lanjut sekolah lagi ya Do?"
"Iya, tahun ajaran baru. Cepet banget nggak sih Sar tiba-tiba udah kelas sebelas aja? Nggak nyangka gue, padahal baru kemarin lho."
Senyuman tipis Sarka tersungging di bibirnya. "Waktu kan emang cepat banget berlalu Do, lo juga harus rajin belajar biar pinter, bikin nyokap lo bangga nggak ada salahnya, kan?"
"Ya elah Sar, otak gue kopong gini, nggak ada isinya sama sekali. Mustahil gue bakal pinter." Edo mendecakkan lidahnya sembari geleng-geleng kepala. "Buka mulut lo lagi gih."
Sarka kembali menerima suapan bubur dari Edo. "Ya makanya biar ada isinya lo harus belajar."
"Iya-iya, nanti gue belajar biar pinter. Puas lo sekarang, ha?" Edo mendengkus kesal sembari memutar bola matanya.
Sarka tersenyum. "Nah gitu dong, lo harus semangat Do!"
"Lo yang harus semangat Sar, yang tenang, ya? Sabar juga. Gue yakin bentar lagi ada donor mata buat lo kok. Nanti kita berangkat sekolah bareng-bareng kayak biasa. Oke?"
"Makasih ya Do."
"Udah, jangan makasih terus. Sehari lo bilang makasih ke gue berapa kali nih? Sejuta ada kali, ya?"
"Nggak tahu Do, gue cuma beruntung aja punya sahabat yang baik banget kayak lo. Bahkan makasih aja nggak cukup sebenarnya."
Edo mengusap bahu Sarka, "udah-udah jangan dibahas lagi. Sekarang buka mulut lo lagi, satu suap lagi habis nih."
"Gue udah nyoba ngikhlasin semuanya Do. Dan sekarang gue jauh lebih tenang. Meskipun kadang gue suka kangen aja sama ibu, bang Alan juga." Sarka tersenyum. "Tapi gue yakin, nanti kita pasti bakal dipertemukan lagi. Ini soal waktu aja."
Bola mata Edo berkaca-kaca mendengar ucapan Sarka. Bibirnya bergetar. Ia menatap Sarka yang tengah menatap lurus ke depan. Tidak tahan lagi, Edo pun akhirnya menangis. Ia memeluk Sarka dari samping.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Scent (END)
Roman pour AdolescentsSarka tidak tahu ada apa dengan dirinya. Semenjak mendapatkan donor mata dari orang lain, ia merasa keanehan mulai datang satu persatu kepadanya. Seperti bisa melihat makhluk tak kasat mata, diserang mimpi buruk sepanjang malam hingga membuatnya ter...