Tangan Sarka ditarik ke belakang oleh seseorang ketika ia hendak melangkahkan kakinya keluar dari dalam kelas. Sarka terhuyung, ia agak terkejut. Dan ketika melihat bahwa pelakunya adalah Edo, Sarka mendengkus pelan.
"Kenapa? Nggak mau pulang?" Sarka langsung menodongkan pertanyaan kepada sahabatnya itu. Kelas sudah benar-benar sepi, tidak ada orang lain kecuali mereka berdua. Maklum, ini adalah jam pulang. Pastinya semua murid sedang berlomba-lomba agar sampai di rumah lebih cepat untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah karena seharian belajar.
"Mumpung kelas sudah sepi dan cuma ada kita di sini," jawab Edo.
"Jadi?" Sarka memicingkan satu alisnya, memperhatikan Edo penuh selidik. Entah kenapa Sarka sudah merasakan hawa-hawa tidak sedap yang menyerang dirinya.
"Jadi, lo bisa tunjukkin di mana tempat hantu bocah kecil yang kata lo penghuni kelas kita?"
"Buat apa memangnya?" Sarka bertanya lagi, penasaran. "Bukannya lo takut hantu?"
"Iya gue memang takut, tapi gue penasaran juga. Mana tunjukin, maksa lho gue." Edo melipat kedua tangannya diatas dadanya.
Menghela napas panjang, Sarka pun akhirnya menunjuk dengan dagunya. "Itu, lagi duduk di bangkunya Nadine."
Edo langsung melotot. Ia menatap Sarka lagi. "Aneh ya, kok lo bisa lihat? Yang gue lihat cuma udara doang, nggak ada apa-apa di sana."
"Kan gue udah bilang, semenjak gue dapat mata baru, gue bisa melihat mereka. Kok lo nanya mulu sih?" Sarka terlihat kesal. "Udah yuk, pulang. Nungguin apa lagi? Pertanyaan lo udah gue jawab, kan?"
Sarka sudah mulai berjalan lagi, tapi Edo kembali menariknya ke belakang.
"Eh Sar! Bentar dulu kenapa sih? Buru-buru banget kayaknya. Memangnya di rumah lo ada apaan? Nggak ada apa-apa juga, kecuali hantu perempuan jelek bernama Gwen itu."
"Ya gue mau istirahat lah, capek nih gue. Pengin rebahan di kasur. Memangnya lo mau nanya apa lagi?"
"Tuh hantu bocah lagi apa emangnya?"
Sarka mendecakkan lidahnya. Satu kakinya mencak pelan ke lantai. Kembali ia arahkan pandangannya ke bangku Nadine. Sarka melihat jika bocah kecil itu sedang sibuk dengan dunianya sendiri. Bermain boneka lusuh kesayangannya. Sarka melirik Edo lagi.
Ide jahil tiba-tiba saja mampir di kepala Sarka. Edo sukses membuatnya kesal. Menurut Sarka, mengerjai sahabat sendiri kayaknya tidak terlalu buruk juga. Sarka tersenyum miring. Ia berdehem pelan. "Loh dia ke mana?" Sarka memancing. Bersamaan dengan itu, Sarka bergerak pelan ke arah pintu.
"Kenapa Sar? Dia ngilang?"
"Iya, dia nggak ada di kursi Nadine lagi." Sarka menyeletuk pelan.
"Terus dia di mana sekarang?"
"Gue nggak tahu ..." Sarka bergumam lagi. Padahal saat ini Sarka sedang berbohong, hantu bocah itu masih tetap bermain boneka. Sarka hanya iseng saja. Kemudian ia pura-pura memasang wajah kaget. Sarka melotot, membuat Edo bertanya-tanya sendiri. Sarka menatap Edo dengan dramatis, satu tangannya berada di mulutnya.
Ekspresi Sarka seperti itu membuat Edo semakin diserang oleh rasa penasaran, tapi juga sedikit takut dan ngeri. Pasalnya, Sarka sedang menatapnya. Kemudian Sarka menunjuk Edo.
Edo menelan ludahnya dengan kasar, jantungnya tiba-tiba saja berdetak sangat kencang. "Sar, jangan bilang kalau bocah itu ..."
"Bocah itu ..." Sarka melanjutkan, ia masih melancarkan aksinya.
"Kenapa Sar? Kenapa raut wajah lo kayak gitu? Ada apa?"
"Bocah itu lagi meluk kaki lo!" Sarka berbicara sangat cepat dalam satu tarikan napas. Bersamaan dengan itu Sarka bergerak keluar dan menutup pintu kelas. Terdengar teriakan Edo yang begitu kencang, disusul oleh gedoran pintu berulang kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Scent (END)
Teen FictionSarka tidak tahu ada apa dengan dirinya. Semenjak mendapatkan donor mata dari orang lain, ia merasa keanehan mulai datang satu persatu kepadanya. Seperti bisa melihat makhluk tak kasat mata, diserang mimpi buruk sepanjang malam hingga membuatnya ter...