Maria melepaskan pelukan Sarka. Dengan sorot mata lemah ia menggeleng dan menangkup wajah putra bungsunya itu. Maria terisak, matanya sudah sembab karena air mata yang tidak berhenti mengalir.
"Ibu tahu." Vokal Maria melemah. Ibu jarinya mengusap kedua mata putranya. Meskipun masih menangis sesenggukan, Maria memaksa diri untuk tersenyum. "Ibu tahu kalau Sarka sama merasa kehilangan bang Alan, ibu tahu perasaan Sarka. Kita sama-sama terluka dan nggak bisa terima kalau bang Alan udah meninggal, karena ..." Maria mengambil jeda sejenak untuk menarik napas dalam-dalam, sementara Sarka tidak beralih menatap bola mata Maria. "... Karena baik ibu maupun Sarka sangat menyayangi bang Alan, ibu belum bisa terima ini semua, Sarka juga pasti begitu, kan? Tapi ibu mohon sama kamu nak, jangan menyalahkan diri atas semua musibah ini. Sarka nggak salah, Sarka nggak boleh ngomong gitu. Bang Alan meninggal karena udah takdirnya seperti itu, kita harus mencoba ikhlas dan tabah, ya? Meskipun berat, ibu yakin kita bisa lalui ini."
Tangan Sarka memegang tangan ibunya yang masih setia menangkup wajahnya dengan erat, Sarka menggeleng cepat dan terlalu terburu-buru. Tidak, Maria salah besar, semua insiden ini memang Sarka pelakunya. Berulang kali Sarka menggeleng tegas.
"Nggak bu!" Sarka membantah dengan cepat, "Sarka nggak nyalahin diri Sarka sendiri. Bang Alan meninggal karena Sarka bu! Sarka pelakunya. Ibu harus percaya kalau Sarka bunuh bang Alan." Tangisan begitu pilu, pecah begitu saja. "Sarka yang salah bu ...."
"Sarka, dengerin ibu nak."
Sarka tidak mendengarkan. "Kalo bukan karena Sarka, bang Alan nggak mungkin meninggal. Ini semua nggak adil!"
Maria semakin kuat menangkup wajah putranya dengan kedua tangannya. "Sarka, dengerin ibu."
"Sarka yang salah bu ..." Suara Sarka semakin melirih dan bergetar, jantungnya berdetak lebih cepat lagi.
"Hei dengerin ibu ngomong." Maria berbicara pelan namun sungguh-sungguh, Sarka kini terdiam dengan napas yang tertahan di pangkal hidungnya. Meskipun pandangannya mengabur, Sarka berusaha menatap kedua bola mata milik ibunya.
"Ibu tahu kalau Sarka belum bisa terima keadaan dan belum bisa ikhlas kepergian bang Alan, tapi menyalahkan diri seperti itu bukan tindakan yang benar, Sarka harus tahu itu."
Maria salah besar, ibunya keliru, menyalahkan diri seperti ini bukan tanpa sebab, melainkan memang Sarka merasa bahwa dirinya adalah pembunuh sebenarnya. Menggelengkan kepalanya kuat-kuat, Sarka membantah ucapan Maria, "nggak bu, ibu salah. Sarka memang pelakunya."
Tersenyum tipis, kedua jempol tangan Maria bergerak di pipi Sarka, mengusap air mata kesedihan yang turun dengan deras. "Menyalahkan diri atas kematian orang terdekat kita bukan sesuatu yang patut di benarkan nak, apalagi kita nggak ngerasa melakukan hal-hal yang membuat orang itu meninggal."
"Tapi karena Sarka bang Alan meninggal!" Vokal Sarka meninggi, bagaimana ia kesulitan untuk meyakinkan ibunya membuat Sarka semakin kesal. "Ibu nggak tau kejadian yang sebenarnya terjadi kayak gimana."
Maria masih sabar dan berusaha membantah ucapan putranya ini. "Sarka, bang Alan meninggal karena tertabrak truk. Pihak polisi memberitahu ibu dan memberikan bukti yang kongkrit dan masuk akal. Jangan berbicara seperti itu lagi, ibu mohon sama kamu, ibu nggak suka dengernya."
Kembali tangis Sarka pecah, ia terisak pedih. "Harusnya Sarka aja yang meninggal bu ..."
Maria melotot lebar, "Sarka, jangan sekali-kali berbicara omong kosong seperti itu."
Kepala Sarka mendongak, menatap wajah ibunya. "Terus kenapa ibu ngomong hal yang serupa kalo ibu larang Sarka?"
Maria menurunkan tangannya, bibirnya merapat. Desahan panjang keluar dari bibirnya. "Sarka, denger ..." Kembali Maria mengisi paru-parunya dengan udara baru. "Ibu ngomong kayak gitu karena ibu berhak. Karena ibu seorang ibu, ibu nggak mau anak-anak ibu terluka. Dan kalo bisa dan diijinkan, ibu mau menggantikan posisi bang Alan saat ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Scent (END)
Teen FictionSarka tidak tahu ada apa dengan dirinya. Semenjak mendapatkan donor mata dari orang lain, ia merasa keanehan mulai datang satu persatu kepadanya. Seperti bisa melihat makhluk tak kasat mata, diserang mimpi buruk sepanjang malam hingga membuatnya ter...