55. Satu bulan yang lalu

933 113 7
                                    

Beberapa hari yang lalu, Sarka sudah bulat dengan keputusannya sendiri untuk menerima saran dari Gwen, yakni masuk ke dalam dunia hantu dan mencari makhluk perempuan jahat berpakaian merah yang sangat dicurigai bahwa dia penyebab semua kekacauan ini terjadi. Sarka perlu bukti yang konkrit di sana untuk memecahkan kasus ini agar kedepannya tidak ada lagi hal-hal buruk yang terjadi.

Namun hari ini, di dalam kamarnya yang tidak terlalu luas, duduk di bibir kasur sembari memandangi jendela, Sarka tiba-tiba saja merasa ragu. Ia menelan ludahnya, menggeleng berulang kali, berusaha untuk tenang dan berpikir positif. Tapi tetap saja, keraguan itu malah semakin membengkak lebar.

Satu hal yang benar-benar mengusik benak Sarka adalah bagaimana jika dirinya terjebak di dunia itu tanpa tahu jalan pulang. Itulah keraguan yang membuatnya terus berpikir kritis. Jujur saja, itu yang paling Sarka takuti. Tentang kemungkinan buruk yang lain, Sarka masih bisa mengontrol dan mengatasinya.

Lelah, Sarka lantas merebahkan tubuhnya di kasur, tatapannya mengarah ke langit-langit kamarnya. Sarka menggunakan kedua tangannya sebagai tumpuan kepalanya.

"Apa gue terima aja tawaran Edo dan Nadine buat ikut dan nemenin gue?" gumam Sarka lirih, pada dirinya sendiri. Ucapan Edo dan Nadine beberapa hari yang lalu di sekolah kembali terngiang di benak Sarka.

Yap, dan kita berdua berencana nemenin lo masuk ke dalam dunia hantu itu.

Buru-buru Sarka menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Nggak, gue nggak mau mereka terluka karena bantuin gue. Mereka udah cukup banyak bantuin gue selama ini. Biar kali ini gue bertindak sendirian. Gue harus berani, gue harus tetap maju, gue nggak boleh takut dan menyerah sampai sini." Lantas, Sarka kembali menegakkan tubuhnya, ia duduk lagi di kasur. Dengan bibir merapat dan tangan terkepal, Sarka mengangguk lebih mantap. "Gue pasti bisa melewati semua ini."

Sorot mata Sarka tidak sengaja jatuh ke arah bingkai foto yang ada di meja belajarnya. Tatapan Sarka terkunci seperkian detik, sebelum akhirnya ia pindah posisi duduk di kursi belajarnya.

Tangan Sarka memanjang untuk mengambil foto itu, kemudian ia melihatnya cukup lama. Sudut-sudut bibir Sarka berkedut. Ia tersenyum tipis, hatinya tiba-tiba terasa sakit melihat foto di dalam bingkai kecil tersebut. Luka itu terbuka kembali.

"Bang Alan," bisik Sarka lirih. Jempol tangannya bergerak pelan menyentuh potret Alan yang tengah tersenyum ke arah kamera. Di foto itu, Sarka sedang digendong oleh abangnya. Sarka ingat kapan foto itu diambil, waktu itu Sarka masih duduk di bangku Sekolah Dasar, kelas lima.

"Maafin gue ya bang," ucap Sarka lirih. "Maafin gue karena udah bikin lo pergi, semuanya salah gue bang." Kekecewaan pada dirinya kembali hadir ke permukaan, rasa menyesal dan bersalah mengimpit hatinya lagi. Sesak itu kembali hadir.

"Gue berencana menghentikan semua kejadian ini sebelum ada korban yang lain bang," sambung Sarka. "Semoga gue bisa ya bang, semoga nggak ada kendala apapun, semoga gue berhasil."

Sarka kemudian mengembalikan bingkai foto tersebut pada tempatnya. Sarka sudah mulai menerima kenyataan bahwa abangnya sudah tiada, jauh darinya dan tidak bisa Sarka gapai lagi. Meskipun begitu, keberadaan Alan masih dekat dengannya. Alan ada di sini, di hati Sarka selalu.

Pikiran Sarka tiba-tiba kembali pada kejadian satu bulan yang lalu, hari di mana bang Alan meninggalkan semesta. Semuanya berputar dengan sangat cepat, berpusing diotak Sarka.

Jari jemari Sarka dengan cepat menari di atas layar ponselnya. Mengetik pesan untuk Edo.

Sarka :
Do, sepertinya bang Alan udah mau keluar. Lo di mana sekarang?

Untung saja sebuah balasan dapat Sarka terima dengan cepat. Edo membalas pesannya.

Edo :
Kalo gitu sebelum bang Alan keluar, lo harus buru-buru cabut dulu. Buruan keluar dari sana

Shadow Scent (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang