"Sebenarnya ada apa? Kenapa tulisan itu ..."
Sarka membuang napasnya dengan kasar. Bukannya menjawab pertanyaan dari Nadine, cowok itu justru melangkah mengambil buku catatan miliknya yang baru saja dibuang cewek itu lantaran terkejut dengan apa yang ia lihat di buku tersebut.
Sarka menatap Nadine sejenak, tapi ia tidak berkata apa-apa lagi. Sarka bungkam saja, hingga pada akhirnya ia kembali membuang buku aneh tersebut. Tidak lupa, Sarka menutupinya dengan lembaran daun kering dan sampah plastik yang berserakan di sana. Bertujuan agar tidak ada orang lain yang menemukan buku misterius itu.
Setelah selesai, kembali Sarka memperhatikan wajah Nadine. "Kalau lo mau tahu sesuatu, ikut gue sekarang. Gue bakal jelasin sama lo." Sarka berbicara dengan aksen suara datar, lalu tatapannya beralih ke arah Edo. "Ayo Do!"
Edo menganggukkan kepalanya pelan, ia langsung cabut mengikuti langkah Sarka yang sudah berjalan terlebih dahulu. Sedangkan Nadine masih terdiam di tempatnya. Cewek itu memperhatikan punggung Sarka dan Edo yang mulai menjauh darinya dengan keningnya yang mengerut. Nadine bingung, pikirannya sudah bertanya-tanya.
"Gue nggak mungkin salah, tulisan itu ditulis menggunakan darah. Mereka nyembunyiin apa sebenarnya? Kenapa buku itu dibuang di sini?" Nadine bergumam lirih. Kepalanya ia torehkan mengarah ke tempat di mana Sarka mengubur buku tersebut.
Nadine tidak berniat mengambilnya. Entah kenapa ia merasa takut. Dan alhasil, Nadine memilih untuk beranjak dari sana. Ia sedikit berlari untuk mengejar ketertinggalannya.
Ketika jaraknya sudah dekat dengan kedua cowok itu, Nadine berbicara keras-keras, "Sarka! Edo! Tungguin gue!"
Begitu Sarka dan Edo berhenti melangkah dan menoleh ke arahnya, Nadine menambah laju kakinya. Dan kini Nadine sudah sampai mengejar kedua temannya itu.
"Sekarang gue minta jawaban lo berdua soal yang tadi. Kalian sedang menyembunyikan sesuatu?"
Edo melirik Sarka untuk meminta tanggapan. Ia tidak berani berkata karena di sini yang banyak menanggung andil adalah Sarka. Buku itu milik Sarka, Edo tidak terikat apa-apa. Sarka mendesah pelan. Ia memperhatikan Nadine lagi. Sarka tahu, ia harus menjelaskan kepada Nadine soal yang tadi. Tapi, Sarka masih merasa ragu dan belum bisa mengungkap semuanya. Terlalu susah untuk dijelaskan dan terlalu rumit untuk dituturkan.
Sarka tahu ia mempunyai hutang penjelasan kepada Nadine. Jika ia tetap bungkam, Nadine justru akan semakin curiga dan terus ingin mencari tahu. Pilihannya hanya ada satu, yaitu Sarka mau tak mau harus membeberkan masalah ini kepada Nadine. Bukan sesuatu yang buruk, mungkin saja Nadine bisa mencari jalan keluar atau jawaban atas hal-hal aneh dan janggal yang menyerang Sarka akhir-akhir ini. Namum ada hal negatifnya, Nadine bisa saja memberitahu tentang hal ini kepada orang lain.
"Kenapa diam aja?" tanya Nadine, memecah lamunan Sarka yang sedang terjadi.
Mengerjapkan matanya lantaran kaget, Sarka pun menelan ludahnya. Ia meneliti wajah Nadine. "Gue nggak bisa ngasih tahu lo sekarang. Terlalu rumit dan panjang ceritanya."
"Terus?"
"Kalau lo mau, pulang sekolah kita bahas soal ini. Sekarang waktunya nggak cukup, belum juga gue harus ke kantin sama Edo. Nggak lama lagi juga bel masuk bakal berbunyi." Sarka menjelaskan dengan mantap. "Gimana? Lo setuju?"
"Oke, ggak masalah." Kepala Nadine mengangguk. "Gue pengin tahu soal yang tadi. Gue ke kelas dulu aja kalau gitu."
"Nggak mau ikut ke kantin Dine?" Edo yang sedari tadi lebih banyak bungkam kini angkat suara.
"Makasih atas tawaran lo. Tapi gue lagi nggak minat pergi ke kantin." Nadine menjawab tawaran Edo dengan mantap sambil tersenyum. "Gue balik ke kelas dulu, bye!" Cewek berambut panjang itu melambaikan tangannya, lalu mulai berderap meninggalkan Edo dan Sarka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Scent (END)
Teen FictionSarka tidak tahu ada apa dengan dirinya. Semenjak mendapatkan donor mata dari orang lain, ia merasa keanehan mulai datang satu persatu kepadanya. Seperti bisa melihat makhluk tak kasat mata, diserang mimpi buruk sepanjang malam hingga membuatnya ter...