Perut Sarka dan Edo sudah kenyang ketika mereka baru balik dari kantin. Sebentar lagi jam mata pelajaran bahasa Indonesia akan segera di mulai. Jadi mereka lekas untuk balik ke kelas karena tidak mau terlambat masuk. Dihukum benar-benar sesuatu yang Sarka maupun Edo hindari. Tidak hanya mereka saja, semua siswa-siswi pun menghindari akan hal itu.
Ketika keduanya hendak masuk ke dalam kelas, langkah mereka terhenti sesaat tiba-tiba saja teman-temannya berlari dari dalam kelas dengan langkah begitu cepat.
Sarka menoleh ke arah Edo, lalu bertanya dengan kening yang sudah terlipat. Sarka bingung. "Kok pada lari? Mau ke mana mereka?"
Edo melirik Sarka sekilas, kemudian menggeleng. Ia pun sama seperti Sarka. Tidak tahu apapun. "Emangnya di kelas ada apaan sampai mereka kabur begitu?" Edo lantas berjalan memasuki ruang kelas yang ia tempati. Diikuti Sarka dari belakang.
Memperhatikan seluruh keadaan kelas yang kini kosong melompong tiada penghuni, Edo menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "Nggak ada apapun di sini." Edo berujar lirih.
Sarka langsung menanggapi dengan santai. "Terus mereka kenapa lari semua dari dalam kelas?"
"Itu artinya, ada kejadian sesuatu di luar." Tanpa menunggu Sarka berkata, Edo segara menyambar tangan sahabatnya itu dan menariknya secara paksa. Edo berlari ke luar dari dalam kelas, otomatis Sarka ikut tertarik karena tangannya di pegang oleh Edo.
Rupanya, tidak hanya teman kelasnya saja yang sedang berlarian entah menuju ke mana. Banyak siswa dari kelas lain pun sama halnya. Sarka dan Edo saling pandang sejenak, sebelum akhirnya mereka ikut bergabung bersama yang lainnya. Baik Edo maupun Sarka, belum tahu apa yang sebenarnya telah terjadi.
Sarka sendiri sudah bertanya-tanya, apa yang membuat semua orang berbondong-bondong berlarian seperti ini. Tapi, otaknya tidak kunjung memberikan jawaban. Sarka tidak tahu pasti.
Kepala Sarka menoleh ke samping, Edo sedang fokus pada langkahnya yang cepat. "Do, ada apaan sih?" tanya Sarka ingin tahu.
"Lah ... Mana gue tahu!" sahut Edo tanpa menoleh sedikitpun ke arah Sarka.
Dari kejauhan, kira-kira sepuluh meter dari tempatnya kini berdiri, Sarka melihat ada kerumunan yang terbentuk. Juga suara teriakan dan orang bercakap-cakap dengan volume suara yang keras. Tidak hanya itu saja, tangisan pilu juga dapat Sarka dengar. Hal itu semakin membuat Sarka ingin tahu.
"Kayaknya ada yang nggak beres nih." Edo tiba-tiba berkata, Sarka menoleh ke samping kanannya, memperhatikan Edo. Tak lama, Sarka mengangguk mengiyakan, setuju dengan apa yang Edo katakan barusan itu.
Tidak lama untuk Sarka dan Edo sampai pada kerumunan. Tapi siaalnya, mereka susah sekali menerobos masuk untuk melihat apa yang sedang terjadi.
"Susah Sar, nggak kelihatan." Edo bergumam sambil berjinjit, berharap apa yang sedang terjadi di depan sana, lebih tepatnya di gudang sekolah, dapat ia lihat dengan jelas. Namun, aksinya tersebut sama sekali tidak membuahkan hasil apapun. Semuanya nihil. Edo tidak bisa menjangkaunya. Terlalu jauh dan sulit.
"Nggak bisa menerobos masuk," ujar Sarka pula.
Edo menatap sekelilingnya, lalu ia melihat Vivit bersama Gigi, sedang berjalan menjauh dari sana. Edo segera memanggil nama mereka berdua, teman kelasnya. Disusul tangannya yang melambai diudara, memberikannya isyarat agar kedua cewek itu segara mendekat. Edo tersenyum kepada Sarka selagi Vivit dan Gigi bergerak menuju Sarka dan Edo.
"Coba kita tanya sama mereka Sar," ujar Edo, yang dibalas Sarka dengan anggukan kepala.
Sesampainya dihadapan Edo dan Sarka, Vivit langsung bertanya, "kenapa Do?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Scent (END)
Teen FictionSarka tidak tahu ada apa dengan dirinya. Semenjak mendapatkan donor mata dari orang lain, ia merasa keanehan mulai datang satu persatu kepadanya. Seperti bisa melihat makhluk tak kasat mata, diserang mimpi buruk sepanjang malam hingga membuatnya ter...